Punishment

River mendengus setelah melihat pesan terakhir yang dikirim oleh Julian, Ketua Osis paling menyebalkan pada abad ini.

River bangkit dari duduknya dengan sedikit terburu-buru.

“Lo mau kemana Per?” Jericho yang pertama kali angkat suara “lah lo mau balik?” Sahut Kenzo.

River mengangguk, “gue ada urusan, lo pada lanjut aja”

River berlalu pergi tanpa mau mendengarkan ucapan kawan kawannya lebih jauh.

Manik gelap nya sedikit melirik kearah arloji digital yang ia kenakan.

‘Sial’

Kaki River bergerak lebih cepat, bahkan River mau mengeluarkan tenaga lebih untuk berlari menuju ruang Osis.

“Lewat satu menit, tiga puluh lima detik” Ucap Julian sembari memandang arloji hitam ditangannya “apa apan gila? Orang lo bilang sepuluh menit ya” Protes River.

“Lo lupa gue udah kurangin jadi lima menit?” Kali ini pandangan Julian dan River bertemu, “eh asal lo tau ya dari gerbang ke sini tuh setidaknya butuh tiga menit ya anjir”

“Siapa suruh lari dari warung sebelah sekolah” Sahut Julian, River melotot “kata siapa gue dari Warung Mang Irul, fitnah lo” Bantah River “dari jam terakhir lo ga ada di kelas, emang lo kira gue gak tau lo bolos ke warung” Julian melipat kedua tangannya di dada.

“Ah bacot lah loh”

Sudut bibir Julian terangkat, merasa menang karna River tidak bisa membantah ucapannya.

River merasa risih saat Julian menatap kearahnya tanpa kedip.

River berdehem, “apa hukumannya?” Celetuk River “buruan kasih tau gue sibuk nih” Lanjut River.

Julian mendengus kecil mendengar hal itu.

“Lo liat ke lapangan” Perintah Julian, membuat River pun ikut menatap kearah lapangan di bawah sana “lo liat kan ada beberapa orang yang lagi bikin taman sekolah” Julian melirik River.

“Hukuman lo cuma perlu gantiin tugas mereka hari ini, sampe selesai”

“Hah?! Gila lo?”

Masalah nya dibawah sana ada beberapa tukang kebun yang sedang sibuk menanam tanaman dan juga ada yang sibuk mencangkul.

“Kenapa lo keberatan?” Tanya Julian “kalau lo nolak berarti gue anggap omongan orang soal lo yang ‘anak mami' itu bener”

Ucapan Julian yang terakhir cukup membuat River kepanasan.

River paling tidak suka di cap sebagai anak mami, oleh siapapun.

“Enak aja, gue bukan anak mami ya bangsat” Sambung River dengan nada sinis “buktiin kalau gitu”

River memberi tatapan tajam kepada Julian, berusaha mengintimidasi pemuda itu.

Namun hampir lima detik berlalu, Julian tidak gentar, pemuda tinggi itu masih diam dengan tatapan yang jatuh kepada manik River.

Julian tersenyum kecil, kemudian berbalik.

“Ayok kebawah”


“Dek Julian” Sapa tukang kebun sekolah dengan ramah “sore Pak Anwar,” Jawab Julian dengan ramah “ada apa dek?” Tanya Pak Anwar “ini pak temen saya River, dia katanya mau bantuin bapak buat bikin taman sekolah”

Sekilas pandangan keduanya bertemu,

“Loh beneran Dek River mau bantuin saya?” River mengangguk kecil “gak sih pak sebenarnya gue disuruh dia aja”

“Aduh!”

River menjerit saat kakinya di injak oleh Julian.

“Gak pak dia emang suka bercanda, bapak sekarang boleh balik biar River yang gantiin” Ucap Julian kembali.

Pak Anwar kemudian mengangguk paham “yasudah bapak pulang dulu ya, Dek River terimakasih sudah mau bantu bapak” Pak Anwar menepuk baju River sebelum benar-benar pergi meninggalkan mereka berdua.

“Lo ya! Gada sopan sopan nya sama yang lebih tua” River mendengus “lah kan emang bener gue dipaksa lo, lo tuh masih kecil udah bohong ke orang tua”

Julian kesal sendiri dengan tingkah River yang selalu menyahuti ucapannya.

“Udah cepetan kerjain tuh hukuman lo, gue pengen balik” Perintah Julian.

“Dih tai, gue juga kali pengen balik. Ogah gue deket-deket sama orang ngeselin kaya lo” Rentetan dumelan River tidak Julian tanggapi lebih jauh.

Julian mundur kebelakang, membiarkan River bekerja dan ia memantau pemuda itu.

Dari tempat nya berdiri saat ini Julian bisa melihat River yang kebingungan dengan penataan tanaman.

“Di cangkul dulu tanahnya baru taro tanaman nya!”

“Gue tau kali!”

Julian geleng-geleng kepala, River dengan gengsi tinggi nya itu tampak lucu di benak Julian.

Tiba-tiba saja Julian merasa sedikit khawatir saat melihat River yang kesusahan dengan cangkul, pemuda itu sepertinya tampak benar-benar buta dengan alat tersebut.

“Hati-hati kena kaki lo, bawahnya tajem itu”

“Iya bawel banget sih lo kira gue bayi apa?!” River memberi tatapan sinis ke Julian.

‘Iya’

“Bayi gada yang tingkah nya se ngeselin lo” Ledek Julian “dih jelas-jelas disini yang ngeselin lo ya”

River sudah selesai mencangkul tanah merah di taman tersebut, sekarang tubuhnya benar-benar berkeringat bahkan seragam nya sudah kotor karna tanah merah yang menempel di celana dan baju.

‘Anjir lah gue cape banget gila’

River rasanya ingin berteriak, karna sungguh ini semua adalah hal baru untuk nya.

‘Apa gue kabur aja ya?’

Ide itu muncul di benak River, manik gelap nya tiba-tiba saja mengitari sekitar, berusaha mencari sosok Julian. Namun nihil

Sudut bibir River terangkat.

Ia menaruh cangkul nya begitu saja,

River bersiap untuk lari.

Tapi baru saja ingin berlari tiba-tiba belakang seragam River di tahan.

“Mau kemana lo?” Suara Julian tepat berada dibelakang nya, “ah tai Jul lepasin gue!” River memberontak tapi Julian masih saja memegang kerah seragam River.

Membawa River kembali ke taman layaknya anak kucing.

“Gue mau balik ah, gue cape!” Keluh River, ia sedikit tidak peduli dengan harga dirinya. Ia benar-benar lelah saat ini.

“Lepasin gue woy, lo pikir gue kucing apa di tarik begini!”

“Iya lo kucing, kucing garong” Ledek Julian “sialan lo” River berbalik menatap Julian dengan pandangan sinis.

“Kerja lagi, hukuman lo belum kelar”

River mendengus, “dasar ketos ngeselin orang gue cape juga anjing”

“Katanya bukan anak mami, gitu aja udah cape”

“Bacot kalau gak bantuin apa-apa mending lo diem!” River memberi jari tengah kepada Julian.

Waktu terus berjalan, matahari terus bergerak turun, dan bulan siap naik ke atas permukaan.

Sudah hampir satu jam lebih River melakukan pekerjaan ini. Baju seragam nya bahkan sudah ia buka, menyisakan kaos hitam dan celana bahan.

“River!” Seru Julian dari pinggir taman.

“Apalagi jing?” Walaupun kesal River tetap menghampiri Julian.

“Hukuman lo udah selesai” Penuturan Julian berhasil membawa kembali wajah cerah River.

“Segini doang? Sampe malem juga gue jabanin, hukuman lo kurang berat Jul”

Julian mendengus, River kembali dengan sifat sombongnya.

“Ya kapan-kapan gue kasih lo hukuman yang lebih berat” Ujar Julian.

“Tai lah lo stop ngeselin bisa?” Tanya River.

Julian mengangkat kedua bahunya.

“Najis sariawan kali, irit banget ngomong nya” Sindir River “udahlah gue mau balik, gue sesek satu udara sama orang ngeselin kaya lo”

River berniat untuk pulang, setelah mengambil baju dan tas nya yang di taruh di sebelah Julian.

Julian masih diam bahkan saat River siap untuk melalui dirinya.

Tangan nya dengan kurang aja menahan lengan River.

Pemuda itu terkejut, satu alis River terangkat.

“Apan lagi?” River menjawab dengan nada jengkel.

Tangan Julian yang lain terangkat, River bisa melihat se botol air putih dingin yang berada di tangan pemuda itu.

“Buat lo”

River tetap tak bergeming, menurut nya semua ini terlalu aneh tapi Julian tiba-tiba saja mengangkat tangannya dan membuka telapak tangannya.

Kemudian menaruh air mineral itu di sana.

River masih diam, memandangi punggung Julian yang menjauh.