We're friends
“Jadi lo pergi ke toko tadi karna toko langganan lo hari ini libur?” River membenarkan analisa Julian.
“Lo sendiri kenapa bisa di sini?” River balik bertanya “gue nemenin anak kelas cari barang-barang miniatur” Jawab Julian “terus mana anak kelas yang lainnya?” River mengedarkan matanya ke sekitar “udah pada balik ke sekolah”
“Kenapa lo gak ikut mereka balik juga?”
“Gue punya urusan di sini, jadi gue suruh mereka duluan” Julian menyesap gelas starbucks yang berisikan caffeine kesukaan nya “eh gak sengaja gue ngeliat anak kucing yang lagi keliling sendirian di toko art materials”
River mengerutkan dahinya, “kucing?”
Julian mengangguk, “lo kucing.”
River mengerlingkan pandangannya “kenapa harus disamain sama kucing?” Tanya River “soalnya lo gampang emosian, senggol bacok lagi percis banget kaya kucing garong”
“Bangsat lo” River berniat untuk memukul lengan Julian.
Tetapi Julian berhasil menghindar sebelum kepalan tangan River mendarat.
“Sebenarnya gue gak sendirian” Ungkap River “iya lo bilang lo pergi sama Jericho kan?” Tebak Julian, River mengangguk
“Terus Jericho nya kemana?”
“Dia cabut duluan soalnya harus les, biasalah bokap nya kan rada keras sama dia”
Entah River mendengar atau tidak dengusan kecil yang Julian buat.
“Such a not gentlemen”
“Ninggalin lo sendirian” Tambah Julian “no problem, lagian gue juga udah biasa kemana-mana sendiri”
“Kenapa kemana-mana sendiri? Kan lo punya temen-temen lo itu” Julian tampak bingung.
“Gue gak mau ganggu kegiatan mereka lagipula kemana-mana sendiri itu enak lo gak perlu ngobrol biar gak canggung, lo gak perlu mengimbangi ritme jalan lo sama dia,”
“Lagipula kemana-mana sendiri tuh enak, gak ngerepotin orang”
“Tapi bukannya kalau jalan sendiri itu keliatan ngenes ya?”
River menggeleng, “menurut gue sih enggak. Malah kalau liat orang jalan sendiri tuh kaya keren”
“Keren?”
River mengangguk, “iya keren soalnya gak semua orang berani untuk berkelana sendiri” Tutur River “gak semua orang berani untuk bodo amat sama pandangan orang-orang atau gak semua orang se berani itu untuk ketemu orang lain hanya seorang diri”
Tiba-tiba saja sudut bibir Julian tertarik.
“Lo nyari apa aja di toko tadi?” Julian mengajukan topik pembicaraan baru “gue cuma nyari canvas sama cat sih, tapi khilaf dikit jadi beli kuas juga” Ada nada konyol yang River sertakan di akhir kalimat.
“Lo emang se suka itu sama ngelukis ya Ri?” Tanya Julian “kenapa nanya gitu?” River malah balik bertanya.
“Mata lo” Ungkap Julian “mata lo selalu bersinar tiap gue bahas soal lukisan,”
River tersenyum, “gue suka ngelukis dari sd, awalnya karna nenek gue yang ngasih hadiah alat melukis pas gue ulang tahun di umur yang ke 12”
“Nenek bilang, kalau kamu gak bisa kasih tau apa isi hati kamu lewat tulisan coba kamu taruh di sebuah lukisan”
“Jadi ya gitu, awalnya gue nge lukis cuma buat iseng aja. Pelampiasan dari segala sesuatu yang gak bisa gue utarakan” Julian fokus mendengarkan seseorang di depannya bercerita “eh lama-lama jadi suka, gue suka warna-warna nyatu jadi satu dan menghasilkan gambar yang indah”
“Kaya keren gak sih?”
Julian mengangguk setuju.
River menghembuskan nafasnya, “Nge lukis juga yang ngisi setengah kekosongan hidup gue yang harusnya di isi sama bokap dan nyokap gue”
Entah kenapa River mengucapkan rentetan kalimat itu kepada Julian.
Julian bisa melihat raut kesedihan dari wajah River.
“Gue suka lukisan yang lo buat” Celetuk Julian “yang di dinding ruang tamu rumah lo, itu bikinan lo kan?” Tanya Julian.
River mengangguk “itu hadiah dari gue buat wedding anniversary bokap sama nyokap”
“Kalau kapan-kapan gue mau ngelukis, lo mau ajarin gue gak?”
River diam sejenak, pandangan keduanya bertemu.
“Kalau lo gak mau—
“Mau” Sela River “kapanpun lo mau belajar lukis, lo bisa calling gue”
Julian tersenyum, “kenapa tiba-tiba lo jadi mau?” Tanya Julian.
“Because we’re friend?”