sea

Victor membawa Alden menuju salah satu restaurant terbaik di France. Rencana nya memang mereka akan melakukan makan malam bersama.

Victor membawa tangan Alden masuk kedalam restaurant bergaya classic fancy yang memang cocok di jadikan sebagai tempat makan malam romantis bersama pasangan

Setelah Victor berbicara dengan pelayan penerima tamu. Keduanya di bawa menuju lantai dua melalui tangga cantik yang memberi nuansa klasik seperti konsep restaurant ini.

Alden bersyukur ia sempat bertanya kepada Victor tempat apa yang mereka akan kunjungi.

Kalau tidak mungkin saat ini Alden tidak mengenakan kemeja putih dengan celana bahan hitam dan sepatu prada cloudbust berwarna hitam ini.

Sedangkan Victor sendiri senang melihat bagaimana cerdas kekasih nya dalam memilih pakaian. Tidak salah memang mengencani seorang model.

Victor sendiri menggunakan penampilan yang sangat menawan, kemeja hitam dengan celana kain bermotif gingham warna hitam dan abu-abu, Victor tidak lupa menggunakan belt hitam dengan logo Louis Vuitton untuk memperindah pinggangnya.

Sepatu loafers Victor berbunyi seiring dengan kemana perginya pemuda itu.

Akhirnya sang pelayan membawa mereka kepada satu meja bulat, dengan dua kursi yang saling berhadapan. Tampak ada satu vas bunga kecil di tengah meja. Yang bertujuan untuk mempercantik meja tersebut.

Alden duduk di hadapan Victor, setelah selesai memilih beberapa makanan dan sang pelayan yang sudah pergi dari meja mereka tidak membuat senyuman keduanya luntur.

“Gimana, kamu suka gak tempat nya?” Alden mengangguk “suka banget, makasih ya coco udah bawa aku kesini” Victor tersenyum “sama-sama sayangku” Victor mengusap lembut punggung tangan Alden.

“Mau Wine?”

“Boleh”

Kemudian Victor mulai menuangkan red wine kedalam gelas kaca milik Alden.

Cheers?” Victor mengangkat gelasnya menjadi sejajar dengan milik Alden “cheers” Ucap Alden.

Kemudian kesunyian menyelimuti mereka selama beberapa saat, keduanya asik menikmati rasa pekat dari red wine di dalam tenggorokan.

“Oh iya coco”

“Kenapa den?” Tanya Victor dengan cukup penasaran “makasih ya kamu udah ngajak aku jalan-jalan ke banyak tempat di Paris” Ungkap Alden dengan penuh ketulusan. “iya sama-sama den, sebenarnya gak perlu bilang makasih juga kan aku yang minta kamu buat habisin waktu sama aku” Balas Victor.

“Iya tapi aku mau berterimakasih aja, soalnya kamu buat Paris jadi indah di dalam ingatan aku”

Victor mengangguk, “kalau gitu aku mau nanya sama kamu” Alden menatap Victor, matanya tanpa sadar fokus kepada otot-otot bisep yang tercetak jelas karena kemaja Victor yang cukup ketat.

“Kamu mau nanya apa?” Ujar Alden “dari semua tempat yang kita datengin apa yang paling berkesan di ingatan kamu?” Pertanyaan Victor membuat Alden terdiam sejenak.

“Apa ya..” Alden membuat pose seperti sedang berfikir, Victor dengan sabar menunggu sembari sesekali menyesap minuman di gelasnya.

“Sebenernya semua nya berkesan buat aku tapi kayanya kalau yang paling banget tuh yang di Eiffel deh” Ungkap Alden “kenapa bisa gitu?”

“soalnya di situ kita lihat gimana kota Paris dari Eiffel. Dan itu indah bangett menurutku vic. Apalagi kita lihat nya pas malem hari kan.. Jadi keliatan terangnya Paris kalau malem gimana”

“Kamu suka liat city light ya?” Tebak Victor “iyaa suka banget, kaya asik aja gitu ngeliat lampu-lampu dari gedung-gedung tinggi nyala. Atau dari kendaraan yang bergerak.”

“Haha kapan-kapan aku ajak lagi ke Eiffel mau?” Alden mengangguk dengan semangat “mau lah.”

“Terus-terus.. Lanjutin alasan kamu milih Eiffel yang paling berkesan”

“Oh iyaa kita kan keliling di taman sekitar Eiffel kan?” Victor mengangguk “aku suka banget, soalnya kamu ga lepas genggaman tangan kamu sama punya aku.” Cicit Alden karena merasa malu saat mengungkap itu, Victor terkekeh. Rupanya Alden sangat suka di genggaman olehnya “Udah?” Alden menggeleng ada satu lagi.

Victor menunggu dengan sabar, Alden seperti nya tampak ragu saat ingin mengungkapkan nya.

“Omongin aja sayang” Victor mengusap punggung jari-jari Alden. Membuat pemuda itu mengangguk “aku suka sama pelukan kamu pas di depan menara Eiffel.. Aku suka juga ciuman kita pas itu”

Sial, bukan hanya Alden yang malu tetapi kali ini juga pipi Victor tanpa sadar memerah. Mereka berdua sama-sama malu jika mengingat hal itu.

“Rasanya kaya apa ya.. It’s not first time aku ciuman, apalagi first kiss. Tapi rasanya pas itu tuh, manis banget, lembut banget dan jadi ciuman yang selalu membekas di pikiran aku.”

So maksud kamu aku ini good kisser kan?” Victor kali ini ingin menyombongkan diri di hadapan Alden. “Huhh, iyaa” Ucap Alden dengan sedikit malas.

“Hahaha, bibir kamu juga den”

“Kenapa bibir aku?” Alden tanpa sadar memegangi bibirnya sendiri “bibir kamu tuh bibir paling lembut dan manis yang pernah aku cobain”

“Bahasa kamu apan banget cobain. Dikira aku makanan apa?” Victor terkekeh, pemuda itu tidak sempat membalas ucapan Alden karena pelayan datang dengan membawa pesenan mereka.

Setelah menaruh makanan di atas meja berlapis kain putih itu, sang pelayan juga mengganti vas bunga dengan lilin kecil di tengah meja.

Sesudahnya pelayan itu pergi berlalu pergi.

Alden menatap Pesto chicken bakenya. Dari segi penampilan hidangnya kali ini terlihat cukup menarik.

Ia mulai menyantap makanan nya secara perlahan. Keduanya asik menikmati hidangan pesanan mereka sembari mendengarkan alunan musik dari para pemain biola di tengah ruangan.

Mata Alden mengitari sekeliling, ia baru menyadari pemandangan di hadapan nya sangat indah.

Victor dan menara Eiffel.

Benar-benar menjadi dua kombinasi spektakuler yang mampu membuat hatinya menghangat.

Senyum mengembang Alden berhasil mengalihkan Victor dari Thai red curry shrimp nya. “Kamu kenapa senyum senyum gitu?” Tanya Victor.

“Engga apa-apa, aku baru sadar. Pemandangan aku sekarang itu kamu sama Eiffel

“Kenapa, indah ya?” Alden mengangguk begitu saja, membiarkan tebakan Victor benar adanya “aku sengaja booking meja ini buat kamu”

“Serius?” Victor mengangguk, “makasih ya sayang” Ucap Alden dengan penuh antusias. Pemuda itu tidak sadar bahwa salah satu tangan Victor sedang terkepal kuat di bawah meja. Menahan rasa gemas saat mendengar kata terkahir yang Alden ucapkan.

Tidak terasa makanan mereka sudah hampir habis, Victor malah sudah selesai dengan makanan nya.

“Aku ke toilet bentar ya” Alden mengangguk, kemudian Victor bangkit berdiri. Meninggalkan Alden sendirian di meja itu.

Alden mencoba membuka ponsel nya, fokus dengan ponsel di tangan nya. Membiarkan beberapa mata melirik penasaran kearah nya, Alden sebenarnya sudah tau bahwa sedari awal sudah banyak mata yang menatap kearahnya, wajar ia model ternama kanca internasional. Tidak mungkin warga Paris tidak mengetahui nya.

Disaat sedang fokus dengan ponsel nya tiba-tiba saja pendengaran Alden di curi oleh suara deheman seseorang.

Alden menoleh kearah suara, dan pemuda itu membeku saat melihat kekasihnya dengan satu buah bucket bunga Gardenia putih di tangannya.

“It’s for you flower” Alden dengan senang hati mengambil bucket bunga tersebut. Jujur Alden masih terkejut dengan kelakuan Victor saat ini.

Wait, I have one more gift for you

May you close your eyes?” Alden mengangguk, kemudian dengan patuh ia memejamkan matanya

Tiba-tiba Victor mengeluarkan satu kotak berwarna oranye dengan tulisan Hermes di tengahnya.

Setelah membuka kotak tersebut Victor baru menyuruh Alden untuk membuka matanya kembali.

“Open your eyes” Alden lagi-lagi begitu patuh dengan Victor, ia membuka matanya secara perlahan. Dan saat matanya terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah satu kotak terbuka yang berisikan kalung dengan bentuk bunga di tengahnya.

Alden menganga. “It’s for me?” Tanya Alden, seperti tidak yakin dengan apa yang ada di hadapannya. “Yes it’s for you baby, only you” Jawab Victor dengan tegas.

“Can i put this necklace around your neck?”

“Sure babe”

Victor memasangkan kalung beremas putih itu di leher Alden. Setelah di pasangkan, Alden memegang bunga di tengah kalung.

Ternyata bunga tersebut bisa dibuka, dan saat ia buka dirinya bisa melihat dua huruf alfabet.

“V&A?”

Victor mengangguk “Victor dan Alden”

Alden tidak sanggup berkata apapun. Ia langsung menghambur kedalam pelukan Victor, memeluk pemuda itu dengan erat.

“I love you so so much coco”

Ucapan Alden masih bisa Victor dengar walaupun teredam di dadanya.

“I love you more flower.”

Hari ini Victor menjemput Alden lebih siang dari biasanya. Pemuda itu sengaja karena menurut nya Alden butuh waktu sendiri sedikit lebih banyak.

Ia menjemput Alden tepat setelah jam makan siang, mereka memilih bus sebagai alat transportasi kali ini, sepanjang perjalanan Alden cukup mengajukan berbagai pernyataan, menurut Victor sendiri semua pertanyaan itu cukup menarik.

Dan pastinya dengan senang hati Victor akan menjawab setiap pertanyaan Alden.

“Ayok, udah sampe” Victor bangkit berdiri, di ikuti Alden setelahnya.

Keduanya turun tepat di depan halte yang berhadapan dengan pertokoan kota Paris. “kayanya cepet banget ya” Victor menoleh kearah Alden, kemudian mengangguk “cuma sepuluh menit den” Jawab Victor “oalah pantes, perasaan baru duduk eh udah nyampe” Tutur Alden.

Keduanya menyebrang jalan setelah lampu pejalan kaki berubah menjadi hijau. Tangan Victor sudah pasti mengenggam erat milik Alden.

“Masih jauh ya?” Cetus Alden “engga, bentar lagi nyampe” Alden mengangguk “kamu cape?” Tanya Victor, Alden menggeleng “engga, tenang aja tenaga aku masih banyak” Jawab Alden.

Victor terkekeh kemudian mengusap surai Alden dengan sayang, “tenaga aku juga masih kuat ko buat gendong kamu” Ucap Victor “dih udah kaya bayi aja aku di gendong gendong” Cibir Alden

“Iyakan you’re my baby

“Kalau aku baby, kamu apa?” Tanya Alden “aku daddy” Lanjut Victor dengan enteng nya.

“Oke daddy,” Sahut Alden

Kemudian keduanya malah saling tertawa tanpa ada alasan yang jelas.

Setelah berbelok ke sebuah jalan yang lebih tua. Alden bisa melihat ramai nya orang di tengah lapangan luas dengan piramida kaca besar di tengah nya.

“Museum Louvre?”

Victor mengangguk, membenarkan perkataan Alden. “ayok masuk” Victor sedikit menarik tangan Alden untuk masuk lebih jauh kedalam lapangan tersebut.

Membuat mereka semakin dekat dengan piramida kaca di tengah lapangan itu.

Setelah membeli tiket, mereka berdua akhirnya masuk kedalam piramida tersebut, turun perlahan ke bawah melalui berbagai tangga yang melingkar.

Saat sampai di bawah terdapat banyak manusia lainnya. Yang sedang melihat berbagai karya seni milik museum ini. Alden sempat terdiam selama beberapa saat, mengamati infrastruktur bangunan ini yang menurut nya sangat unik dan indah secara bersamaan.

Seperti membawa mereka kembali ke abad sembilan belasan.

Victor sendiri memelankan langkah nya, sengaja agar sejajar dengan Alden. Mereka mulai berjalan ke ujung yang paling dekat dengan keduanya.

Rupanya saat pertama masuk mereka di suguhkan dengan kisah pembuatan museum ini. Victor membaca dengan seksama deskripsi yang tertera di dinding. Ia juga melihat gambar museum ini dari masa sebelum di bangun, saat pembuatan hingga bisa jadi seperti ini.

“oalah ini tuh tadinya kerajaan ya vic” Victor mengangguk “kamu inget gak ada bangunan tinggi, besar yang mengelilingi Louvre?” Alden terdiam sejenak, mengingat kembali beberapa waktu lalu. Kemudian ia mengangguk “inget inget” Jawabannya.

“Itu tadinya istana kerajaan di bangun pada masa Renaissance di bawah pemerintahan Francois I

Alden mengangguk paham saat mendengar penjelasan Victor. “Kesitu yuk” Victor patuh, ia mengikuti kemana Alden pergi.

Mereka melihat beberapa lukisan yang di pajang di tembok dengan begitu cantik nya. Bingkai berwarna emas membuat karya seni itu terlihat sangat megah.

Keduanya terus berlanjut, masuk lebih jauh ke dalam museum tersebut. Victor sesekali memotret karya seni yang menurut nya sangat memukau. Dan jangan lupakan ia selalu memotret Alden, karena menurut nya karya paling indah yang pernah Tuhan ciptakan ialah Alden.

Keduanya berhenti tepat di depan lukisan yang cukup besar, di dalam lukisan terlihat terdapat banyak orang yang seperti sudah mati, begitu saja di atas rakit kayu. Dari karya lukisannya yang fantastik bisa di tebak ia menggunakan aliran romantisme.

The Raft of the Medusa by Théodore Géricault” Alden membaca dengan perlahan “bagus ya lukisan nya” Ungkap Alden, Victor mengangguk setuju “iyaa bagus, tapi artinya kelam” Timpal Victor.

“Emang apa artinya?” Tanya Alden “lukisan ini di buat untuk menyindir kerajaan Prancis pada masa itu, arti tulisan itu adalah penindasan terhadap yang lemah dan gak berdaya”

Géricault buat itu untuk menyindir kanibalisme yang tinggi di Prancis pada masa nya”

Alden mendengarkan semua perkataan Victor tanpa sadar ia kagum dengan pengetahuan pemuda itu. “Kamu keren banget.. Bisa tau banyak hal” Victor hanya tersenyum, ia begitu senang bisa di puji oleh Alden.

“Lanjut yuk” Alden mengangguk, kemudian berlanjut pergi mengikuti kemana perginya Victor.

Setelah di puas dengan lantai pertama mereka memilih naik ke lantai atas. Keduanya lagi-lagi di buat kagum dengan tangga menuju lantai dua.

Tangga itu dibuat seperti dalam istana kerajaan, dibuat dari batuan kokoh, lantai bermarmer dengan, bentuk melingkar percis seperti di film kerajaan yang sering Alden tonton.

Saat sampai di lantai kedua, mata Alden tercuri pada satu patung di tengah ruangan. Alden berlalu begitu saja dari sisi Victor membuat pemuda itu sedikit kepayahan untuk mengejar Alden.

“Alden”

Alden menoleh kearah Victor “loh, kamu kenapa co.. Kok ngos ngosan gitu” Tanya Alden “kamu tuh.. Lain kali kalau.. Hahh”

“Nafas dulu co” Victor mengangguk, setelah aliran nafasnya kembali normal Victor kembali berbicara “kamu lain kali kalau mau pergi tarik tangan aku, jangan main pergi aja” Pinta Victor “kenapa harus gitu?” Tanya Alden

“Biar kita ga kepisah lah” Jawab Victor “kan aku gak bisa tanpa kamu den” Alden mendengus “lebay deh.”

Alden kembali fokus kepada patung di depan nya, memperhatikan setiap bagian patung tak berlengan itu.

“Venus de Milo”

Ucapan Victor membuat Alden mengalihkan perhatiannya kepada pemuda itu. “Iyaa, kamu tau?” Victor mengangguk “salah satu patung ikonic nya museum ini” Sahut Victor.

“Di deskripsi nya 200 cm lebih masa” Ucap Alden “tinggi banget ya.”

Victor mengangguk, “tapi gak setinggi rasa cintaku ke kamu si den” Timpal Victor “halah buaya darat, gede banget omongan nya” Cibir Alden. “Hahaha, orang jujur juga” Bantah Victor.

“Udah ah, kesana yuk” Alden menunjuk kerumunan yang sangat ramai. “Ayok” Victor menarik tangan Alden menuju kerumunan itu.

“Ada apa si vic?” Tanya Alden dengan penuh penasaran. Victor berjinjit, berusaha melihat apa yang menjadi sumber perhatian mereka.

Senyuman Victor kemudian timbul dengan kecil. “Loh ko malah senyum, ada apa si?” Alden tampak bingung “ayok maju” Victor berjalan lebih masik kedalam kerumunan.

“loh jawab pertanyaan aku dulu” Rajuk Alden. “Nanti kamu tau” Jawab Victor.

Setelah lima menit mengantri akhirnya giliran mereka kali ini untuk melihat salah satu lukisan paling terkenal dan kebanggaan museum ini.

“It’s Mona Lisa!” Tanpa sadar Alden berteriak, Victor mengangguk, membenarkan tebakan Alden. “Yes this Mona Lisa by Leonardo da Vinci” Tambah Victor

Oh gosh, ini indah banget vic” Walaupun ia tidak begitu dekat dengan lukisan tersebut, tetapi Alden sudah sangat kagum dengan karya seni itu.

“Mau aku fotoin?” Alden mengangguk semangat “boleh banget” Victor mulai mengeluarkan kameranya dan memotret Alden.

Karena keterbatasan waktu, Victor dan Alden berlalu dari lukisan Mona Lisa. Mereka berjalan masuk kedalam lorong yang di keliling berbagai lukisan indah di sisi kanan dan kiri.

Di sepanjang jalan mereka masih membicarakan tentang ke fantastisan lukisan Mona Lisa. Mulai dari harga lukisan tersebut, siapa pelukisnya dan betapa pentingnya lukisan tersebut bagi Leonardo, atau bagaimana teknik pelukisan nya dan komponen di tiap lukisan yang sangat berbeda dari kebanyakan lukisan pada abad sembilan belas.

Sampai akhirnya pembicaraan tentang Mona Lisa berhenti saat perhatiam netra Alden di curi oleh salah satu lukisan paling besar yang pernah Alden lihat.

Alden berjalan mendekati lukisan besar tersebut.

“The Wedding feast at Cana by Paolo Veronese” Alden membaca tulisan tersebut. Matanya mulai menelisik lukisan itu, di dalam lukisan terlihat begitu ramai, banyak orang mengenakan pakaian yang warnanya beragama dan di dominasi dengan warna terang. Latar belakang nya juga seperti sedang berada di tengah kerajaan, tetapi ada satu sosok yang mencuri perhatian nya.

Satu orang yang duduk di tengah lukisan, terlihat seperti sentral dari semua orang karena terdapat terang di sekelilingnya.

Sosok itu tampak tidak asing

“Victor” Panggil Alden “iyaa den?” Sahut Victor. “Itu” Alden menunjuk sosok tersebut “gak asing ya” Alden mengangguk.

“Itu Tuhan Yesus Kristus kan?”

Victor mengangguk, “Yap. Itu dia” Jawab Victor “kamu inget gak di perjanjian baru dalam kitab Yohanes

“Tentang bagaimana Tuhan Yesus merubah air menjadi anggur?”

Alden mengangguk, “ahh aku inget” Ucap Alden “It’s reason kenapa lukisan ini namanya Wedding at Cana.. Karena itu tempat dimana Tuhan rubah air menjadi anggur kan?”

(Yohanes 2:1-11)

“Bener banget, sayangnya aku pinter banget si” Victor menepuk pundak Alden selama beberapa kali. “lukisan ini emang kental dengan unsur religius den, Paolo buat ini untuk menunjukkan kebesaran Yesus Kristus di Cana. Ini juga menegaskan bahwa di dalam Perjanjian baru pelayanan dan pengampunan adalah hal yang membahagiakan dan menggembirakan.”

“Wow, keren banget”

“Iya emang dia keren banget” Alden menggeleng “bukan Paolo tapi kamu.. Victor” Ucap Alden

“Aku?” Alden mengangguk “kamu bisa tau sedetail itu, kamu hebat banget sumpah”

“Buat aku makin jatuh cinta sama kamu tau!”

Es cream di tangan Alden sudah habis sedari tadi. Keduanya juga sudah tidak berada di rerumputan hijau luas, itu semua karena Victor yang mengajak Alden berkeliling taman. Victor benar-benar membawa Alden berjalan lebih jauh masuk kedalam taman.

Keduanya berjalan beriringan, tidak ada yang ingin menang atau mengalah. Keduanya bersamaan dengan tangan Victor yang tidak melepas sedikitpun dari tangan Alden.

“Kamu inget gak pertemuan pertama kita?”

Pertanyaan Victor hanya membuat Alden mengigat kelakuan bodohnya dahulu, “inget lah orang dulu aku nabrak kamu” Victor tertawa “kamu nabrak aku disitu kan?” Victor menunjuk tempat di dekat danau, Alden mengangguk “waktu itu aku malu banget tau, untung kamu gak kenal aku as model” Ucap Alden.

“Aku gak sempet tau kamu siapa, aku keburu sibuk, di satu sisi sibuk sama tumpahan kopi di baju aku dan di sisi lain sibuk kagum sama wajah kamu”

Alden diam, ia tidak tau mau membalas apa, ia benar-benar salah tingkah saat ini.

“Maaf ya buat kopi waktu itu” Victor menghela nafas “gapapa sayang, itu udah lama banget. Lagian kayanya kalau kamu gak tumpahin kopi ku, kita gak bakal bisa kaya sekarang deh”

Alden mengangguk setuju, “mau jalan kesana?” Victor menunjuk berbagai kumpulan bunga yang jaraknya tidak begitu jauh dari posisi mereka saat ini. “ayok kesana.”

Keduanya menikmati cuaca siang itu, matahari bersinar terang tetapi tidak menyakitkan karena ulah angin sejuk kota Paris, Alden juga melihat buru-burung gereja berterbangan di udara.

“Cantik ya?” Ucap Alden saat memandangi berbagai bunga di depannya. Victor mengangguk “iya cantik banget” Jawab Victor dengan pandangan yang tidak lepas dari wajah Alden.

“Mau aku fotoin?”

“Boleh?” Victor mengangguk “boleh lah.. Sana gaya” Alden berjalan mundur dan terlihat sibuk dengan bunga-bunga di hadapannya, Victor yang paham maksud Alden, diam-diam menekan tombol memotret kegiatan Alden saat ini.

Setelah Victor rasa sudah cukup, ia kembali berjalan mendekati Alden. “Udah?” Victor mengangguk “makasih ya” Ujar Alden “sama sama cantik” Alden memukul lengan Victor saat mendengar kata terakhir yang pemuda itu ucapkan.

“Oh iya, kamu selalu manggil aku flower kan?” Victor mengangguk “alasannya kenapa?” Pertanyaan ini sudah lama ingin Alden tanyakan kepada Victor, tetapi baru saat ini terucap.

“Karena kamu bunga” Alden mengernyit “maksudnya?.”

“Kamu inget photoshoot kita di hari pertama. Ada foto kamu di depan banyaknya bunga?” Alden mengangguk, ia ingat momen itu “detik itu kamu sangat indah, dan detik itu juga aku merasakan bahwa aku terpana oleh kamu..”

“Kamu dengan bunga-bunga di belakang kamu itu menyatu menjadi satu, membuat dinamisme baru yang mampu mengetar kan hati dingin milik aku”

“Mulai saat itu, setiap aku melihat bunga.. Aku selalu ingat indahnya kamu sayang”

Posisi mereka sekarang saling berhadapan, Alden menatap mata Victor dengan serius. Berusaha mencari kebohongan dari setiap kata yang pemuda itu ucapkan, tetapi nihil.

Victor benar-benar serius saat mengatakan itu semua.

“Dan bunga secara umum di artikan kepada sesuatu yang menarik, cantik. Indah dan membuat seseorang terpikat”

“Bunga juga menjelaskan tentang sebuah cinta bukan?”

“So?” Tanya Alden “itu semua udah jelas kan menggambarkan kamu den?” Victor balik bertanya.

Alden tidak kuat, Alden rasanya pipinya memerah karena perkataan manis Victor. Alden hanya bisa menubrukan tubuhnya kepada Victor, memeluk erat pemuda itu.

Victor membalas pelukan Alden yang tiba-tiba itu, tapi Victor tau Alden nya saat ini sedang di landa malu.

Cup..

Victor di pucuk surai nya hanya membuat Alden merasakan sesuatu menghangat di dalam perutnya.

this is called the butterfly effect right?

Sekarang keduanya sedang duduk bersantai di tengah taman, bahkan Victor sudah membaringkan tubuhnya di atas rerumputan yang sudah di lapisi kain putih oleh pemuda itu tadi.

Alden mengamati wajah Victor sejenak. Hingga pemuda itu sadar “sekarang hobi baru kamu tuh liatin aku ya?” Alden mengangkat satu alisnya “aku tau ko den, kalau aku ganteng” Lanjut pemuda itu.

“Pede banget” Cibir Alden. Victor hanya terkekeh mendengar cibiran Alden. “Jadi ini alasan kamu suruh aku pake baju sage green?”

“Soalnya kita hari ini kamu bawa aku ke taman” Victor mengangguk “kamu pinter banget si sayang” Tangan Victor terulur untuk mengacak acak rambut Alden. “Iyalah, baru tau ya?” Victor mengangguk dengan santai nya.

“Victor”

“Kenapa?” Jawab Victor “aku boleh nanya ga?” Ucap Alden “boleh dong sayang, kan aku udah bilang kamu bebas mau nanya apapun ke aku”

“Bener?” Victor mengangguk, Alden menghela nafas sejenak “kalau aku boleh tau kamu kenapa bisa sampe tinggal di Paris?” Ungkap Alden.

Ahh, Victor harusnya sudah tau suatu saat akan menanyakan dirinya tentang ini. “Kalau gak mau di jawab gapapa” Lanjut Alden tiba-tiba. Victor menahan tangan Alden yang ingin berpindah posisi. “Engga, gapapa.. Aku bakal jawab ko”

“Sebenarnya ini rumit banget tapi aku bakal coba jelasin kamu intinya aja ya” Alden mengangguk “aku pindah ke Paris karena aku gak mau lanjutin perusahaan papah aku” Jelas Victor. Alden dengan begitu serius menyimak penjelasan Victor.

“Bahkan dulu aku kuliah ambil business management yang bahkan itu bukan fashion aku. Tapi aku ambil”

“Karena papah mu?” Victor mengangguk “papah selalu maksa aku buat nurut sama dia, bahkan dia gak pernah mau denger isi hati aku.”

“Jadilah aku pergi ke Paris, sebenarnya bukan pergi si tapi kabur” Mata Alden membulat saat mendengar kalimat di akhir “kamu kabur?” Lagi-lagi Victor mengangguk “aku kabur tepat sehari sebelum aku jadi pemimpin perusahaan.”

“Vic.. Sorry, aku gak tau” Alden tampak tidak enak hati karena menanyakan suatu hal yang sensitif bagi Victor “gak papa sayang. I’m fine sekarang “ Victor menggenggam tangan Alden yang berada di lengan nya.

“Pasti berat ya hidup sendiri di negri orang?”

Victor mengangguk pelan, “makanya aku bersyukur banget bisa kenal Ray disini. Karena dia satu-satunya keluarga aku disini” Alden tersenyum mendengar nya, ternyata Victor masih memiliki rasa sayang kepada Ray.

“Kamu gak kangen Jakarta vic?”

“Kangen, aku kangen banget Jakarta. Tapi buat apa balik kalau ternyata di sana cuma buat aku gak bahagia den” Alden menatap mata Victor dengan lekat, tatapan pemuda itu untuk kali ini terlihat lebih teduh dari biasanya.

Alden dengan cepat memeluk tubuh Victor, ia menaruh dagunya di bahu Victor “It’s okey Victor, you did so well karena buat laluin semua hal yang gak mudah itu, terimakasih ya sudah menjadi kuat untuk tetap hidup, kamu hebat banget Victor” Bisikan Alden di telinga Victor hanya membuat pertahanan Victor runtuh, ia membiarkan buliran air mata itu turun membasahi pipinya

“Makasih Alden”

Alden melepaskan pelukan tersebut, membuat ia bisa melihat wajah air mata mengenang di bawah mata Victor dari atas “untuk apa?” Tanya Alden “untuk kata-kata yang tidak pernah aku dengar dari siapapun itu” Ungkap Victor “ucapan terimakasih dan pengakuan yang aku tunggu dari orang orang sekitarku ternyata datang dari kamu..

Seseorang yang tidak pernah aku duga hadirnya”

Alden tersenyum, “aku bersyukur bisa ketemu sama kamu Alden” Ungkap Victor dengan sungguh-sungguh “aku juga bersyukur bisa jatuh cinta sama kamu Victor”

Keduanya tersenyum, saling berpelukan sembari membisikkan kata kata cinta yang hanya bisa Victor dan Alden dengar.

“Victor, You’re my best part”

I’m so lucky have you in my life Alden”

Keduanya kemudian tertawa, entah sebabnya apa. Alden mengambil satu buah apel merah, dan mengigit nya.

“Nanti kalau kamu pingsan, aku yang cium ya”

“Maksudnya?” Alden tampak bingung “biarin aku jadi pangeran penolong buat kamu, snow white

“Bisaan banget gombal nya” Ledek Alden. Victor hanya tertawa “kamu haus ga?” Tanya Victor “lumayan, emang kenapa?”

“Tunggu sini, aku cari yang seger dulu” Victor bangkit berdiri, berjalan pergi meninggalkan Alden sendirian “jangan kemana-mana ya” Alden mengangguk dan setelahnya Victor menghilang dari pandangan Alden.

Saat Alden sedang asik memakan satu buah macaroon coklat, tiba-tiba ada satu kertas yang mencuri perhatian nya.

Kertas itu berada di dalam tas Victor, tetapi karena tas tersebut tidak di tutup dengan rapih. Alden jadi bisa melihat kertas tersebut.

Tangan nya dengan lancang mengambil kertas tersebut, hanya kertas selembar biasa, tetapi ada sesuatu yang membuat Alden penasaran, tulisan.

Ia membaca deretan tulisan di kertas tersebut, setelah membaca tulisan itu sampai habis Alden hanya bisa terdiam dan tanpa sadar senyum nya mengembang dengan sempurna.

Sial, Victor membuat Alden gila hanya karena hal-hal sederhana.

Pesan dari Victor membuat Alden buru-buru bersiap diri. Setelah selesai memakai lipblam cherry, Alden langsung mengambil tas nya dan berjalan keluar dari dalam kamar hotel.

Kakinya melangkah dengan cepat menuju lift, ia begitu beruntung karena pintu lift sedang terbuka “Wait!” Seruan dari Alden membuat seseorang di dalam lift bergerak menahan lift tersebut.

“Merci” Ucap Alden tepat sesaat setelah masuk kedalam lift.

Tidak membutuhkan waktu lama, Alden merasakan lift bergerak turun dan berhenti tepat di lantai yang ia mau. Ia berjalan keluar setelah seseorang lainnya.

Lagi-lagi ia melihat Victor yang sedang duduk dengan nyaman di tempat tunggu hotel, pemuda itu tampak fokus dengan ponsel di tangannya.

“Hello coco!”

Victor mengangkat wajahnya membuat pandangan mereka bertemu, “ehh ada si sayang” Balas Victor “gombal huu” Victor hanya terkekeh, ia bangkit berdiri. Merengkuh pinggang Alden dengan sengaja.

“Apa nih peluk peluk” Tanya Alden “sengaja biar semua orang tau kamu punya aku” Jawaban Victor hanya Alden anggap angin lalu.

“Ayo pergi” Alden mengangguk kemudian keduanya berjalan keluar dari dalam hotel. Ternyata Victor membawa Alden ke depan sebuh mobil.

“Kita naik mobil?” Victor mengangguk “lumayan dari sini dua puluh menitan” Alden mengangguk, kemudian masuk kedalam kursi penumpang yang berada tepat di sebelah sang pengemudi.

Setelah membukakan pintu untuk Alden, Victor berjalan kearah sisi mobil yang lain. Ia masuk kedalam mobil, lebih tepatnya ia duduk di kursi pengemudi.

Victor melihat Alden kesusahan dengan tali seatbelt nya, dengan rasa inisiatif yang tinggi, Victor langsung membantu Alden mengenakan seatbelt. Alden terdiam, membiarkan Victor sibuk dengan tali seatbelt sementara dirinya malah asik mengamati wajah Victor.

Cup..

Alden terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Victor, pemuda itu bisa begitu cepatnya mengecup bibirnya.

“Ihh ngangetin” Victor tertawa “abisan kamu nya natapin bibir aku terus” Tangan Victor mulai bergerak di setir kemudi. Membawa mobil beranjak pergi dari hotel tempat Alden menginap.

“Kalau mau cium tuh bilang aja” Lanjut Victor “siapa juga yang mau di cium kamu” Ketus Alden “ohh jadi gak mau nih?” Goda Victor “enggak” Jawab Alden dengan singkat “yaudah nanti aku peluk cewe lain aja deh”

“Dih!” Alden dengan cepat menolehkan kepalanya “dasar buaya!” Alden memukul lengan Victor, membuat sang pengemudi meringis kesakitan. “Loh, buaya apanya coba? Kan kamu gak mau dapet ciuman dari aku”

“Mending aku kasih ke orang lain kan?”

Victor menoleh kearah Alden setelah tidak mendengar balasan dari pemuda itu. “Ta-tapi jangan gitu lah” Tutur Alden dengan sedikit terbata-bata “kan kamu.. harusnya cium aku aja” Lirih Alden.

“Bilang aja kamu mau kan dapet ciuman dari aku?”

“Enggak” Balas Alden dengan cepat “yaudah berarti nanti aku cium Machel aja” Alden melotot. “Ihh gak boleh!” Rengek Alden “pokoknya nya yang boleh kamu cium cuma aku!”

“Coco, punya aku tauu”

Senyuman kecil terukir di wajah Victor. Tangannya terulur untuk mengusak surai Alden, “iyaa babe i’m yours” Kata Victor.

Kiss dong coco nya”

Cup

Kecupan Alden di pipi Victor hanya membuat Victor semakin tidak sabar untuk menjalani hari ini.


Mobil berhenti tepat di tujuan yang Victor mau. Ia menatap kearah Alden yang sedang jatuh kedalam dunia mimpi, lagi-lagi Victor tersenyum hanya karena melihat wajah lucu Alden saat tidur.

Bibir pemuda itu ketika tertidur mengerucut lucu.

“Hoam..”

Victor bisa melihat perlahan mata Alden terbuka, pemuda itu menatap dirinya dengan lekat, sepertinya Alden masih mengumpulkan nyawanya satu persatu.

Setelah beberapa waktu kemudian, setelah kesadaran nya kembali total. Pemuda itu baru menyadari mobil sudah tidak bergerak. “Kita udah nyampe ya vic?” Tanya Alden, Victor mengangguk “dari tadi?” Victor menggeleng “baru ko sayang” Balas Victor.

“Ohh kirain dari tadi”

“Gimana, kamu udah kuat jalan belum?” Alden mengangguk “udah kok, ayok keluar” Alden membuka pintu lebih dulu. Terlihat anak itu sepertinya lebih semangat daripada Victor.

Alden berjalan cukup cepat bahkan Victor hampir di tinggal jika tidak buru-buru mengambil tangan Alden dan menggenggam nya.

Alden sendiri asik menikmati udara Paris siang ini, apalagi ternyata Victor membawa nya ke taman dengan berbagai bunga cantik yang segar untuk dilihat.

Luxembourg, nama taman itu. Banyak orang di dalam taman, mungkin karena ini musim panas jadi banyak orang yang ingin melakukan picnic atau sekedar duduk santai di atas rerumputan.

Victor berjalan lebih dahulu, seperti menjadi pemandu nya hari ini. Pemuda itu ternyata membawa nya ke tengah rerumputan hijau yang sangat luas.

Rerumputan itu di isi banyak orang, entah itu membentuk sekumpulan atau hanya dua orang, bahkan Alden lihat ada yang duduk seorang diri dengan hewan peliharaan nya.

Victor membawa nya duduk di bawah pohon apel, sedikit melipir dari tengah nya lapangan itu.

Alden melihat Victor mengambil kain putih dari dalam tas rotan berbentuk kotak.

“Kamu niat banget ya aku liat-liat” Celetuk Alden “harus dong, kalau buat orang spesial kaya kamu mah” Ucapan Victor tanpa sadar membuat kupu-kupu di dalam perutnya berterbangan.

“Ayok duduk”

Alden duduk di sebelah Victor, tangan Alden terulur membuka tas rotan tersebut. “Demi apa kamu bawa makanan kaya gini juga?”

Victor mengangguk “seneng gak?” Tanya Victor “Seneng banget lah” Jawab Alden dengan begitu antusias nya. Pemuda itu mulai mengeluarkan satu persatu makanan dari dalam kotak.

Mulai dari buah buahan yang sudah Victor taruh di dalam kotak makan, kemudian beberapa potong pepperoni pizza, dan minuman ringan, dan ternyata Victor juga membawa satu makanan kesukaan nya.

“Macaroon!”

Victor yang sedari tadi memperhatikan Alden, ikut tertawa ketika melihat reaksi semangat pemuda itu saat melihat makanan kesukaan nya. “Haha, seneng banget si kamu kayanya.”

“Banget banget, soalnya kamu gak lupa sama dia” Alden menunjuk satu kotak macaroon di depannya. “Gak mungkin aku lupa macaroon, orang makanan kesukaannya kamu”

Alden mengangguk, “ayo makan” Ajak Alden “suapin dong” Pinta Victor “dihh manja banget si” Ujar Alden “tangan aku capek loh abis nyetir” Alden mendengus mendengar rengekan Victor.

“Orang deket ko, jalan kaki malah tadinya lebih deket tau”

Victor hanya terkekeh kecil, ternyata Alden baru menyadari jarak taman dengan hotel Alden tidak sejauh itu.

“Yaudah suapin dong sayang” Alden akhirnya menuruti kemauan Victor, ia mengambil satu potong pizza kemudian memasukkan nya kedalam mulut Victor. “Gimana, enak gak?” Victor mengangguk “jadi enak kalau di suapin kamu.. Suapin lagi dong”

“Manja, kaya bayi”

“Iyakan aku big baby nya kamu, sayang.”

Alden terdiam di depan gedung tinggi pencakar langit. Bangunan tersebut benar-benar besar dan terlihat megah. Alden membaca satu tulisan besar di dekat pintu masuk

Bibliothèque nationale de France

“What’s this?” Alden menoleh kearah Victor, menunggu jawaban pemuda itu. “Ayok masuk” Victor menarik tangan Alden untuk masuk kedalam pintu besar di depan sana.

“Ini tempat apa si vic?” Tanya Alden sekali lagi “ssutt.. Nanti juga kamu tau” Jawaban Victor tidak menjawab rasa penasaran Alden sama sekali, pemuda itu mendengus kemudian tetap mengikuti kemana Victor pergi.

Mereka berdua masuk kedalam lift yang kebetulan pintunya sedang terbuka. Alden melihat Victor menekan angka lima.

“Kamu gak bawa aku ke tempat aneh-aneh kan vic?”

Victor menghela nafas, “enggak lah.. Malahan kamu bakal berterimakasih sama aku” Ucap Victor dengan penuh keyakinan.

“Yeuu, awas aja”

Ting!

Saat pintu lift terbuka tepat di angka lima. Alden membisu, bahkan pemuda itu tidak sadar saat kakinya berjalan keluar dari lift. Victor terkekeh saat melihat wajah cengo milik Alden.

“Gimana? Ini tempat aneh-aneh gak menurut mu?” Victor berbicara tepat di sebelah telinga Alden. “Enggak lah!”

“sutt!”

Suara Alden yang cukup besar menjadikan sebagian orang menoleh kearah mereka. Victor meminta maaf tanpa bicara atas kelakuan Alden. “Kecilin suara kamu den” Alden mengangguk “sorry co” Pinta Alden.

Victor mengangguk, kemudian membawa Alden masuk lebih jauh kedalam lantai lima.

Sepanjang jalan Alden benar-benar dibuat kagum dengan ruangan besar ini. Alden tidak menyangka gedung besar layaknya perusahaan ternyata adalah perpustakaan besar dengan gaya gotik ala abad sembilan belas, ini sangat berbeda jauh dengan lantai pertama gedung yang memiliki interior modern minimalis.

Dan satu hal lagi yang Alden sukai, begitu banyak rak-rak buku dengan tinggi di atas kata wajar.

Gosh, ini surga dunia yang sesungguhnya fikir Alden

Tepukan bahu seseorang membuat Alden berbalik, Victor berdiri di depannya. “Kamu mau duduk atau cari buku?” Alden terdiam, sepertinya sangat disayangkan kalau dirinya hanya diam begitu saja tanpa membaca. “Aku cari buku.. Kesana deh” Dengan asal Alden menunjuk satu lorong di sebrang nya.

Victor mengangguk, “aku kesana ya.. Nanti kita ketemuan di sini lagi” Alden mengangguk “dadah” Alden membalas lambaian tangan Victor.

Baru beberapa langkah Alden berjalan, tangannya tiba-tiba di tahan oleh sesuatu dan tiba-tiba saja suara seseorang terdengar jelas di telinganya.

“Jangan hilang, kamu cuma satu, bisa-bisa hidupku kacau kalau gada kamu.”

Alden menoleh cepat kearah pemuda yang sudah berjalan menjauh darinya, arah mereka berlawanan saat ini. Alden tersenyum kemudian mengangguk seperti memberi jawaban penenang untuk Victor.

Setelahnya Victor hilang dari pandangan Alden, yang tersisa hanya ribuan buku yang tertata rapih di rak-rak kayu yang Alden tebak berumur lebih tua darinya.

Alden menyusuri lorong penuh rak-rak buku tersebut, tangannya sesekali menyentuh ujung buku selagi matanya mencari sesuatu buku yang menarik.

Alden rasa sudah lima menit ia berkeliling dan baru satu buku yang berhasil mencuri perhatiannya. Satu buku yang sial nya ditaruh di rak paling atas, disaat saat seperti ini Alden hanya bisa menyalahkan sang arsitek bagaimana bisa rak tinggi seperti ini tidak memiliki tangga sama sekali, atau harusnya dibuat ramah untuk pemuda sepertinya.

Alden sudah berjinjit untuk mencapai suatu buku, tapi masih tidak bisa ia gapai.

Sampai tiba-tiba tangan seorang lainnya menyentuh buku yang Alden incar. Aroma parfum woody masuk kedalam indra penciuman Alden.

Alden tau siapa sosok itu, Alden berbalik balik mengikuti arah buku itu pergi. Dan pandangan nya bertemu dengan..

Victor.

Kedua netra mereka saling mengunci tanpa mau melepas sedikitpun, Alden memperhatikan wajah tegas Victor, pemuda itu begitu tampan saat sedekat ini. Tatapan tajam yang tidak pernah berubah itu malah membuat Alden sedikit salah tingkah, di tambah jarak mereka yang sedekat ini. Alden ingin mundur tetapi di belakang nya sudah rak kayu.

Ia merasakan wajah Victor semakin turun kearahnya, dan aroma Oud milik Victor semakin menusuk hidungnya, seakan-akan memberi tahu siapa yang lebih dominan saat ini. Alden akhirnya mulai menutup matanya, membiarkan hal yang di pikirnya terjadi.

Victor yang melihat itu semakin yakin untuk maju hingga akhirnya kedua bibir mereka bertemu, rasa manis yang pertama kali Victor rasakan saat mengecap bibir Alden, rasanya sama seperti ciuman pertama mereka.

Lorong yang sepi membuat Victor lebih berani lagi untuk melakukan hal lebih, lidah pemuda itu mulai bergerak di dalam mulut Alden. Mengabsen setiap organ di dalam mulut Alden, permainan nya cukup pelan yang hanya membuat Alden semakin hanyut dengan sentuhan tangan Victor di pipinya.

“Enghh..”

Suara lenguhan itu membuat tautan mereka terlepas, Victor sepertinya baru menyadari dimana mereka saat ini. Mata Victor mengedar, mencari kamera pengawas. Victor menghela nafas.

“Aman” Alden yang mendengar itu terkekeh “mesum” Tutur Alden “kamunya mau tuh” Balas Victor.

“The letters and other writings” Victor membaca judul buku di tangannya “kamu suka baca romance?” Matanya menatap Alden. “Engga terlalu, tapi buku itu bikin aku penasaran” Ujar Alden

“Memang tentang apa?”

“Love story about Heloïse and Peter Abelard

Victor mengangguk, “kamu gak tau, padahal buku itu terkenal banget loh” Alden mengambil buku itu dari tangan Victor “enggak.. Gak minat baca romance”

Victor berjalan di belakang Alden. Seperti sedang menjaga sang pangeran kerajaan.

Keduanya akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu kursi kayu di tengah ruangan. Alden menaruh bukunya di atas meja marmer panjang berwarna putih.

Alden sempat melihat buku bacaan Victor “Sherclok Holmes” Ucapnya, Victor mengangguk “cool” Puji Alden.

Kemudian sesudah itu keheningan tercipta di antara mereka. Keduanya mulai sibuk dengan bacaan masing-masing, bahkan Alden yang biasanya cukup berisik bagi Victor berubah menjadi anak pendiam.

Victor tidak tahu bahwa Alden mulai hanyut dalam dunia percintaan tragis milik Heloïse dan Abelard.

Alden bergegas keluar dari kamarnya setelah mendapatkan satu pesan dari Victor, pemudi itu memberikan pesan bahwa ia sudah berada di lobby hotel.

Dan benar saja saat Alden sampai di bawah, sosok pemuda tinggi sedang menunggu dirinya dengan tenang. Alden berjalan menghampiri Victor.

“Haii” Nada riang Alden membuat perhatian Victor tercuri, senyum Victor tanpa sadar mengembang saat melihat wajah sumringah Alden, “halo sayang” Balas Victor.

“Dih apansi” Alden menepuk bahunya “haha, salting ya kamu” Goda Victor “ngarang kamu” Balas Alden “ayok cabut deh.. Kamu mau kemana si?” Alden menatap pemuda yang lebih tinggi darinya.

“Nanti juga kamu tau” Victor membuka telapak tangannya di hadapan Alden. “Apa?” Tanya Alden dengan polosnya, Victor mendengus kemudian memulai lebih dulu untuk menggenggam tangan Alden, “ohh gandengan.. Bilang dong” Victor tidak memperpanjang pembicaraan ia dan Alden.

Mereka berdua berjalan keluar dari hotel dengan tangan yang saling menggenggam dan wajah berseri bahagia. Seakan-akan mereka sangat siap untuk menjalani hari ini.

Victor dan Alden berjalan santai di trotoar kota Paris, sesekali mereka berbincang tentang hal-hal di jalanan ibu kota France. Victor mengajak Alden untuk mengisi perut terlebih dahulu sebelum mereka memulai petualangan.

“Nah sampe” Ucap Victor.

Alden melihat dengan seksama bangunan tersebut, cafe yang terletak di belokan jalan membuat semua mata akan tertuju pada tempat ini, cafe terlihat cukup ramai.

Cafe De Flore.

Alden ingat, ini adalah salah satu tempat makan terkenal di Paris. Entah karena makanan nya yang enak ataupun tempat yang aesthetic.

“Kamu mau berdiri di situ sampe kapan?” Suara dari Victor memecah fokusnya. Alden melihat Victor sudah berada di depan pintu masuk, sepertinya pemuda itu berniat meninggalkan nya.

Alden menghampiri Victor, “kamu ko jahat si mau ninggalin aku” Mereka berdua masuk kedalam cafe. “Makanya kalau lagi di gandeng jangan di lepas” Alden hanya mendecih kecil. Keduanya berjalan ke salah satu meja kosong dekat jendela.

Alden lagi-lagi terkagum dengan pemandangan dari tempatnya duduk saat ini, ia bisa melihat ramai nya para manusia berlalu lalang dengan bangunan tua di belakangnya. Sekarang Alden merasa sedang hidup di beberapa abad kebelakang.

Sedangkan Victor, pemuda itu memilih mengambil gambar Alden secara diam-diam. Menurutnya Alden yang sedang asik menatap keluar jendela itu sangat tampan.

Pesanan mereka datang, keduanya memang sudah memesan terlebih dahulu sebelum duduk.

“Holla Monsieur”

Sapa seorang gadis cantik, pelayan tersebut menaruh pesanan Victor dan Alden dengan hati-hati. “Excusez-moi messieurs, voici votre commande”

Victor dan Alden membalas senyuman ramah perempuan itu. “Terimakasih bahas Perancis nya apa vic?” Tanya Alden tiba-tiba. “Merci” Jawab Victor.

“Merci, belle jeune fille” Sang pelayan tersenyum sipu. Perempuan itu mengangguk kemudian pergi dari meja Alden dan Victor.

“Kenapa diem?” Alden menatap Victor penuh tanya, Victor menggeleng “itu kamu tau bahasa Perancis” Tutur Victor sembari mulai menyantap Croissant madunya.

“Aku tau itu doang, soalnya ada yang pernah ngomong gitu ke aku” Alden menjawab dengan santai. Tangannya asik dengan alat makan yang mulai memotong Croque Monsieur nya.

Victor memincing tajam saat mendengar ucapan Aiden. “Terus kamu jawab apa?” Tanya Victor “aku bilang thanks, soalnya kata Noni dia muji aku” Tutur Alden.

“lain kali kamu jawab aja ‘merci morceau de merde, mec!’

Alden mengangguk paham, kemudian Victor terkekeh. Alden bingung “ehh, gak bener ya itu kata-katanya” Victor mengangkat kedua bahunya “fixx gak bener, gak jadi aku contoh deh”

“Kata-kata bagus ko itu, pasti yang denger langsung kesemsem sama kamu”

“Bohong banget” Victor tertawa kemudian keduanya memilih untuk menyelesaikan makan paginya.

Tidak mau berlama-lama di dalam cafe karena memang mereka memiliki berbagai agenda, jadi setelah selesai makan dan membayar keduanya pergi dari cafe

“Ready for today?” Victor menatap pemuda di sebelahnya. Alden mengangguk “ready coco!”

Victor menggenggam tangan Alden.

“Leggo”

Matahari sudah naik ke permukaan cukup tinggi tapi hawa tidak terasa begitu panas karena angin sejuk milik kota Annecy yang berkeliaran mengenai tubuh setiap insan bumi.

Alden dan teman-temannya keluar dari salah satu kedai makanan, mereka semua memutuskan untuk breakfast bersama sebelum memulai perjalanan.

“Sekarang kita kemana?” Machel menatap kedua pria di hadapannya, “kemana tor?” Ray menatap Victor. “Lah kok gua yang tentuin” Ucap Victor “kan lo tau banyak daerah sini” Balas Ray “lo kan juga tau banyak Ray” Timpal Victor.

“Dih kok jadi pada ribut, gece dong panas tau” Omel Noni “ke laut aja, gua kepo sama lautnya” Alden akhirnya angkat suara. “Yaudah ayok” Jawab Ray.

“Lo yang pimpin ya Ray” Machel memerintah Ray dengan seenaknya. “Iya-iya.” Jawab acuh pemuda itu.

Mereka memilih berjalan kaki untuk sampai di tempat tujuan karena memang jarak yang tidak jauh. Di sepanjang jalan mereka semua asik mengobrol tentang hal-hal random.

Perjalanan dibuka dengan keseruan Machel dan Shearen yang tidak henti-hentinya mengerjai Ray.

Mereka semua berhenti di tengah-tengah jembatan. Yang memberikan pemandangan indah di sekitarnya

“Keren banget!” Puji Machel “parah si ini, ehh fotoin gua dong chel” Pinta Noni. Machel dan Noni asik bersua foto. Sedangkan Ray entah sejak kapan sudah asik berbincang dengan Shearen.

Victor berjalan mendekati Alden, pemuda itu tampak diam sedari tadi. “Gimana menurut kamu, bagus gak?” Alden menoleh kearah Victor, ia tersenyum “bagus, bagus banget malah” Ungkap Alden.

“Aku suka udaranya, nenangin banget” Victor mengangguk setuju. “Mau aku fotoin gak?” Tawar Victor “boleh boleh, yang bagus ya” Victor mengangguk kemudian mulai mengangkat kamera yang menggantung di lehernya itu.

Cekrek!

“Mau liat dong” Victor menghampiri Alden, memberikan layar kamera nya kepada Alden, “widih bagus banget belakang nya.” Posisi keduanya saat ini cukup dekat, Victor bisa mencium aroma parfum milik Alden.

“Ehh tor, tor!”

Panggilan dari Ray membuat fokus Victor dari bulu mata Alden terpecah. “Apaan?” Tanyanya dengan malas “fotoin gua dong sama Shearen” Pinta Ray.

Victor menghela nafas, “dimana?” Tanya Victor “bagusnya dimana?” Ray malah balik bertanya “disana aja” Victor menunjuk kearah laut lepas “asu lo” Victor terkekeh “yaudah tuh disana, deket bunga-bunga” Ray mengangguk. Kemudian Victor pergi bersama Ray, meninggalkan Alden yang hanya diam menatap Victor tanpa lepas.

Pemuda itu begitu tampan saat bersama dengan lensa kameranya, wajah Victor begitu serius saat memotret suatu objek dan itu membuat ketampanan pemuda itu bertambah dia kali lipat

“Woy!” Senggolan dari Machel membuat Alden menoleh kesamping “ngagetin aja lo, untung gua gada penyakit jantung” Sebal Alden “lebay, lo lagi ngeliatin apansi?” Kepo Machel.

“Bukan apa-apa” Jawaban Alden tidak membuat Machel puas “masa sih?” Alden mendengus “beneran buset dah” Ucap Alden, berusaha meyakinkan Machel

“Ehh lo berdua ngomongin apansi?” Noni datang dengan wajah bingung nya “bukan apa apa non” Noni memincingkan matanya. “Bohong non, orang jelas-jelas di ngeliatin Victor daritadi udah kaya stalker gila” Jelas Machel

“Jangan percaya non, Machel tukang nyebar hoax” Balas Alden “dih mana pernah ya, omongan gua tuh selalu trusted.”

“Gua lebih percaya omongan Machel si dek” Alden mendengus “lo beneran jatuh cinta sama Victor ya dek?” Tanya Noni “emm i–ituu,” Kedua perempuan itu memperhatikan Alden dengan lekat.

“Itu apan dek?” Tutur Machel “itu loh kita foto, iyaa foto yuk” Noni mendengus malas. “Hadeh,”

“Ayoklah, kita belum foto loh, mumpung view nya bagus” Tutur Alden “yaudah ayok, ayok” Kata Machel dan Noni secara bebarengan.

“Suruh cowo lo tuh dek, fotoin” Ceplos Machel “gua gebuk ya lo” Machel acuh. Kemudian Victor datang setelah Alden memanggilnya.

Setelah bersua foto mereka semua memilih melanjutkan perjalanan lebih jauh kedepan, “Jauh ga si Ray?” Tanya Machel “engga elah” Balas Ray. “Kok kaya lama banget” Timpal Noni “ya sabar dong, kan lo yang mau ngerasain air laut Annecy

“Dua menit lagi juga nyampe” Ucapan Victor membuat suasana jauh lebih tenang. “Kamu cape gak den?” Alden menoleh kearah pemuda di sebelahnya “enggak lah, gini doang mah kecil” Sombong Alden.

Benar saja dua menit kemudian akhirnya mereka sampai di dermaga. Tempat para kapal kecil mengangkut penumpang. Annecy memang tidak memiliki bibir pantai tetapi walaupun begitu laut Annecy tetap indah.

“Yuhu! Akhirnya sampe” Tiba-tiba Ray menjadi yang paling bahagia, angin laut menimpa wajah Alden. Membuat helaian rambut nya terbang. Alden berjalan kearah ujung dermaga, sedikit lebih sepi karena teman temannya lagi-lagi sibuk dengan bersua foto.

Victor sedaritadi sebenarnya memperhatikan Alden, Victor berjalan menhampiri pemuda itu. Berdiri diam di belakang Alden.

Alden yang masih tidak sadar dengan kehadiran Victor di belakangnya, malah asik merentangkan kedua tangannya, tujuannya hanya ingin merasakan segarnya angin laut.

Alden tersentak saat tiba-tiba seseorang memeluk pinggang nya dari belakang. Saat Alden menoleh, terlihat wajah kokoh milik Victor yang ternyata sedang menatap dirinya juga.

“Ngagetin aja” Alden memukul pelan tangan Victor yang berada di pinggangnya. “Haha, sorry habisan kamu asik banget” Ungkap Victor.

“Kamu pernah kesini ya vic?”

Victor mengangguk, “pernah tapi gak seindah ini” Alden mengernyit “kok gitu?” Ucap Alden “soalnya gada kamu.”

“Ishh dasar kadal” Victor menoleh, “tapi merah tuh pipinya” Dari samping seperti ini memang membuat Victor bisa melihat pipi merah Alden.

“Tapi serius deh den”

“Apa?” Tanya Alden “Annecy tanpa kamu cuma kota biasa, yang membuat Annecy jadi indah itu karena kamu sayang”

“Diem gak Victor!”

Victor tertawa. “I love you Alden” Bisikan Victor di telinganya, bisa ia dengar. Alden menolehkan wajahnya ke samping.

Membuat kedua hidung bangir mereka saling bersentuhan, Victor menggesekkan kedua ujung hidung mereka.

You look so cute, aku kayanya makin jatuh cinta sama kamu deh”

“Kamu juga ganteng banget, bikin aku pusing tau ga” Victor terkekeh “tapi sayang kan?” Tanya Victor “iya sayang.”

“Woy! Maksiat aja lo berdua” Untuk kesekian kalinya Ray mengangguk, kemesraan Victor dan Alden.

Teriakan dari Ray juga membuat seluruh atensi perempuan di sana mengarah kearah Victor dan Alden.

“Buset peluk pelukan, siang bolong nih bro” Ledek Machel “udah rasa Rose and Jack kali ya” Timpal Shearen.

Victor melepaskan pelukan nya dari pinggang Alden. “Kalian kalau iri bilang aja” Victor berjalan mendekati teman-temannya.

“Kasian gak punya ayang” Timpal Alden.

“Dihh lo berdua ya!” Machel sebal “mana pajak jadiannya” Cetus Noni “Nah! Mana traktiran nya” Ungkap Machel

“Nyampe Paris harus traktir di restoran bintang lima si tor” Celetuk Shearen “anjerr miskin mendadak gua” Ucap Victor.

“Halah jangan lebay, duit lo banyak juga” Victor memberi tatapan membunuh kearah Ray.

“Ehh udah yuk, balik ke kota. Main disana aja kan kereta kita dateng jam lima” Perkataan Shearen membuat mereka semua memilih bergegas pergi dari dermaga.

Tepat pukul tujuh malam Victor menunggu di depan hotel. Ia dan Alden memutuskan untuk bertemu di depan hotel.

Udara dingin kota Annecy pada malam hari itu tidak membuat Victor takut ataupun malas keluar dari kamar.

“Haii”

Victor menoleh kearah sumber suara, “hai” Jawabnya. Victor terpengarah melihat penampilan Alden malem ini.

“Vic” Tepukan di bahunya berhasil menyadarkan Victor “ehh.. Iya kenapa den?” Alden geleng-geleng kepala “kamu yang kenapa, aku ajak ngomong diem aja.”

Victor hanya bisa tersenyum, “yaudah ayok kita makan, takut makin larut” Alden berjalan mendahului Victor begitu saja “den tunggu!” Teriak Victor “cepetan, jangan lelet!” Balas Alden.

Karena letak hotel yang berada tidak jauh dari kota kedua pemuda itu memutuskan untuk berjalan kaki, sembari menikmati malam nya kota Annecy. Butuh waktu sepuluh menit lebih sampai akhir mereka sampai di restoran. La restauration d'annecyo,

Dari luar Alden bisa melihat restoran itu cukup ramai. “Ayok masuk” Alden sedikit terkejut saat Victor menarik tangannya untuk masuk kedalam.

Cling!

Bunyi lonceng di atas pintu seperti menjadi mantra yang membawa Alden ke dunia lain. Alden kagum dengan setiap infrastruktur restoran tersebut, lantai kayu hangat dengan dinding batuan yang dibuat bergelombang membawa kita seperti berada di gua tua bersejarah.

Aroma masakan masuk kedalam indra penciuman Alden, mungkin karena konsep restoran ini yang open kitchen. “Duduk sana yuk den” Victor membawa nya duduk di salah satu meja kosong di sudut ruangan.

Alden melepaskan mantel coklat tuanya. “Europe musim nya aneh ya” Victor tertawa mendengarnya “emang kenapa?” Ucap Victor “siang nya panas, malem nya dingin gini” Victor mengangguki perkataan Alden “beda banget ya sama Indonesia?” Alden mengangguk. “sebenernya kalau di Paris gak sedingin ini den, mungkin karena disini daerah pegunungan jadi lebih kerasa angin nya”

“Ya mungkin” Jawab Alden seadanya. “Kita gak pesen vic?” Alden menatap Victor penuh tanya “oh ya aku lupa” Victor menepuk jidatnya sendiri “hadeh, makanya jangan ngeliatin muka ku terus.” Sindir Alden.

Seorang pelayan datang menghampiri mereka, memberikan buku menu. Keduanya tidak membutuhkan waktu lama untuk memilih hidangan makanan malam.

Setelah pelayan pergi keheningan menyelimuti mereka. Netra Alden sibuk menjelajahi setiap sudut ruangan, pemuda itu baru menyadari terdapat banyak bingkai foto yang di pajang, berisikan foto keluarga ataupun benda benda antik.

“Gimana-gimana, kamu suka gak restorannya?” Celetuk Victor.

Alden mengangguk, “suka-suka.. Interiornya unik banget” Victor setuju dengan pendapat Alden “yang punya restoran emang mau kita ngerasa kaya lagi di rumah, hangat.”

“Pantes, aku ngerasa nyaman disini” Jawab Alden “kamu kok bisa nemuin restoran kaya gini vic?” Tanya Alden “iseng aja, aku liat tempat ini rame jadi penasaran.. Ehh malah jadi jatuh cinta” Alden terkekeh mendengarnya.

Setelahnya mereka membicarakan cukup banyak hal, mulai dari yang penting sama yang dirasa tidak penting.

“Bonjour, ceci est votre commande de nourriture, profitez-en”

Victor mengangguk, “merci mam.”

Alden mengambil satu buah mangkuk yang berisikan Boeuf Bourguignon.

“Bon appétit” Alden mengernyit bingung “ucapan selamat makan di dalam bahasa Perancis.” Jelas Victor

“Bon appétit” Balas Alden.

Keduanya makan dengan tenang, Victor yang memang tidak suka berbicara sedangkan Alden yang begitu larut menikmati setiap detail rasa dari Boeuf Bourguignon.

Sesudah menghabiskan hidangan makan malam dan membayarnya, Victor dan Alden memilih beranjak pergi dari restoran tersebut.

Baru beberapa langkah berjalan di trotoar jalan Victor sudah berhenti. “Kenapa vic?” Victor menunjuk toko di hadapan nya, mata Alden berbinar saat melihat apa yang Victor tunjuk. “Ayo masuk” Lagi-lagi Victor menggenggam tangan Victor, membawa Alden masuk kedalam toko dengan berbagai kue manis.

Saat masuk kedalam mata Alden benar-benar kalap. Rasanya semua kudapan manis di etalase pendingin di hadapannya begitu cantik.

Seorang wanita cantik yang Alden duga sebagai pelayan toko, tersenyum dengan ramah.

“Kamu mau yang mana den?” Victor menatap Alden yang masih sibuk memilih kue “aku mau macaroon vic” Victor mengangguk “ada lagi?” Ia bertanya karena mata Alden yang masih sibuk menjelajah seakan belum puas dengan pesanan nya.

“Aku mau eclair satu” Victor mengangguk “apalagi?” Tanya Victor “udah itu aja” Victor menyatukan alisnya “serius?” Alden mengangguk “dikit banget, tumben” Celetuk Victor “aku mau diet. Badan aku udah gendut banget”

Victor menggeleng “kata siapa kamu gendut” Tanya Victor “kata aku” Jawab Alden “salah tuh pemikiran mu. Tubuh kamu bagus gitu juga”

“Tapi aku gendut, jelek” Kekeh Alden “kamu gak gendut Alden, kamu orang paling cantik yang pernah kamu temuin tau” Jawab Victor “aku ganteng” Bantah Alden.

Victor mendekatkan wajahnya dengan milik Alden, “cantik.”

Victor hanya terkekeh saat melihat sang model terdiam tanpa kedip. Alden rupanya terkejut dengan perilaku Victor yang tiba-tiba.

“Je veux une boîte macaron et un long éclair”

Sang pelayan mengangguk, kemudian mulai mempersiapkan pesanan Victor

“Ok monsieur, c'est votre commande” Pelayan itu memberi satu plastik berisi pesanan Victor.

Mereka pergi keluar dari toko setelah Victor selesai melakukan pembayaran.

“Nanti aku ganti uang kamu ya” Ucap Alden “gak usah” Victor menggeleng. Alden mendengus “kan mulai kan..” Victor menoleh kearah pemuda di sebelah nya.

“Aku gak suka ah kalau kamu bayarin aku terus” Ungkap Alden, Victor tersenyum mendengar nya “kan aku yang ngajakin, jadi aku yang bayar” Jawab Victor.

“Berarti lain kali kalau aku yang ngajakin, aku yang bayar ya?” Tanya Alden. Victor menghela nafas “iya-iya”

“Mau keliling gak den?” Victor menatap pemuda di sebelahnya dengan penuh harap

Alden mengangguk “boleh, aku penasaran juga Annecy kalau malem gimana” Jawab Alden “Indah” Kata Victor “beneran?” Victor mengangguk.

“Ayok, aku tunjukin indahnya Annecy kalau malem” Lagi-lagi Victor menggenggam tangan Alden dengan seenaknya. Membawa dirinya ke tempat yang ia sendiri pun tidak tahu.


Ternyata Victor membawa Alden ke pinggiran aliran sungai Thiou. Jalanan terlihat lebih sepi, mungkin karena waktu yang sudah lumayan larut.

Toko-toko di sepanjang pinggiran sungai juga sudah banyak yang tutup. Lampu-lampu jalan berwarna oranye memberi kesan hangat pada malam yang cukup dingin itu.

Mata Alden menjelajahi se penjuru tempat, banyak sekali bangunan tua dengan gaya abad 18. Aliran sungai yang tenang hanya membuat Alden merasa lebih tenang disini.

Kesunyian menjadi teman mereka selama beberapa saat, keduanya sama-sama kagum dengan pemandangan saat ini.

“Itu gunung vic?” Alden menunjuk pemandangan di depannya, Victor mengangguk “iyaa, makanya aku bilang Annecy lebih dingin walaupun summer” Tutur Victor

“Kamu tau bangunan di tengah itu gak den?” Victor menunjuk bangunan tua di tengah-tengah aliran sungai, Alden menggeleng “gak tau, emang itu apa?” Tanya Alden.

“palais de l'ile”

Alden mengangguk, “fungsi bangunan itu apa?”

“Dulu itu di abad 12 bangunan itu di jadikan benteng, lalu berubah fungsi menjadi pengadilan. Dan sekarang menjadi salah satu tempat ikonik di Annecy”

“Wahh, ternyata kamu tau banyak juga tentang Annecy” Puji Alden, “itu karena aku sering baca buku tentang France aja” Ucap Victor.

“Kamu suka baca buku?” Victor mengangguk “lumayan, kamu suka juga?” Victor balik bertanya “suka! Aku kalau bisa ga keluar kamar seharian kalau gada schedule”

“Tebak kenapa” Pinta Alden “baca buka?” Alden mengangguk “bingo”

Victor tersenyum, senang bisa melihat raut bahagia milik Alden. pemuda itu begitu antusias menceritakan tentang buku.

Buku apa yang ia baca, genre kegemarannya, buku favoritnya, dialog kesukaannya.

Mereka terus berjalan, melewati jalanan malam itu, kesunyian kota sirna akibat pembicaraan keduanya.


Alden tidak sadar bahwa tangan Victor membawa nya menuju jalan-jalan kecil yang berada di antara bangunan tua. Banyak bunga-bunga cantik yang menjadi hiasan rumah rumah tua di situ.

Keduanya tersenyum bahagia, “Alden,” Ia menoleh kearah Victor. Pandangan mereka bertemu “kamu kalau lihat bintang dimana?” Spontan Alden menjawab “di langit lah”

“Bagi aku ada tempat lain selain langit” Alden mengernyit bingung “dimana?” Tanyanya.

Victor selangkah lebih maju, mendekatkan dirinya kepada Alden. Pandangan Victor tidak lepas dari mata bulat Alden.

“Dimata mu” Ucapnya “dimata aku?” Nada bicara nya Alden terasa ragu di pendengaran Victor.

“I like a star shining in your eyes”

“Victor”

Victor menjawab dengan gumaman “do you like me?” Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Alden.

Gelengan dari Victor entah kenapa membuat hati kecilnya terasa sakit. Alden tidak tau mengapa.

“Oh, okey” Alden berusaha tersenyum sekuat yang ia bisa.

“Alden, look at me”

Alden mengangkat wajahnya kembali, menatap netra coklat milik Victor. “I don't like you” Perkataan itu lagi-lagi menyakiti hatinya.

“But I love you”

Alden membatu, “Vi-victor..”

Cup..

Victor mengecup Alden tepat di bibirnya. Alden terdiam, ia terkejut dengan kelakuan Victor yang tiba-tiba.

Victor memundurkan wajahnya, menatap Alden yang masih diam, sembari mengedipkan mata beberapa kali.

“Alden..” Panggil Victor “i-iyaa?” Jawab Alden dengan terbata-bata. “Do you love me?” Tanya Victor dengan hati-hati.

“Yes, Yes I do”

Jawaban dari Alden membuat dua organ tak bertulang itu kembali menyatu, kali ini terdapat gerakan-gerakan sensual yang mampu membuat Alden terbuai. Mulai saat ini Alden berpikir Victor bukan hanya pandai dengan camera tetapi juga pandai mengobrak-abrik mulutnya.

Alden membalas setiap gerakan Victor dengan seirama. Melakukan ciuman panas selama beberapa waktu.

Tepukan di bahunya berhasil membuat Victor sadar bahwa Alden mulai kehabisan nafas. Ia melepaskan tautan bibir mereka. Menatap satu sama lain sembari mengatur nafas yang tidak beraturan.

Dirasa sudah lebih tenang keduanya kembali berjalan, menyusuri sudut kota Annecy pada malam hari.

Victor tidak melepaskan tangan Alden sedaritadi, ia terus menggenggam tangan tersebut.

“Kartu permintaan aku masih berlaku?” Alden berusaha memahami maksud Victor, tiba-tiba ia teringat saat pertemuan ketiga mereka di cafe.

Alden mengangguk “masih, kenapa?” Victor memperlambat jalannya “sekarang aku udah tau mau minta apa” Sahutnya “minta apa tuh?” Tanya Alden.

“Aku mau waktu lebih banyak sama kamu”

“Maksudnya?”

“habisin sisa waktu kamu di Paris sama aku Alden”

Alden tersenyum “kamu mau kan?” Victor menatap Alden penuh harap. Alden mengangguk

“Iya aku mau.”

Terik nya Annecy siang itu tidak membuat kedua model ternama ataupun sang fotografer beristirahat. Mereka malah semakin yakin untuk melakukan sesi pemotretan lainnya.

Alden sendiri sudah menganti pakaiannya ke baju kedua. Pemuda itu mengenakan vest rajut berwarna kulit dengan motif hati di tengah nya.

“Coba angkat..” Victor cukup ragu untuk melanjutkan pembicaraan “emm itu vest kamu” Lanjut pemuda itu. Alden tidak ambil pusing, ia berusaha profesional dengan mengikuti perintah sang fotografer

Victor merendahkan tubuhnya, dari bawah sini ia bisa melihat tangan Alden menarik setengah vest keatas, membuat abs pemuda itu cukup terlihat dengan jelas. Teriknya matahari tepat mengenai perut pemuda itu, membuat bagian tubuh itu menjadi berkilau.

Wajah Alden hampir hilang, tenggelam dalam vest rajut tersebut. “Tahan den” Victor mulai memotret, “Udah den” Ucap Victor setelah dirasa cukup. Victor melihat sejenak hasil bidikan nya, hanya satu kata yang bisa ia ucapkan

“Sexy” Batin nya.

“Gaya lagi dong” Pinta Victor “bebas?” Tanya Alden, Victor mengangguk “ikutin naluri mu aja” Alden mengangguk, setelah Victor siap Alden mulai melakukan beberapa pose gerakan.

Victor sempat terkagum saat Alden membuat pose seperti sedang melakukan peregangan tangan, memamerkan otot lengan pemuda itu. Kemudian Alden terus berganti, gerakan. Victor lebih maju kedepan untuk mengambil beberapa pose.

“You did so well den” Alden tersenyum manis, saat menerima pujian Victor.

Alden berjalan mendekati Victor “coba liat dong hasilnya” Si model rupanya cukup penasaran, Victor dengan senang hati menunjukan hasil jepretan nya “widih, keren banget. Kamu jago juga motret nya” Puji Alden

“Lah, baru tau kamu?” Alden mengangguk “aku kira kamu bisanya gombal doang” Ledek Alden, kemudian pergi melewati Victor begitu saja.

“Alden” Panggilan dari Victor membuat Alden berbalik, Victor memperhatikan Alden dari atas sampai bawah, “you cute and hot at the same time” Alden terdiam. Kemudian pemuda itu menggeleng

“Gombal”

Alden berbalik dengan cepat, ia rasa pipinya memanas entah karena apa.

Victor tidak menggombal tetapi itu memang kenyataan, vest rajut dengan bolongan di tengah berbentuk hati membuat Alden terlihat manis tetapi di sisi lain juga terlihat sexy.

“Udah kelar dek?” Alden mengangguk “sekarang look ketiga berarti” Ujar Noni. Kemudian dengan perlahan Alden melepas vest rajut tersebut “lo gak ikut kesana non?” Tanya Alden “pengen tapi panas banget, nanti gua hitam gimana?” Keluh Noni “lebay lo. Asal lo tau ya non kulit eksotis tuh lebih laku di kalangan bule” Tutur Alden.

“lo mau punya pacar bule kan?” Noni mengangguk “yaudah ayok keluar lah” Noni mendengus, “iyaa deh iyaa, lo duluan aja gua mau ambil sesuatu dulu.”

Alden berlalu keluar begitu saja, ia bertemu dengan Shearen di pinggir kolam renang. Perempuan itu memperhatikan Machel yang sedang melakukan pemotretan

“ehh Alden” Ia tersenyum saat Shearen menyapanya “ehh lo belum touch up ya?” Shearen memperhatikan wajah Alden dengan seksama “masih bagus kok ren” Tutur Alden “iyaa tapi tetep kurang pol gitu loh, lo harus touch up.. Sini sini” Tangan Alden ditarik Shearen ke sebuah payung besar dengan beberapa kursi santai di bawahnya.

Disaat Alden sedang asik dirias oleh Shearen tiba-tiba seseorang pria datang menghampiri mereka.

“Ren” Perempuan itu menatap Victor “kenapa tor?” Tanya Shearen “masih lama?” Alden membuka matanya, Shearen menggeleng “dikit lagi kok, Alden mah gak perlu lama-lama touch up, dasarnya udah cakep soalnya” Goda Shearen “gak lah, biasa aja” Kata Alden. Victor diam-diam menyetujui perkataan perempuan di hadapan nya ini. “Loh bener kok den, darimana lo biasa aja. Orang cakep begini, si Victor aja suka sama lo” Celetuk Shearen “iyakan tor?” Shearen memandang Victor dengan penuh tatapan jail.

“Hah? Kenapa ren?.. Eh bentar handphone gua geter kayanya ada yang telefon, gua angkat dulu ya” Victor pergi begitu saja “boong banget huu” Ucap Shearen setelah kepergian Victor. “abisan lo nanya gitu, mana mungkin dia suka gua ren” Timpal Alden “Hello?! Lo buta apa gimana deh, orang jelas banget..”

“Dedek!”

Alden beruntung Noni datang menyelamatkan dirinya dari pembicaraan aneh ini. “Kenapa non?” Tanya Alden “nih babyoil, kasih ke perut lo biar makin sexy” Ekspresi wajah Noni sedikit membuat Alden takut. Alden dengan buru-buru melumuri babyoil ke perut berkotak nya “dadanya sekalian dek” Alden dengan patuh menuruti kemauan Noni.

“Nah kalau gini lo kan udah perfect, ayo sekarang foto” Noni menarik tangan Alden menuju pinggiran kolam renang.

“Gila dedek, hbl hbl.. Hot banget loh!” Seru Machel dari dalam kolam renang. “wah gila seh, cocok lo jadi model den” Gurau Ray. “Tai, selama ini kan gua model” Ray tertawa.

“Si Victor mana Ray?” Tanya Noni, Ray menggeleng “gak tau, gua dari tadi fotoin Machel” Jawab pemuda itu “yaudah lo sama Ray aja dek” Alden mengangguk “ayok den kita foto-foto.”


Victor kembali ke lokasi setelah selesai melakukan pembicaraan dengan seseorang di telefon. Dari posisinya saat ini ia bisa melihat Alden sedang sibuk pemotretan dengan Ray.

Victor selalu kagum dengan kulit putih milik Alden, karena terlihat seperti kertas baru yang tidak ada coretan sedikitpun. Dan ia juga kagum dengan perut Alden, perut berotot itu begitu mengkilap saat terkena sinar matahari.

Dan ia juga tergoda dengan dada putih Alden yang begitu mengkilap. Victor bisa melihat tatto di dada sebelah kiri Alden, tetapi ia tidak tau filosofi tatto tersebut karena ditulis dalam angka romawi kuno.

Dirinya berjalan mendekati Ray, mengangkat lensa kameranya, siap membidik Alden yang dengan luntur berpose. Siang ini Alden terlihat begitu panas dan menggoda.

Ia dan Alden hanya di pisahkan oleh kolam renang, Alden berada di seberangnya, duduk di pinggiran kolam dengan kedua kaki yang masuk kedalamnya.

“Kaya kurang gak si tor?” Victor menoleh kearah Ray, kemudian mengangguk. Victor bangkit berdiri, “Alden.. Coba kamu masuk kedalam kolam.”

Alden masuk kedalam kolam, menenggelamkan dirinya ke dalam air kemudian beberapa saat kepalanya di bawa naik kepermukaan. “Ahh seger banget” Ujar Alden.

Victor kemudian dengan tiba-tiba menanggalkan t-shirt nya begitu saja. Alden bisa melihat otot bisep Victor yang terlihat begitu kekar, dan perut pemuda itu yang tidak jauh berbeda dengannya.

Victor masuk kedalam kolam setelah menganti kamera nya menjadi tahan air. “Ray, gece turun” Victor menatap masalah temannya yang masih duduk di permukaan. “Iyaa sabar ngapa” Jawab Ray.

Victor kemudian kembali menatap Alden yang sekarang berdiri dihadapannya, rambut basah Alden hanya membuat Victor semakin gila.

“Mundur den” Tutur Victor, “kenapa deh?” Walaupun kebingungan Alden tetap mengikuti perintah Victor, “terus.. Sandaran aja ke tembok nya.”

Alden menempelkan dirinya ke dinding pembatas kolam yang langsung memperlihatkan view laut kota Annecy.

“Pose” Pinta Victor, Alden melakukan beberapa pose. “Tahan” bukannya memotret Victor malah mendekati Alden.

Sang model sedikit gugup saat tubuhnya dengan Victor berdekatan, too close batinnya. Victor memegang lengannya membuat bulu kuduk Alden merinding seketika.

Victor membawa kedua tangganya ke dua sisi kepala “pose seakan-akan kamu lagi benerin rambut mu” Alden dengan ragu mengangguk. Victor terdiam, sepertinya pemuda itu baru menyadari jarak mereka yang begitu dekat. Victor memperhatikan bagaimana buliran air berjalan di atas kulit Alden.

Glup

Ia menelan ludah dengan susah payah. “You so hot and it’s danger for me” Bisikan Victor mampu membuat Alden membeo, ia terkejut dengan perkataan Victor. Dan entah kenapa pipinya memerah kembali

“Woy!! Tor kerja malah modus aja lo” Seruan Ray membuat Alden tersadar, Victor ternyata sudah tidak ada di hadapannya. Saat ini pemuda itu berdiri di sebelah Ray.

Alden kembali kedalam profesionalitas nya sebagai model, ia mengesampingkan hatinya yang berdegup cepat selama beberapa saat.

Tiba-tiba Machel datang. “Chel, coba lo di belakang Alden” Machel jalan begitu saja ke pinggir kolam, duduk di belakang Alden. “Tiduran chel” Pinta Ray. Machel mengangguk, ia tengkurap dengan kepala yang di taruh di bahu Alden. “Begini?” Para photograper mengangguk.

Setelah mengambil beberapa foto antara Alden dan Machel, sekarang mereka sedang ber istirahat di beberapa kursi santai yang berada di pinggiran kolam.

“Emang kalau model bagus gitu ya gak perlu kita suruh mereka ngerti” Ucap Ray sembari asik melihat hasil foto di kameranya “yalah kan gua model ternama” Sombong Machel.

“Gak mungkin dong Ray sekelas Vogue make model abal-abal” Timpal Noni “bener banget kata lo non, sebenarnya kita pake kalian juga karena skill kalian yang kita tau bagus apalagi Alden yang lagi naik daun banget satu tahun kebelakang ini” Jelas Shearen “Alden lo sekolah model atau gimana dah?” Tanya Ray

Alden menggeleng, “mana ada gua sekolah model, kepikiran bisa ada di industri ini aja gak pernah” Ucap Alden “lah kok bisa sampe kaya gini gimana den?” Shearen cukup penasaran. “Waktu itu gua lagi makan di mall terus kebetulan ada Noni, kita kenalan ternyata dia emang ngincer gua buat jadi model”

“awalnya gua tolak tawaran dia tapi dia maksa terus sampe akhirnya gua catwalk perdana di Jakarta Fashion Week”

Victor sedaritadi hanya duduk, memperhatikan Alden yang asik bercerita. “Gila berarti lo keren juga dong langsung debut di Jakarta fashion week” Alden hanya tersenyum saat mendengar pujian Shearen.

“Lo tau gak si ren mukanya Alden tuh unik banget, mata bulat terus pipi nya berisi. Tapi tubuhnya tinggi and berisi, model cowo tuh udah jarang yang begitu tau” Shearen mengangguk setuju dengan pemikiran Noni “hebat juga lo bisa nemuin si Alden” Ungkap Ray

“Iya dong, mata gua kan jeli”

“Gua suka banget sama mata lo deh den kaya kelinci” Shearen memperhatikan wajah Alden dengan seksama “ihh sama gua juga suka matanya” Timpal Machel. “Kalau gua suka pipinya si” Ucap Noni “pantes lo sering cubitin pipi gua,” Noni hanya terkekeh mendengar sindiran Alden “pipi gua jadi kaya bakpao anjir gara-gara lo” Keluh Alden.

“kalau gua suka jawaline lo den, gila bagus banget kalau di foto” Ungkap Ray “kalau lo tor?” Pertanyaan Machel membuat semua atensi jatuh kepada Victor.

“Semua di diri Alden gua suka.”