sea

Saat ini Alden bersama teman setim nya sudah sampai di penginapan yaitu hotel dengan gaya Europe classic. Sebelum memulai aktivitas yang lain, mereka memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu di restoran milik hotel.

Saat masuk kedalam restoran Alden sedikit kagum dengan pemandangan yang disuguhkan oleh hotel tersebut apalagi di area outdoor restoran. Alden bisa melihat laut dengan gunung di belakang nya.

Alden duduk dengan Machel, Noni dan Shearen. Victor dan Ray entah kenapa memilih meja yang lain.

“Lo kenapa si chel?” Tanya Alden, karena sejak tadi Machel menatap dirinya dengan pandangan aneh dan senyum misterius, “gapapa” Jawab Machel “gapapa tapi natap gua kek orang aneh gitu, freak tau” Tutur Alden.

“Atau jangan-jangan sebenarnya lo suka sama gua?” Machel mendengus “pede gila, ogah gua suka sama lo” Bantah Machel “terus kenapa natap gua gitu?” Cecar Alden “lo gak inget kejadian di kereta kah dek?” Pertanyaan Machel membuat Alden terdiam “kejadian apa?” Sungguh Alden merasa tidak ada kejadian aneh di kereta tadi. “Dih lo mah pura-pura gak tau ya” Ujar Machel “santai aja si gak usah malu, gua doang kok yang liat hehe” Alden semakin mengerutkan alisnya “hah? Ada apasih chel. Lo liat apan?” Tanya Alden “lo beneran gak tau?” Alden menggeleng “shit gua kira lo becanda” Kata Machel. “Emang apansi chel?” Noni mulai masuk kedalam pembicaraan, Machel menggeleng “bukan apa-apa kok hehe, lupain aja” Machel terlihat tidak ingin memperpanjang bahasan kali ini.

“Lebih baik lo gak tau dek, kalau tau pasti lo gabakal mau photoshoot sama si Victor” Lirih Machel namun masih bisa di dengar oleh Shearen karena perempuan itu duduk di sebelah nya.

Alden sendiri sebenarnya masih penasaran tetapi perutnya lebih membutuhkan asupan energi. Jadi Alden lebih memilih fokus dengan hidangan yang sudah di sajikan di atas meja.

Sesudah menyantap makan siang dan istirahat sejenak, Alden sekarang sudah siap dengan pakaian untuk Photoshoot hari ini. Alden suka dengan pakaiannya hari ini, dirinya terlihat lebih panas daripada biasanya. Sekarang Alden berjalan menuju kolam renang yang berada di belakang hotel. Itu memang akan menjadi lokasi pemotretan mereka hari ini.

“Penampilan gua bagus kan non?” Alden menoleh kearah Noni yang sedang bersamanya saat ini “lo manis nanya? Bagus lah gila, kan gua yang dandanin” Sombong nya “serius loh” Noni mendengus “bagus dedek ku sayang, lo udah cocok jadi supermodel” Ujar Noni “lah kan emang” Kata Alden, Noni ingin membantah tapi itu semua fakta. “Emang kenapa si? Tumben lo insecure gitu” Noni cukup penasaran karena pada dasarnya Alden adalah orang paling percaya diri yang Noni temui setelah Machel pastinya. “Gapapa, gua takut jelek aja nanti pas di foto” Noni masih ingin bertanya lebih jauh tetapi ia urungkan karena mereka saat ini sudah sampai di lokasi.

Alden berjalan mendekati Machel, perempuan itu sedang melakukan pemotretan. Alden selalu kagum dengan Machel saat sesi pemotretan seperti ini. Perempuan itu begitu bebas meliukan tubuhnya, dan berhasil memberikan kesan indah. Machel kali ini mengenakan dress pantai pendek yang memperlihatkan lekukan tubuh perempuan itu dan juga menonjolkan paha milik sang model. Alden juga suka saat dress putih dan biru itu berkibar karena angin Annecy siang ini.

“Eh Alden” Rupanya Ray baru menyadari kehadiran Alden “sheesh lo keren parah den” Puji Ray “mulai deh, lo lebay” Ujar Alden. “Lo mah gak percayaan, kalau si Victor liat juga pasti tuh orang langsung mimisan saking hot nya lo sekarang” Alden tidak mengambil serius perkataan Ray.

“Alden” Tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Alden berbalik, dan pandangan mereka bertemu.

Deg.

Victor terdiam, ia terdiam karena ia terpana dengan penampilan Alden saat ini. Alden dengan setelan kemeja tipis berwarna pink pastel yang hanya membuat pemuda itu manis dan panas secara bersamaan. Mata Victor turun kebawah dan semakin terpana saat melihat kaki jenjang Alden hanya terbalut celana jeans pendek berwarna putih. Memperlihatkan bagaimana kaki putih milik Alden terekspos begitu saja.

“Victor!” Panggilan Alden menyadarkan Victor “iya kenapa den?” Tanya Victor “itu kamu..” Alden menunjuk hidungnya sendiri.

Victor merasakan seperti ada yang mengalir turun di hidungnya

“kamu mimisan”

Setelahnya terdengar tawa kencang dari seorang Ray.

Tepat pukul tujuh pagi waktu Paris. Alden, Machel dan Noni sampai di Gare de Lyon. Salah satu stasiun kota api di Paris, France.

“Halo guys!” Suara Shearen mencuri perhatian ketiganya “halo ren” Noni yang paling semangat menjawab “halo guys” Sapa Ray, ternyata Shearen datang bersama pemuda itu “temen lo mana Ray?” Tanya Machel “Siapa, Victor?” Ray malah balik bertanya “iyalah kan gua cuma tau satu doang temen lo” Ujar Machel “dia lagi beli Starbucks di depan stasiun” Alden sebenarnya tidak ingin tau keberadaan Victor tetapi perbincangan Machel dan Ray terdengar oleh gendang telinganya.

Tidak lama kemudian Alden melihat satu sosok pemuda tangguh, yang cukup mencolok karena memiliki postur tubuh cukup tinggi daripada yang lainnya sedang berjalan kearahnya. Kaki panjang pemuda itu berjalan pasti menuju nya.

“Halo semua, sorry gua kelamaan ya?” Victor terlihat tidak enak hati karena membuat banyak orang menunggu nya, Shearen menggeleng “gapapa santai aja tor” Ucap perempuan itu. “Ehh by the way kereta kita berangkat jam berapa ren?” Tanya Noni “jam tujuh empat puluh non” Alden hanya mendengarkan perbincangan teman-temannya. Diam-diam matanya mencuri pandang kearah Victor, memperhatikan bagaimana tampannya pemuda itu dengan t-shirt biru dan jeans hitamnya. Terlihat sangat simple tetapi sudah cukup memanah hati Alden.

Alden juga melihat pemuda itu hanya membawa dua ransel besar yang Alden duga sebagian besar isinya adalah perlengkapan pemotretan.

Sial. Victor mengetahui bahwa dirinya sedaritadi memperhatikan pemuda tersebut, buru-buru Alden mengalihkan pandangannya kearah lain. Victor sendiri hanya tersenyum melihat tingkah Alden, menurutnya ekspresi malu Alden sangat lucu.

Alden sendiri mencoba untuk masuk kedalam perbincangan teman-temannya yang lain, tidak mau sedikit pun melakukan eye contact dengan Victor karena dirinya masih malu.

Tanpa sadar waktu terus berjalan, hingga suara pemberitahuan mengalihkan fokus mereka semua.

Attention please, In few minutes, BFs Willis will depart from Paris to Annecy. This train will stop at: Lyon Part Dieu, Gare d'Annecy, Thank you.

Attention, dans quelques minutes, BFs Willis partira de Paris pour Annecy. Ce train s'arrêtera à : Lyon Part Dieu, Gare d'Annecy, Merci.

Pemberitahuan tersebut membuat keenam orang itu bergegas menuju pintu kedatangan kereta mereka. Alden berjalan cukup cepat, pemuda itu menarik satu koper yang berisi keperluannya selama di Annecy.

- – -

Alden langsung mengambil tempat duduk di dekat jendela, sengaja agar bisa melihat berbagai pemandangan indah. Ia mulai mengeluarkan ponsel miliknya, berniat mengisi waktu kosong sebelum keberangkatan. Tetapi tiba-tiba satu suara menginterupsi nya.

Excuse me” Alden menoleh ke samping, ia sedikit terkejut saat melihat siapa seseorang di hadapan nya saat ini “aku boleh duduk di sini?” Sebenarnya Alden ingin menolak, ia masih malu atas kejadian beberapa waktu lalu “yang lain udah penuh” Ujar Victor, Alden memang melihat teman teman-temannya yang lain sudah berpasangan dan tinggal dirinya yang belum. Ia menghela nafas sejenak “boleh, duduk aja”

Setelah mendengar jawaban Alden Victor langsung duduk di sebelah pemuda itu.

Sesudah melakukan pengecekan tiket Alden baru saja menyadari bahwasanya bangku nya dan milik Victor memang dipesan bersebelahan. Alden sempat melihat wajah Victor selama beberapa saat, pemuda itu terlihat cuek, dsn fokus dengan ponsel nya. Alden bisa bernafas lega, karena artinya Victor tidak akan membahas hal memalukan beberapa waktu lalu.

Kereta mulai berjalan, dan perjalanan di mulai, Alden memilih mengisi waktu perjalanan dengan membaca buku, satu menit menjadi belasan menit hingga puluhan menit.

“Kamu baca buku Harry Potter juga?” Suara Victor memecah fokus Alden, ia menoleh kearah Victor, kemudian mengangguk “kamu suka juga?” Victor mengangguk “seneng deh kalau bisa ketemu sesama Potterhead” Ucap Alden dengan raut yang bergembira. “What’s your house?” Tanya Victor “Gryffindor” Jawab Alden “oww, the litte lion?” Goda Victor, Alden tertawa “kalau kamu?” Tanyanya “guess” Perintah Victor. Alden terdiam sejenak, mengamati wajah Victor sembari menebak house pemuda tersebut. “I guess you’re Ravenclaw or.. Slytherin”

“Haha kok bisa tau aku Slytherin” tawa Victor sedikit membuat Alden terpesona, “tau dong, muka kamu serem soalnya kaya Voldy” Celetuk Alden “asu aku di samain sama si botak” Alden tertawa saat mendengar ucapan Victor di akhir.

“Oh ya character yang paling kamu suka di Harry Potter siapa den?”

“Neville Longbottom” Jawab Alden dengan semangat “really, why?” Tanya Victor “dia tuh pemberani banget loh vic, yeah maybe di awal masuk Hogwarts he’s like loser, but kamu liat di akhir bahkan dia jadi salah satu yang paling berani ngelawan death eater

“Oh iya, dia juga pernah kan jadi pemimpin Dumbledore Army, do you remember it?” Victor mengangguk “I remember, tapi aku kaget aja aku kira kamu bakal suka Harry or Hermonie” Asumsi Victor, Alden menggeleng “I like they're but I love Neville more.” Kata Alden.

“Kalau disuruh milih kamu lebih suka Neville atau aku?” Victor mendekatkan wajahnya kepada Alden

Alden terdiam, ia tidak tahu kenapa Victor harus mempertanyakan hal itu.

“Dih kepo”

“Loh gak boleh gitu harus jawab dong”

Alden tidak menghiraukan perkataan Victor, ia memilih kembali fokus kepada buku di genggamnya. Sembari mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak dengan cepat.

Victor hanya geleng-geleng kepala, ia membiarkan Alden kembali fokus dengan bacaannya. Ia sendiri memilih untuk memejamkan matanya karena rasa kantuk yang tiba-tiba menyerangnya.

Waktu terus berlalu, Victor terbangun karena merasakan bahunya sedikit terasa berat. Dan saat pertama kali membuka mata yang ia lihat adalah pemandangan indah. Alden sedang tertidur di bahu nya.

Pemuda itu terlihat sangat nyenyak tertidur, sampai tidak sadar bahwasanya ia tidur di bahu Victor.

Victor tersenyum, Ia terpesona dengan wajah tidur Alden, terlihat sangat menggemaskan. Bibir tebal itu mempout dan mata bulatnya terpejam hingga Victor bisa melihat dengan jelas bulu mata lentik milik Alden. Kacamata bergaya owl entah sejak kapan sudah bertengger di hidung Alden. Itu hanya membuat Alden semakin terlihat menggemaskan di mata Victor.

Oh God, I think I’m falling in love to him.

Victor sudah cukup banyak mengambil gambar tentang Alden jadi pemuda itu memutuskan untuk menyudahi terlebih dahulu pemotretan mereka.

“Victor”

Pemuda itu menoleh kearah Alden “kenapa den? ” Tanya Victor “aku boleh nanya gak? ” Victor mengangguk “you can ask me 'bout anything, I will answers it” Entah kenapa perkataan itu keluar dari mulut Victor, padahal sebelumnya ia tidak pernah mau membahas tentang ini, apalagi dengan seorang partner kerja yang terhitung orang asing baginya.

“Kamu udah lama netap di Paris?” Pertanyaan pertama yang Alden berikan cukup classic. Pemuda itu menatap dirinya tanpa lepas “kurang lebih dua tahun” Alden mengangguk “kamu nyaman disini ya? ” Victor terdiam,

Ia tidak tahu. Apakah dirinya benar-benar nyaman atau hanya berusaha membuat dirinya nyaman dengan Paris.

“Kenapa kamu punya pikiran gitu?”

“Gak tau juga tapi menurutku kamu bisa tinggal di negara orang selama dua tahun lebih berarti kamu nyaman di negara itu” Victor mengangguk “kalau kamu sendiri gimana? Nyaman dengan Paris? ” Sekarang gantian Victor yang menatap Alden dengan lekat. Pemuda itu tidak langsung menjawab pertanyaan Victor, netra Alden malah terlihat mengamati setiap material di sekitarnya.

Alden mengangguk dengan semangat “nyaman, nyaman banget. Aku pengen explore Paris lebih jauh deh” Victor ikut senang mendengar hal tersebut, setidaknya Paris membuat pemuda itu senang.

“Aku tuh pengen banget ke Disneyland nya Paris, terus foto sama Mickey Mouse

Victor terkekeh mendengar penuturan Alden “kamu kenapa ketawa? ” Bibir Victor terkatup, “gapapa aku ngakak aja kamu mau ketemu Mickey Mouse tapi kan mereka gak nyata den” Victor bisa melihat wajah merengut Alden “kamu sama aja kaya Noni sama Machel” Tutur Alden “kenapa mereka? ” Victor terlihat penasaran “gak percaya kalau Mickey Mouse nyata. “

“Hahaha, sekarang aku tau kenapa mereka manggil kamu 'dedek'. ” Alden memberi pandangan tanya kearah Victor, “emang kenapa? ” Timpal pemuda itu “badan kamu emang bertambah besar, tapi pikiran kamu masih polos kaya anak kecil. “

“Aku bukan anak kecil woi! ” Bantah Alden, ia merasa tidak terima di cap anak kecil oleh Victor, cukup sudah Noni dan Machel jangan bertambah Victor.

“Haha, Alden bocil”

Victor yang diberi tatapan tajam oleh Alden, merasa bahaya akan menghampiri nya. Ia memilih memundurkan langkahnya dengan perlahan.

“Hehe, becanda den” Alden acuh itu ia malah semakin menatap tajam kearah Victor.

“Den, den liat tuh! ” Alden mengikuti arah telunjuk Victor, netra nya tidak melihat apapun. Ia kembali menatap kearah Victor, ternyata pemuda itu sudah kabur lebih dahulu.

“Victor! Jangan lari kamu! “

“Ampun dek! “

Kurang lebih sudah lima belas menit mereka bermain kejar-kejaran dengan arah yang tidak menentu. Mereka akhirnya mulai merasa lelah dan memilih menyudahi permainan tersebut.

Bahu keduanya bersandar di salah satu bangunan tua yang menjulang tinggi keatas.

“Hah..hah.. Cape juga ya” Victor masih berusaha mengatur nafasnya yang berantakan, Alden menoleh kearah Victor. Ternyata jarak mereka sangat dekat, bahkan bahu keduanya saling bersentuhan.

Alden mengangguk setuju “sama, udah lama gak nge gym kerasa juga cape nya” Timpal Alden.

Baik Victor dan Alden tidak ada yang berbicara karena mereka sedang sibuk meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

“Victor, Alden”

Keduanya menoleh kearah sumber suara, ternyata yang memanggil mereka adalah Ray. Pemuda itu berjalan kearah Victor dan Alden.

Mata Victor bisa melihat pemuda itu mengambil foto dirinya dengan Alden.

“Alden sini deh” Pinta Ray “bagus nih backgroundnya Eiffel. “ Alden menuju ke arah yang Ray mau. “Muka gua udah buluk Ray” Pemuda itu menggeleng, tidak terima dengan perkataan Alden “bagus gila, keringet lo ngebuat natural. Udah diem situ” Alden mengangguk patuh saja.

Alden benar-benar menuruti perkataan Ray, mulai dari gerakan yang pemuda itu mau. Tatapan, hingga mimik wajah.

Kemudian Alden melihat Ray menaruh kameranya “gila den, lo keren banget si” Lagi-lagi Ray memuji nya. Alden bisa melihat Victor berjalan menghampiri Ray.

Hot abis kan tor? “ Ray memperlihatkan kepada Victor sebuah foto Alden dengan peluh keringat yang membasahi baju pemuda itu. Di tambah pose Alden yang sengaja memperlihatkan tegak nya leher pemuda itu, hingga Victor bisa melihat bagaimana *jakun*” Alden begitu tajamnya.

Seperti meminta Victor untuk menjilat organ tersebut.

“Woy!” Ray menepuk bahu Victor “Bengong aja lo, pasti lagi mikir jorok ya lo” Sial, tebakan Ray sangat tepat sasaran, “mana ada, gua bukan orang mesum kaya lo” Tapi Victor jelas membantahnya.

Ray tampak cuek, pandangannya beralih kearah Alden yang ternyata sudah berteduh di bayangan tinggi dari bangunan tua.

“Lo kesono dah tor” Dahi Victor menyatu “buat apa? ” Tanya pemuda itu “udah nurut aja ngapa” Victor mendengus kemudian berjalan ke arah Alden.

“Coba tor taro tangan lo di tembok, ” Victor dengan malas mengikuti perintah Ray “Alden geser dikit” Perintah Ray “nahh good

“Tahan ya”

Posisi nya sekarang cukup ambigu, Victor seperti sedang mengungku Alden. Wajah nya menghadap jelas kearah Alden, walaupun tubuh mereka tidak saling bersentuhan tetapi nafas satu sama lain mampu membuat Alden sedikit gugup. Ia berusaha mengalihkan pandangannya dari Victor, berusaha menatap kearah kamera milik Ray.

Sedangkan Victor sendiri bisa melihat bagaimana butiran keringat menghiasi wajah putih Alden. Victor tidak takut untuk menatap netra bulat layaknya kelinci milik Alden.

Dari posisinya sekarang Victor bisa melihat, bagaimana halusnya kulit pemuda itu. Seakan-akan jika di sentuh secara asal permukaan kulit tersebut akan hancur, netra nya turun hingga ke leher dan entah kenapa pikiran lain masuk kedalam kepala Victor. Ia jadi membayangkan bagaimana leher putih milik Alden di penuhi bercak merah yang hampir keunguan dan itu semua karena nya. Bagaimana jakun yang sejak tadi tidak berhenti bergerak menjadi diam oleh mulutnya.

sial, sial, sial

Alden sungguh sial, karena pemuda itu sungguh panas hingga seorang Victor yang dingin ingin merasakan panas.

“Gosh, you're like Oliver and Eliot! “

Seruan dari Ray berhasil mengembalikan pikiran rasional Victor, pemuda itu buru-buru menepis pikiran kotor yang singgah berapa waktu lalu.

“Lebay lo mah” Tutur Victor, tapi Ray abay. “Coba sekarang ganti gaya dah” Keduanya terdiam “ganti gimana? ” Alden tampak bingung.

“Hadeh, masa begitu doang gak ngerti si” Ray berdecak pinggang “sebebas lo berdua, buat seakan-akan kalian pasangan yang lagi honeymoon ke Paris”

Entah kenapa perkataan Ray membuat semu merah timbul di pipi Alden, “ngawur banget omongan lo dah” Sindir Victor.

“Dihh, kan seakan-akan anjir, kalau mau beneran lo berdua nikah dulu sono”

“Gak usah dengerin den, anaknya agak rada-rada” Alden terkekeh mendengar Victor yang menghina temannya sendiri. “Kamu juga dong berarti” Victor terlihat bingung “kok aku juga? “

“Kamu kan temennya Ray, kalau kamu waras gak mungkin mau nemenin dia” Victor terkekeh, bukan. Bukan karena perkataan Alden, tetapi karena tawa Alden yang terasa seperti menyuruhnya juga untuk tertawa.

“Aku gak temenan sama dia, sebenarnya aku pungut dia dari jalanan”

“Berarti kamu orang baik dong” Victor mengangguk “I'm good boy” Pandang mereka bertemu “but I can be bad boy for you” Alden yang mendengar itu buru-buru memutus pandangan mereka. Ia tidak sanggup di tatap sebegitu seduktif nya oleh Victor, tatapan pemuda itu terlihat sangat tajam namun juga menggoda secara bersamaan.

“Udah belum nih flirting nya? Kalau belum lanjutin deh, tapi jangan lama-lama panas nih cuk”

Victor mengalihkan pandangannya kearah Ray, “berisik banget lo kadal ragunan” Ray mendengus. “Gece tor, nanti lagi lah sesi pdkt nya, sekarang kerja dulu boss” Victor mendengus, sedangkan Alden hanya tertawa mendengar nya.

“Alden, sorry” Alden tidak diberikan waktu untuk mengerti maksud Victor, karena karena pemuda itu langsung menaruh kedua tangan nya di antara tubuh Alden.

Untuk kali ini Victor benar-benar mengungkung pemuda di hadapannya, Alden yang bingung harus berbuat apa lebih memilih menatap mata kelam milik Victor.

Keduanya sama-sama bisa merasakan hidung mancung milik mereka saling bersentuhan. Dan keduanya sama-sama menahan nafas, entah karena gugup atau terkejut.

Ray berpindah tempat kearah samping, pemuda itu kemudian memotret mereka berdua.

cekrek

“Gilss, très cool

Sesudahnya Victor memundurkan badannya, merubah posisi mereka jadi lebih berjarak, pemuda itu merasa takut Alden tidak nyaman. Netra mereka kembali bertemu, walaupun hanya sejenak karena keduanya buru-buru beralih ke arah lain. Sepertinya mereka memang sedang malu untuk saling menatap.

Ray yang melihat itu hanya berdecak malas

“Cihh, kaya remaja lagi kasmaran aja.”

Alden berjalan dengan sedikit cepat, membelah para pejalan kaki lainnya. Bahkan sang sahabat hampir ia tinggal jika tidak berusaha mengikuti ritme Alden, semua itu di lakukan hanya untuk seseorang. Untuk seseorang yang sudah menunggu Alden sedari tadi, dan ia tidak suka akan hal itu.

“Alden! Hah.. hah, lo jalan cepet banget si, santai aja kali” Alden menoleh kearah Machel, kondisi perempuan itu tidak jauh berbeda dengannya saat ini, kelelahan. “Gak bisa chel, gua udah di tunggu Victor” Machel sedikit bingung mendengar hal itu, “harus sampe segitunya emang? ” Pertanyaan itu lolos keluar dari mulut Machel, Alden mengangguk “gua gak enak aja. “

Machel ingin kembali berbicara tetapi suara seseorang menginterupsi lebih dahulu.

“Alden”

Seseorang pria tangguh datang menghampiri Alden, raut wajah pria itu terlihat cerah layaknya cuaca pada siang hari ini.

“Victor.. Sorry banget pasti udah nunggu lama ya? “ Victor bisa melihat tatapan bersalah dari mata Alden, ia buru-buru menggeleng “gak papa den santai aja, baru lewat lima menit juga” Keduanya secara bersamaan melirik kearah jam tangan milik masing-masing.

“Tuh Victor nya aja santai den” Suara Machel mengalihkan perhatian Victor dan Alden “gua?” Victor menunjuk dirinya sendiri, Machel mengangguk “iya tadi si dedek buru-buru banget sampe gua mau di tinggalin, takut lo marah katanya” Alden menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, entah kenapa ia hanya merasa malu saat ini. “Haha, gak papa kali den. Aku gak mungkin marah sama.. ” Victor melirik sekilas kearah Machel yang berada di samping Alden.

Victor mendekatkan tubuhnya kearah Alden, “sama seseorang semanis kamu” Suara berat itu masuk kedalam pendengaran Alden. Sumpah saat ini Alden tidak berani menatap Victor, bahkan sekedar mengangkat wajah pun ia tidak sanggup.

Sedangkan si pria tangguh itu merasa puas karena bisa menggoda Alden, ia tersenyum kecil kemudian memberi jarak lebih banyak antara dirinya dan Alden.

“Kalau gitu aku tunggu disana ya den” Victor menunjuk satu bangunan tua di ujung jalan “kamu sekarang bisa siap-siap dulu” Alden mengangguk dengan patuh.

See you Alden”

See you vic” Alden membalas lambaian tangan Victor, mata bulatnya bisa melihat bagaimana senyum tampan yang Victor berikan kepadanya, kalau boleh jujur Alden terpana dengan itu.

Senggolan Machel di bahu nya berhasil mengembalikan Alden kedalam dunia realitas.

“Apaansi cel? ” Gerutu Alden.

Senyum misterius timbul di wajah Machel “lo berdua ada 'apa apa' ya? ” Alden mengernyit bingung mendengar itu “ada 'apa apa', apansi? ” Machel mendengus sebal, “jangan pura-pura gak tau deh lo dek” Tukas Machel “loh emang gua gak tau anjir” Timpal Alden.

“Atau jangan-jangan belum sampe tahap itu ya.. ” Ujar Machel, “masih pdkt kah? “ Alden yang mendengar nya hanya geleng-geleng kepala “gak jelas lo mah cel, gua sama Victor gak ada apa-apa gila” Bantah Alden dengan tegas.

“Tapi—”

“Udah lah gua mau touch up” Sela Alden. Pemuda itu berjalan meninggalkan Machel “oh iya menurut gua lo kudu minum air putih cel, soalnya lo rada ngawur dari tadi” Saran Alden.

Machel tidak menanggapi lebih jauh perkataan Alden, perempuan itu tetap diam bahkan saat Alden sudah beranjak pergi.

“Gua harus cerita ini ke Noni si. “


Pemuda itu tidak tahu sudah berapa lama waktu yang ia habiskan untuk bersiap diri, yang jelas saat ini dengan pasti langkah nya menuju satu sosok pria tangguh yang sedang berbicara dengan pria lainnya.

Sesudah dekat dengan mereka Alden terdiam, tidak tahu harus apa. Ia takut merusak pembicaraan dua pria dengan lensa kamera di tangan masing-masing.

“Alden” Suara Ray yang pertama kali masuk kedalam pendengaran Alden, ternyata sapaan Ray membuat Victor yang tadinya memunggungi Alden akhirnya berbalik.

You look so fine den” Puji Ray “bisa aja lo Ray” Gurau Alden, berusaha terlihat santai di hadapan seseorang. “Tapi kalau di liat-liat lo cocok banget den jadi si Elio” Tutur Ray.

“Mana ada anjir, ngaco lo Ray” Bantah Alden, karena menurut nya dia tidak ada miripnya dengan satu karakter yang Ray sebut. “Dih gak percayaan, tanya aja si Victor” Keduanya melirik kearah Victor yang masih terdiam.

Alden tidak tahu Victor sedang memikirkan apa, tapi yang jelas pemuda itu menatap Alden dengan lekat tanpa kedip. Jika boleh jujur Alden sedikit malu di tatap begitu intens oleh Victor.

“Woy tor! “

Ray memukul bahu Victor dengan cukup kuat, “apan dah mukul-mukul” Victor terlihat dongkol dengan Ray “lo kenapa dah? gua panggil gak nyaut” Tanya Ray, “sorry gak fokus tadi gua” Ucap Victor.

“Ahh gua tau.. ” Victor menatap teman nya dengan penuh maksud, “tau apan? ” Tanya Victor, “lo pasti lagi terkagum-kagum sama Alden kan” Victor hanya bisa menatap tajam kearah Ray yang saat ini sedang menunjuk kearah nya.

“Sok tau banget lo cunguk” Victor menampar main-main pipi Ray. Alden sejak tadi hanya memperhatikan kedua pemuda itu dalam diam “dihh parah banget gua di tampar” Ray memegangi pipinya “makanya jangan ngawur” Timpal Victor

“Orang gua cuma nebak,” Sahut Ray “ngaco tebakan lo” Balas Victor

“Masa? Lo aja dari tadi natap Alden gak kedip” Cibir Ray.

Victor buru-buru melihat kearah Alden yang ternyata sedang menatap kearahnya juga. Pemuda itu memberi pandangan yang tidak bisa Victor tebak sama sekali.

Bangsat banget congor lo Ray gerutu Victor dalam hati.

“Ray, tuh si Machel udah nunggu” Victor sengaja mengalihkan pembicaraan, benar Ray melihat Machel di sana. Ia mendengus karena gagal membuat Victor malu di depan Alden.

“Jadi ceritanya lo lagi ngusir gua ya” Sindir Ray “kerja brodie” Ray mendengus malas mendengarnya,

“Yaudah Alden gua kerja dulu ya” Alden mengangguk “enjoy Ray” Pesan Alden “siap den, lo juga hati-hati. Si Victor bisa ngegigit”

“Ngawur lo anjing. “

Ray berlari dengan cepat sebelum Victor sempat memukul pemuda itu. Menyisakan Victor dengan Alden dan segala kecanggungan mereka.

“Hkm! “

Suara tersebut membuat Alden menoleh kearah Victor “jangan dengerin kata kata Ray, ” Cetus Victor di tengah keheningan.

“Kenapa begitu? ” Tanya Alden “gak ada yang bener dari omongannya” Jawab Victor. “Masa? Aku malah percaya kata-kata dia, ” Alden berjalan kearah depan, entah kakinya hanya mau bergerak.

Victor dengan langkah pelan tapi pastinya mengejar Alden “kata-kata yang mana? ” Victor menghampiri Alden yang sedang menatap satu persatu bangunan tua di sisi kanan jalan. “Kamu bisa ngegigit orang” Alden masih memunggungi Victor.

Stop disitu den”

Alden sedikit terkejut dengan perintah Victor yang tiba-tiba, tapi pemuda itu menurut.

Victor mengambil beberapa foto Alden, “Bagus? ” Pertanyaan Alden membuat netra Victor terangkat menatap pemuda itu

“Bagus, coba kamu natap kesini”

Alden menatap kearah pria tampan tersebut. “Good” Puji Victor.

“Mau kesana gak?, kayanya bagus” Alden menunjuk kearah jalanan yang lebih menanjak keatas. Victor mengangguk.

Leggo

Victor juga tidak tahu kenapa ia harus tersenyum hanya karena melihat senyum bahagia Alden. Yang terlihat seperti anak kecil.

sial, sepertinya benar kata Ray. Victor terkagum-kagum dengan pemuda itu

Alden sudah menganti pakaiannya, kemeja transparan nya sudah berganti kembali dengan t-shirt oversize berwarna putih dengan logo salah satu band kepunyaan Amerika Serikat, Nirvana.

Celana panjang nya juga sudah di ganti dengan jeans biru pendek, sengaja, ia tidak mungkin mengenakan celana panjang di musim panas seperti ini. Walaupun tidak sedang berada di acara terkemuka Alden masih memperhatikan penampilannya. Selain karena ia memang suka tetapi lebih dari itu banyak paparazi yang bisa kapan saja memotret keberadaan nya.

Dan Alden hanya tidak suka mereka memotret Alden dengan penampilan yang tidak baik.

Setelah meminta izin kepada para sahabatnya lebih tepatnya hanya kepada sang manajer, Alden bergerak pergi meninggalkan lokasi pemotretan. Pemuda itu tidak perlu berpamitan kepada siapapun karena nyatanya tidak ada siapapun di lokasi, termasuk sang photograper. Alden tidak tahu kemana perginya sang photograper karena sejak Alden keluar dari ruang ganti pemuda itu sudah menghilang, bagai tidak pernah hadir di kehidupannya. Alden juga tidak ambil pusing karena ia memiliki tujuan yang lebih penting saat ini, mencari macaron kesukaannya.

Hampir sepuluh menit lebih dirinya berjalan di sepanjang pertokoan dan restoran Paris. Ia merasa tidak apa-apa untuk berjalan lebih lama jika di suguhkan pemandangan indah seperti ini. Bagaimana dirinya suka dengan konsep classic yang setiap toko berikan, rasa rasanya ia jarang sekali melihat seperti ini di Jakarta. Jadi ia sedikit bersyukur bisa berada di Paris pada hari ini.

Netra nya tiba-tiba dibuat fokus ke arah suatu toko makanan, dirinya melihat makanan yang ia cari sedari tadi. Macaron, makanan itu terpajang cantik di dalam satu etalase bening, tidak memerlukan waktu lama bagi Alden untuk berfikir, dirinya langsung masuk kedalam toko tersebut.

Cling!

Pintu terbuka seiring dengan masuknya Alden kedalam toko, aroma roti dan kopi bercampur satu masuk kedalam indra penciuman nya, Alden suka dengan aroma tersebut, dirinya juga suka dengan konsep toko ini. Warna putih dan cream yang paling menonjol dari tempat ini. Cahaya matahari dari luar masuk kedalam, menyinari cafe tersebut.

Kakinya dibawa mendekat kearah etalase yang di isi dengan berbagai kudapan manis, “Bonjour” seorang perempuan cantik berkebangsaan France menatap kearahnya, perempuan itu tersenyum “Bonjour, Puis-je vous aider?” Alden terdiam kikuk, jujur ia tidak mengetahui banyak tentang bahasa France selain 'Bonjour'.

Mampus gua gak ngerti dia ngomong apa ucapnya dalam hati. Alden tersenyum saat perempuan itu masih menatap nya dengan lekat, seakan-akan menunggu dirinya untuk menjawab pertanyaan perempuan itu

nyesel gua gaya gayaan ngomong France tadi ia benar-benar menyesal sekarang, ide yang dikira baik malah berujung menyusahkan dirinya sendiri.

“Dia nanya ke kamu, ada yang bisa dia bantu gak”

Suara itu berhasil menyadarkan Alden dari dalam dunia nya sendiri. Alden semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di sebelahnya, “Victor” Pemuda itu mengangkat alis nya “mau pesan apa? ” Victor menatap nya dengan lekat

“Aku? “

Victor mengangguk “iya emang siapa lagi yang ada di sini selain kamu? ” Alden tersenyum kikuk, Victor benar, Alden baru sadar ia mempermalukan dirinya di hadapan pemuda itu.

“Emm aku mau macaron sama rainbow cake.. “

Mata Alden terlihat masih mengitari etalase tersebut, seperti belum selesai dengan pesanannya “sama strawberry cake” Ucapnya kembali “udah? ” Alden mengangguk dengan cepat.

“J'ai commandé un macaron, un gâteau arc-en-ciel et un gâteau aux fraises”

Sungguh Alden tidak mengerti apa yang Victor dan perempuan itu bicarakan, ia hanya diam dan memperhatikan percakapan mereka.

“d'autres commandes?”

“un café américain et un latte”

Alden bisa melihat Victor mengambil beberapa lembar uang dari dompet nya “ehh jangan, aku bayar sendiri aja” Alden tidak bisa menambah beban Victor, pemuda itu menoleh kearahnya “gak papa, biar aku aja” Katanya “gak usah, aku gak enak jadinya sama kamu” Alden masih kekeh dengan kemauannya “enakin kalau gitu” Alden tidak sempat membalas perkataan pemuda itu karena Victor sudah memberikan beberapa lembaran uang kepada penjaga toko.

“Ini” Victor memberikan satu kotak macaron kepada Alden beserta dengan kedua kue nya, Alden sedikit bingung karena Victor masih menatap dirinya “kenapa? ” Tanyanya “ini” Victor mengangkat satu cup minuman di tangan nya “aku gak mesen ini” Victor mengangguk “buat kamu, aku beliin” Perkataan Victor sukses membuat Alden terkejut. Ia ingin menolak tetapi tidak enak rasanya, berakhir Alden mengambilkan satu cup latte tersebut.

“Kamu ada urusan setelah ini? ” Alden menggelengkan kepalanya “di sana kosong, duduk yuk” Alden ingin menolak tetapi Victor sudah berjalan lebih dahulu tanpa menunggu jawabannya. Alden akhirnya duduk berhadapan dengan Victor, ia tersenyum saat netra mereka saling bertemu.

Kecanggungan menyelimuti keduanya. Baik Alden atau Victor tidak ada yang ingin memulai pembicaraan, Alden memilih fokus dengan macaron nya. Ia buka kotak tersebut dan tanpa sadar senyum berseri menghiasi wajahnya.

Alden tidak sadar bahwa Victor memperhatikan dirinya sedari tadi, memperhatikan bagaimana excited nya Alden memakan kue kering dengan warna yang beragama itu. Victor mengigit pipi bagian dalamnya, pemuda itu menahan gemas atas semua tingkah Alden.

Cute

“Victor! “

Victor tersentak “iya kenapa? ” Alden menyatukan kedua alisnya “kamu yang kenapa, aku ajak ngomong gak jawab” Kata Alden “sorry tadi gak fokus, kamu nanya apa? “ Victor merubah arah pembicaraan secepat mungkin “itu, aku mau minta maaf soal masalah tadi pagi” Victor mengangguk anggukan kepalanya “santai aja aku udah maafin” Ucap Victor

“Serius? “

“Aku gak enak hati soalnya sama kamu, mana tadi kamu traktir aku. “

Victor hanya tersenyum melihat ekspresi sedih pemuda itu “santai aja, aku udah maafin kamu dibilang” Victor berusaha menenangkan pemuda itu “tetep aja gak enak kamu udah traktir aku” Alden memang tipe orang yang tidak bisa berutang budi kepada orang lain “terus mau nya gimana?” Victor mulai bingung dengan Alden.

“Gini aja deh kamu boleh minta satu permintaan kek aku”

“Masa gitu” Jawaban Victor seperti tidak setuju dengan ide Alden “ishh iyain aja gitu biar hatiku tenang” Entah sejak kapan sifat memaksa Alden mulai keluar. “Yaudah iya aku setuju” Alden tersenyum senang saat mendengar penuturan Victor.

“Nah kalau gitu kamu sekarang boleh minta satu permintaan kek aku, apa aja aku turutin”

“Apa aja? ” Victor memastikan perkataan pemuda itu, Alden mengangguk “iya apa aja tapi jangan susah susah”

Victor mengangguk kemudian membuat pose seperti orang sedang berfikir, Alden menunggu dengan sabar sembari meneguk satu cup latte pemberian Victor.

“Gimana? “

Suara Alden berhasil mengambil atensi “emm” Alden menghela nafas, “boleh aku simpan dulu gak? ” Ekspresi si model terlihat kebingungan “maksudnya? ” Tanya Alden, yang terlihat tidak mengerti itu, “aku sekarang belum kepikiran mau apa, nanti aja gimana? “

Alden mendengus malas “yaudah gak papa deh” Alden sebenarnya ingin masalah balas budi ini cepat selesai tapi pemuda di hadapannya terlihat benar-benar tidak ada ide sama sekali.

Setelahnya keheningan kembali menyelimuti mereka, Alden masih sibuk dengan macaron nya sedangkan Victor mulai menikmati bagaimana rasa kopi americano memanjakan mulutnya.

“Kamu suka banget manis den? ” Entah kenapa Victor menjadi pribadi yang sangat kepo saat ini “suka, suka banget” Jawab Alden dengan mulut yang masih terisi penuh oleh satu buah makanan.

Victor tersenyum kecil melihat bagaimana lucunya pipi Alden mengembang “kamu abisin itu semua? ” Victor menunjuk dua buah kue di dalam kotak transparan.

Alden menggeleng “itu buat Noni sama Machel” Bantah Alden “oh kirain buat kamu semua” Rupanya asumsi Victor salah “ya kali, aku gak se rakus itu woi” Alden merasa tidak terima dengan pendapat Victor

“Haha, sorry kan aku kira” Alden hanya mengangguk acuh.

“Emm kamu gak mau vic? “

“Vic? “

“Ehh sorry Victor maksudnya” Alden tidak enak hati karena dengan lancang memanggil Victor sesuka hatinya “gak usah minta maaf, it's okey you can call me whatever you want

“Seriously? “ Victor mengangguk, “Repeat you question” Ucap pemuda itu

Alden mengangguk “kamu gak mau vic? ” Alden mengangkat satu kotak berisi macaron, gelengan dari Victor membuat Alden mendengus.

ngapain disuruh ulang kalau gak mau, orang aneh ia hanya bisa memaki Victor di dalam hati, tidak mungkin ia membiarkan pertanyaan itu lolos ke luar.

“Awas nyesel, enak banget loh ini mana manis nya pas” Kata Alden “Aku juga dari tadi udah ngerasain manis” Alden mengernyit bingung, pemuda itu hanya meminum kopi americano yang jelas tidak ada rasa manis nya. “Hah? Ngerasain manis darimana? “

“Dari kamu”

Alden terdiam, pemuda itu ngeblank selama beberapa saat. Matanya berkedip selama beberapa kali “maksudnya gimana? “

“Aku udah kenyang ngeliatin muka mu. “