Victor sudah cukup banyak mengambil gambar tentang Alden jadi pemuda itu memutuskan untuk menyudahi terlebih dahulu pemotretan mereka.
“Victor”
Pemuda itu menoleh kearah Alden “kenapa den? ” Tanya Victor “aku boleh nanya gak? ” Victor mengangguk “you can ask me 'bout anything, I will answers it” Entah kenapa perkataan itu keluar dari mulut Victor, padahal sebelumnya ia tidak pernah mau membahas tentang ini, apalagi dengan seorang partner kerja yang terhitung orang asing baginya.
“Kamu udah lama netap di Paris?” Pertanyaan pertama yang Alden berikan cukup classic. Pemuda itu menatap dirinya tanpa lepas “kurang lebih dua tahun” Alden mengangguk “kamu nyaman disini ya? ” Victor terdiam,
Ia tidak tahu. Apakah dirinya benar-benar nyaman atau hanya berusaha membuat dirinya nyaman dengan Paris.
“Kenapa kamu punya pikiran gitu?”
“Gak tau juga tapi menurutku kamu bisa tinggal di negara orang selama dua tahun lebih berarti kamu nyaman di negara itu” Victor mengangguk “kalau kamu sendiri gimana? Nyaman dengan Paris? ” Sekarang gantian Victor yang menatap Alden dengan lekat. Pemuda itu tidak langsung menjawab pertanyaan Victor, netra Alden malah terlihat mengamati setiap material di sekitarnya.
Alden mengangguk dengan semangat “nyaman, nyaman banget. Aku pengen explore Paris lebih jauh deh” Victor ikut senang mendengar hal tersebut, setidaknya Paris membuat pemuda itu senang.
“Aku tuh pengen banget ke Disneyland nya Paris, terus foto sama Mickey Mouse“
Victor terkekeh mendengar penuturan Alden “kamu kenapa ketawa? ” Bibir Victor terkatup, “gapapa aku ngakak aja kamu mau ketemu Mickey Mouse tapi kan mereka gak nyata den” Victor bisa melihat wajah merengut Alden “kamu sama aja kaya Noni sama Machel” Tutur Alden “kenapa mereka? ” Victor terlihat penasaran “gak percaya kalau Mickey Mouse nyata. “
“Hahaha, sekarang aku tau kenapa mereka manggil kamu 'dedek'. ” Alden memberi pandangan tanya kearah Victor, “emang kenapa? ” Timpal pemuda itu “badan kamu emang bertambah besar, tapi pikiran kamu masih polos kaya anak kecil. “
“Aku bukan anak kecil woi! ” Bantah Alden, ia merasa tidak terima di cap anak kecil oleh Victor, cukup sudah Noni dan Machel jangan bertambah Victor.
“Haha, Alden bocil”
Victor yang diberi tatapan tajam oleh Alden, merasa bahaya akan menghampiri nya. Ia memilih memundurkan langkahnya dengan perlahan.
“Hehe, becanda den” Alden acuh
itu ia malah semakin menatap tajam kearah Victor.
“Den, den liat tuh! ” Alden mengikuti arah telunjuk Victor, netra nya tidak melihat apapun. Ia kembali menatap kearah Victor, ternyata pemuda itu sudah kabur lebih dahulu.
“Victor! Jangan lari kamu! “
“Ampun dek! “
Kurang lebih sudah lima belas menit mereka bermain kejar-kejaran dengan arah yang tidak menentu. Mereka akhirnya mulai merasa lelah dan memilih menyudahi permainan tersebut.
Bahu keduanya bersandar di salah satu bangunan tua yang menjulang tinggi keatas.
“Hah..hah.. Cape juga ya” Victor masih berusaha mengatur nafasnya yang berantakan, Alden menoleh kearah Victor. Ternyata jarak mereka sangat dekat, bahkan bahu keduanya saling bersentuhan.
Alden mengangguk setuju “sama, udah lama gak nge gym kerasa juga cape nya” Timpal Alden.
Baik Victor dan Alden tidak ada yang berbicara karena mereka sedang sibuk meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
“Victor, Alden”
Keduanya menoleh kearah sumber suara, ternyata yang memanggil mereka adalah Ray. Pemuda itu berjalan kearah Victor dan Alden.
Mata Victor bisa melihat pemuda itu mengambil foto dirinya dengan Alden.
“Alden sini deh” Pinta Ray “bagus nih backgroundnya Eiffel. “ Alden menuju ke arah yang Ray mau. “Muka gua udah buluk Ray” Pemuda itu menggeleng, tidak terima dengan perkataan Alden “bagus gila, keringet lo ngebuat natural. Udah diem situ” Alden mengangguk patuh saja.
Alden benar-benar menuruti perkataan Ray, mulai dari gerakan yang pemuda itu mau. Tatapan, hingga mimik wajah.
Kemudian Alden melihat Ray menaruh kameranya “gila den, lo keren banget si” Lagi-lagi Ray memuji nya. Alden bisa melihat Victor berjalan menghampiri Ray.
“Hot abis kan tor? “ Ray memperlihatkan kepada Victor sebuah foto Alden dengan peluh keringat yang membasahi baju pemuda itu. Di tambah pose Alden yang sengaja memperlihatkan tegak nya leher pemuda itu, hingga Victor bisa melihat bagaimana *jakun*” Alden begitu tajamnya.
Seperti meminta Victor untuk menjilat organ tersebut.
“Woy!” Ray menepuk bahu Victor “Bengong aja lo, pasti lagi mikir jorok ya lo” Sial, tebakan Ray sangat tepat sasaran, “mana ada, gua bukan orang mesum kaya lo” Tapi Victor jelas membantahnya.
Ray tampak cuek, pandangannya beralih kearah Alden yang ternyata sudah berteduh di bayangan tinggi dari bangunan tua.
“Lo kesono dah tor” Dahi Victor menyatu “buat apa? ” Tanya pemuda itu “udah nurut aja ngapa” Victor mendengus kemudian berjalan ke arah Alden.
“Coba tor taro tangan lo di tembok, ” Victor dengan malas mengikuti perintah Ray “Alden geser dikit” Perintah Ray “nahh good“
“Tahan ya”
Posisi nya sekarang cukup ambigu, Victor seperti sedang mengungku Alden. Wajah nya menghadap jelas kearah Alden, walaupun tubuh mereka tidak saling bersentuhan tetapi nafas satu sama lain mampu membuat Alden sedikit gugup. Ia berusaha mengalihkan pandangannya dari Victor, berusaha menatap kearah kamera milik Ray.
Sedangkan Victor sendiri bisa melihat bagaimana butiran keringat menghiasi wajah putih Alden. Victor tidak takut untuk menatap netra bulat layaknya kelinci milik Alden.
Dari posisinya sekarang Victor bisa melihat, bagaimana halusnya kulit pemuda itu. Seakan-akan jika di sentuh secara asal permukaan kulit tersebut akan hancur, netra nya turun hingga ke leher dan entah kenapa pikiran lain masuk kedalam kepala Victor. Ia jadi membayangkan bagaimana leher putih milik Alden di penuhi bercak merah yang hampir keunguan dan itu semua karena nya. Bagaimana jakun yang sejak tadi tidak berhenti bergerak menjadi diam oleh mulutnya.
sial, sial, sial
Alden sungguh sial, karena pemuda itu sungguh panas hingga seorang Victor yang dingin ingin merasakan panas.

“Gosh, you're like Oliver and Eliot! “
Seruan dari Ray berhasil mengembalikan pikiran rasional Victor, pemuda itu buru-buru menepis pikiran kotor yang singgah berapa waktu lalu.
“Lebay lo mah” Tutur Victor, tapi Ray abay. “Coba sekarang ganti gaya dah” Keduanya terdiam “ganti gimana? ” Alden tampak bingung.
“Hadeh, masa begitu doang gak ngerti si” Ray berdecak pinggang “sebebas lo berdua, buat seakan-akan kalian pasangan yang lagi honeymoon ke Paris”
Entah kenapa perkataan Ray membuat semu merah timbul di pipi Alden, “ngawur banget omongan lo dah” Sindir Victor.
“Dihh, kan seakan-akan anjir, kalau mau beneran lo berdua nikah dulu sono”
“Gak usah dengerin den, anaknya agak rada-rada” Alden terkekeh mendengar Victor yang menghina temannya sendiri. “Kamu juga dong berarti” Victor terlihat bingung “kok aku juga? “
“Kamu kan temennya Ray, kalau kamu waras gak mungkin mau nemenin dia” Victor terkekeh, bukan. Bukan karena perkataan Alden, tetapi karena tawa Alden yang terasa seperti menyuruhnya juga untuk tertawa.
“Aku gak temenan sama dia, sebenarnya aku pungut dia dari jalanan”
“Berarti kamu orang baik dong” Victor mengangguk “I'm good boy” Pandang mereka bertemu “but I can be bad boy for you” Alden yang mendengar itu buru-buru memutus pandangan mereka. Ia tidak sanggup di tatap sebegitu seduktif nya oleh Victor, tatapan pemuda itu terlihat sangat tajam namun juga menggoda secara bersamaan.
“Udah belum nih flirting nya? Kalau belum lanjutin deh, tapi jangan lama-lama panas nih cuk”
Victor mengalihkan pandangannya kearah Ray, “berisik banget lo kadal ragunan” Ray mendengus. “Gece tor, nanti lagi lah sesi pdkt nya, sekarang kerja dulu boss” Victor mendengus, sedangkan Alden hanya tertawa mendengar nya.
“Alden, sorry” Alden tidak diberikan waktu untuk mengerti maksud Victor, karena karena pemuda itu langsung menaruh kedua tangan nya di antara tubuh Alden.
Untuk kali ini Victor benar-benar mengungkung pemuda di hadapannya, Alden yang bingung harus berbuat apa lebih memilih menatap mata kelam milik Victor.
Keduanya sama-sama bisa merasakan hidung mancung milik mereka saling bersentuhan. Dan keduanya sama-sama menahan nafas, entah karena gugup atau terkejut.
Ray berpindah tempat kearah samping, pemuda itu kemudian memotret mereka berdua.
cekrek
“Gilss, très cool“
Sesudahnya Victor memundurkan badannya, merubah posisi mereka jadi lebih berjarak, pemuda itu merasa takut Alden tidak nyaman. Netra mereka kembali bertemu, walaupun hanya sejenak karena keduanya buru-buru beralih ke arah lain. Sepertinya mereka memang sedang malu untuk saling menatap.
Ray yang melihat itu hanya berdecak malas
“Cihh, kaya remaja lagi kasmaran aja.”