Library date
Alden terdiam di depan gedung tinggi pencakar langit. Bangunan tersebut benar-benar besar dan terlihat megah. Alden membaca satu tulisan besar di dekat pintu masuk
Bibliothèque nationale de France
“What’s this?” Alden menoleh kearah Victor, menunggu jawaban pemuda itu. “Ayok masuk” Victor menarik tangan Alden untuk masuk kedalam pintu besar di depan sana.
“Ini tempat apa si vic?” Tanya Alden sekali lagi “ssutt.. Nanti juga kamu tau” Jawaban Victor tidak menjawab rasa penasaran Alden sama sekali, pemuda itu mendengus kemudian tetap mengikuti kemana Victor pergi.
Mereka berdua masuk kedalam lift yang kebetulan pintunya sedang terbuka. Alden melihat Victor menekan angka lima.
“Kamu gak bawa aku ke tempat aneh-aneh kan vic?”
Victor menghela nafas, “enggak lah.. Malahan kamu bakal berterimakasih sama aku” Ucap Victor dengan penuh keyakinan.
“Yeuu, awas aja”
Ting!
Saat pintu lift terbuka tepat di angka lima. Alden membisu, bahkan pemuda itu tidak sadar saat kakinya berjalan keluar dari lift. Victor terkekeh saat melihat wajah cengo milik Alden.
“Gimana? Ini tempat aneh-aneh gak menurut mu?” Victor berbicara tepat di sebelah telinga Alden. “Enggak lah!”
“sutt!”
Suara Alden yang cukup besar menjadikan sebagian orang menoleh kearah mereka. Victor meminta maaf tanpa bicara atas kelakuan Alden. “Kecilin suara kamu den” Alden mengangguk “sorry co” Pinta Alden.
Victor mengangguk, kemudian membawa Alden masuk lebih jauh kedalam lantai lima.
Sepanjang jalan Alden benar-benar dibuat kagum dengan ruangan besar ini. Alden tidak menyangka gedung besar layaknya perusahaan ternyata adalah perpustakaan besar dengan gaya gotik ala abad sembilan belas, ini sangat berbeda jauh dengan lantai pertama gedung yang memiliki interior modern minimalis.
Dan satu hal lagi yang Alden sukai, begitu banyak rak-rak buku dengan tinggi di atas kata wajar.
Gosh, ini surga dunia yang sesungguhnya fikir Alden
Tepukan bahu seseorang membuat Alden berbalik, Victor berdiri di depannya. “Kamu mau duduk atau cari buku?” Alden terdiam, sepertinya sangat disayangkan kalau dirinya hanya diam begitu saja tanpa membaca. “Aku cari buku.. Kesana deh” Dengan asal Alden menunjuk satu lorong di sebrang nya.
Victor mengangguk, “aku kesana ya.. Nanti kita ketemuan di sini lagi” Alden mengangguk “dadah” Alden membalas lambaian tangan Victor.
Baru beberapa langkah Alden berjalan, tangannya tiba-tiba di tahan oleh sesuatu dan tiba-tiba saja suara seseorang terdengar jelas di telinganya.
“Jangan hilang, kamu cuma satu, bisa-bisa hidupku kacau kalau gada kamu.”
Alden menoleh cepat kearah pemuda yang sudah berjalan menjauh darinya, arah mereka berlawanan saat ini. Alden tersenyum kemudian mengangguk seperti memberi jawaban penenang untuk Victor.
Setelahnya Victor hilang dari pandangan Alden, yang tersisa hanya ribuan buku yang tertata rapih di rak-rak kayu yang Alden tebak berumur lebih tua darinya.
Alden menyusuri lorong penuh rak-rak buku tersebut, tangannya sesekali menyentuh ujung buku selagi matanya mencari sesuatu buku yang menarik.
Alden rasa sudah lima menit ia berkeliling dan baru satu buku yang berhasil mencuri perhatiannya. Satu buku yang sial nya ditaruh di rak paling atas, disaat saat seperti ini Alden hanya bisa menyalahkan sang arsitek bagaimana bisa rak tinggi seperti ini tidak memiliki tangga sama sekali, atau harusnya dibuat ramah untuk pemuda sepertinya.
Alden sudah berjinjit untuk mencapai suatu buku, tapi masih tidak bisa ia gapai.
Sampai tiba-tiba tangan seorang lainnya menyentuh buku yang Alden incar. Aroma parfum woody masuk kedalam indra penciuman Alden.
Alden tau siapa sosok itu, Alden berbalik balik mengikuti arah buku itu pergi. Dan pandangan nya bertemu dengan..
Victor.
Kedua netra mereka saling mengunci tanpa mau melepas sedikitpun, Alden memperhatikan wajah tegas Victor, pemuda itu begitu tampan saat sedekat ini. Tatapan tajam yang tidak pernah berubah itu malah membuat Alden sedikit salah tingkah, di tambah jarak mereka yang sedekat ini. Alden ingin mundur tetapi di belakang nya sudah rak kayu.
Ia merasakan wajah Victor semakin turun kearahnya, dan aroma Oud milik Victor semakin menusuk hidungnya, seakan-akan memberi tahu siapa yang lebih dominan saat ini. Alden akhirnya mulai menutup matanya, membiarkan hal yang di pikirnya terjadi.
Victor yang melihat itu semakin yakin untuk maju hingga akhirnya kedua bibir mereka bertemu, rasa manis yang pertama kali Victor rasakan saat mengecap bibir Alden, rasanya sama seperti ciuman pertama mereka.
Lorong yang sepi membuat Victor lebih berani lagi untuk melakukan hal lebih, lidah pemuda itu mulai bergerak di dalam mulut Alden. Mengabsen setiap organ di dalam mulut Alden, permainan nya cukup pelan yang hanya membuat Alden semakin hanyut dengan sentuhan tangan Victor di pipinya.
“Enghh..”
Suara lenguhan itu membuat tautan mereka terlepas, Victor sepertinya baru menyadari dimana mereka saat ini. Mata Victor mengedar, mencari kamera pengawas. Victor menghela nafas.
“Aman” Alden yang mendengar itu terkekeh “mesum” Tutur Alden “kamunya mau tuh” Balas Victor.
“The letters and other writings” Victor membaca judul buku di tangannya “kamu suka baca romance?” Matanya menatap Alden. “Engga terlalu, tapi buku itu bikin aku penasaran” Ujar Alden
“Memang tentang apa?”
“Love story about Heloïse and Peter Abelard”
Victor mengangguk, “kamu gak tau, padahal buku itu terkenal banget loh” Alden mengambil buku itu dari tangan Victor “enggak.. Gak minat baca romance”
Victor berjalan di belakang Alden. Seperti sedang menjaga sang pangeran kerajaan.
Keduanya akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu kursi kayu di tengah ruangan. Alden menaruh bukunya di atas meja marmer panjang berwarna putih.
Alden sempat melihat buku bacaan Victor “Sherclok Holmes” Ucapnya, Victor mengangguk “cool” Puji Alden.
Kemudian sesudah itu keheningan tercipta di antara mereka. Keduanya mulai sibuk dengan bacaan masing-masing, bahkan Alden yang biasanya cukup berisik bagi Victor berubah menjadi anak pendiam.
Victor tidak tahu bahwa Alden mulai hanyut dalam dunia percintaan tragis milik Heloïse dan Abelard.