“Marvel Sagara!”
Suara bentakan tersebut berhasil membangunkan seorang pemuda dari alam bawah sadarnya, saat mengangkat wajahnya keatas, ternyata sudah ada satu sosok perempuan di hadapan nya.
“Eh Bu Siska..” pemuda itu tersenyum dengan polosnya “enak tidur nya Marvel?” dengan polosnya Marvel mengangguk “ketiduran bu hehe, hawanya pas buat tidur soalnya” Bu Siska hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar nya “sekarang kamu keluar dari kelas, berdiri di depan tiang bendera sampai bel istirahat kedua tiba” Marvel tampak tidak senang saat mendengar kata-kata gurunya itu.
“Yah bu, maaf atuh mata saya nih, tadi ketutup sendiri sumpah, saya gada niat bu”
“Saya gak peduli, sekarang kamu keluar dari kelas atau nilai ulangan kamu yang kemarin saya kosongkan” Marvel menghela nafas, kemudian berlalu pergi dari dalam kelas.
Dari pinggir lapangan Marvel melihat satu sosok lainnya yang sudah berdiri di depan tiang lebih dahulu, Marvel menghampiri sosok tersebut, berdiri tepat di sebelah pemuda itu.
“Lo kena hukum juga?” Marvel menoleh kesamping “lo ngomong sama gua?” pemuda itu terkekeh mendengar penuturan Marvel “emang ada orang lain selain lo disini?” Marvel menggeleng. “Gua kena hukum sama Bu Siska”
“Sama berarti” Jawab pemuda tersebut dengan begitu santainya “lo kenapa bisa kena hukum dia?” Tanya Marvel “gak ngerjain tugas” Ia mengangguk paham. Bu Siska, guru matematika mereka memang tidak segan-segan menghukum muridnya yang tidak mengerjakan tugas.
“Kalau lo?”
“Ketiduran gua” pemuda berkulit sawo matang itu terkekeh mendengar penuturan Marvel “kebiasaan” Ungkap pemuda itu.
Marvel mengernyit “lo tau gua sering ketiduran di kelas?” pemuda itu masih diam
“Genta”
Akhirnya Marvel bisa menyebutkan nama pemuda di sebelahnya tersebut.
“lo mau ikut ke kantin gak? Gua haus nih” pertanyaan Genta tidak dijawab oleh Marvel “yaudah kalau lo gak mau, gua duluan” Genta berbalik begitu saja, berjalan menjauhi tiang tinggi menjulang tersebut.
“Genta, tunggu gua ikut!”
Marvel berlari menghampiri Genta yang masih asik berjalan tanpa menghiraukan perkataan Marvel.
Kedua pemuda dengan tinggi di atas anak sebayanya itu akhirnya sampai di kantin, keadaan tempat makan tersebut sepi. Mungkin karena ini belum jam istirahat
“Lo ngapain disitu?” Marvel mengangkat wajahnya “mau makan lah” Jawab Marvel dari tempat duduk di tengah kantin “ketauan guru nanti” Ujar Genta “terus makan dimana?”
“Ikut gua” Marvel akhirnya bangkit berdiri, berjalan mengikuti Genta menuju tempat yang ia tidak ketahui.
Setelah menghabiskan waktu kurang dari lima menit kedua pemuda itu akhirnya sampai di rooftop sekolah.
“Gila angin disini enak banget” pujian Marvel tidak Genta balas, pemuda itu memilih duduk di sofa usang yang berada di sebelah tumpukan meja kayu yang tidak terpakai.
Mereka menyantap makanan dalam diam. Sampai Marvel mulai gerah sendiri dengan kondisi hening seperti ini
“Lo sering kesini ya gen?”
Pemuda itu mengangguk “lumayan, kalau gua lagi butuh waktu sendiri atau tempat tenang, ini tempat yang bakal gua datengin”
“Nih rooftop emang nenangin banget si, angin nya bikin kita bawaannya mau tidur aja disini” Genta terkekeh “lo boleh tidur disini kalau lo mau” mata Marvel tampak membulat, pemuda itu terkejut “beneran?” Genta mengangguk
Siapa disangka ternyata persetujuan dari Genta itu malah membuat semakin banyak momentum keduanya yang tercipta.
“Udah gua duga lo disini”
Genta menoleh kearah belakang, terdapat sosok yang sudah tidak asing di dalam kehidupan nya saat ini. Marvel, pemuda itu berjalan mendekati dirinya.
Duduk tanpa permisi di bagian kosong yang berada di sebelahnya. “Kenapa?” Tanya Genta “nih buat lo” Marvel memberikan satu bungkus nasi goreng kepada Genta
“Dalam rangka apa?” Genta tampak kebingungan, Marvel menggeleng “nothing special, gua cuma gak liat lo aja tadi di kelas, di kantin juga. Jadi gua tebak pasti lo belum makan”
Genta mengangguk “perhatian juga lo ternyata” ujar Genta “iyalah, gua gituloh” Genta tertawa, tangannya bergerak begitu saja untuk mengusak surai Marvel. “Thanks marv” Ungkap pemuda itu dengan tulus,
Marvel terdiam selama beberapa saat, hingga membuat Genta kebingungan “Marvel” Ditepuk nya bahu kawannya, agar pemuda itu sadar “ehh iya, kenapa?” Genta mendengus
“Bukan apa-apa, makan gih” Marvel mengangguk kemudian keduanya mulai menyantap makan siang mereka.
“Gila! Seru juga main kejar-kejaran sama Pak Tono” Genta terkekeh, pemuda itu mengatur nafasnya sembari berjalan menuju sofa di tengah rooftop.
“Lo gila anjing gen, untung aja kaga ketangkep” Genta duduk di sebelah Marvel, pemuda itu hanya tertawa. “Tapi lo selamat kan sekarang?” Marvel dengan ogah-ogahan akhirnya mengangguk juga “kapan-kapan mau ke warung Teh Elisa lagi?”
“Mau lah, tapi pake cara yang bener aja, gua capek lari-larian” nafas Marvel tidak beraturan, pemuda itu tanpa sadar juga sudah menyenderkan kepalanya di bahu Genta. “Iyaa siap bosku”
Setelahnya hanya ada keheningan diantara mereka. Kedua pemuda itu menikmati udara sejuk siang hari ini
Mata Genta tertuju pada kedua kaki nya, yang ternyata bersebelahan dengan milik Marvel. Kaki Genta tiba-tiba menyenggol milik Marvel, tidak mau tinggal diam, Marvel pun membalas gerakan Genta.
Mereka saling menyenggol kaki satu sama lain, tidak ada yang mau mengalah dan tidak ada juga yang merasa kesakitan.
“Aduh!”
“Ehh, sorry sorry” Genta memberhentikan gerakannya. Pemuda itu terlihat begitu panik, hingga Genta langsung turun kebawah, ia dengan cepat membuka sepatu Marvel dan mengusap lembut kaki pemuda itu.
“Sakit ya?” Marvel menggeleng “gapapa gen” Jawab Marvel “gua lebay ya?” Marvel terkekeh “iya lumayan lah” Genta kembali ke tempat duduknya.
Persahabatan mereka semakin dekat dilihat dari seberapa intensif nya percakapan antara Genta dan Marvel, dan ternyata mereka memiliki hobi yang sama.
“Genta!” teriakan Marvel tidak membuahkan hasil apapun “Woy Genta Nawasena!”
Akhirnya sang pemilik nama menoleh kearah Marvel, pemuda itu menghampiri Marvel dengan pandangan penuh tanya “kenapa?” tanya pemuda itu “ini beneran gapapa gua join futsal?” Marvel melirik lapangan di belakang Genta.
“Gapapa marv, futsal open anggota terus kok” pemuda itu berusaha menenangkan Marvel “lagian kan ada gua juga, gada yang berani pasti ngebantah gua” Marvel berdecih “songong lo monyet” Genta tertawa
“Fakta bro,” Jawab Genta “kuy lah masuk” Genta merangkul bahu Marvel dengan begitu mudahnya, entah sepertinya pemuda itu tidak memikirkan hati seseorang lainnya.
Perkataan Genta ternyata sepenuhnya benar, para anggota futsal sangat terbuka dengan kehadiran Marvel, mereka membaur dengan cepat, bekerjasama sebagai tim di lapangan dengan baik, membuat sesi latihan mereka sore itu terasa sangat asik bagi Marvel.
“Marvel..”
Genta menepuk pundak Marvel, ia memperhatikan bagaimana Marvel meneguk rakus air putih dari botol kemasan, “main lo boleh juga marv” Marvel tersenyum “baru tau ya lo kalau gua jago?” Genta tertawa saat melihat wajah sombong yang Marvel keluarkan.
Tiba-tiba saja Genta mengambil botol minuman tersebut dari tangan Marvel, meneguk habis air putih yang tersisa dari botol kemasan tersebut. “Aahh habis hehe” Marvel mendengus “tai di habisin” Genta hanya cengengesan saat melihat wajah kesal dari Marvel “hahaha, sorry sorry” ungkap Genta.
“Habis latihan lo ada urusan lain gak?” Marvel menggeleng “mau ke angkringan gak? sekalian gua ganti minuman lo” ajakan Genta begitu menggiurkan dan hati kecil Marvel tidak ingin menolak.
“Ayok aja,” Genta tersenyum sangat cerah saat mendengar ucapan Marvel “tapi lo kaga malmingan sama cewek lo gen?”
Genta menggeleng “kenapa?” tanya Marvel “gua gak punya cewek” jawaban Genta tanpa sadar membuat Marvel merasa lega, “cari atuh, lo ganteng gitu pasti banyak yang mau”
“Ngapain gua cari, kalau udah ada di depan mata”
Kedua alis Marvel menyatu “maksudnya?” Genta masih diam dengan pandangan yang tidak lepas dari Marvel. “Jawab anjing malah senyum-senyum sendiri” Marvel kesal karena Genta tidak juga berbicara “lupain aja.”
“Tai lo mah” Genta terkekeh “bukan apa-apa Marvel Sagara” entah kenapa Marvel suka ketika nama lengkap nya disebut oleh Genta. “Makasih udah bilang gua ganteng”
“Najis, nyesel gua” tawa Genta begitu renyah di dalam pendengar nya. Genta tiba-tiba bangkit dari duduknya “ayok, keburu makin malem” Marvel juga ikut bangkit dari duduknya, “tas gua” pinta Marvel
“Biarin gua yang bawa.”
Hari-hari berlanjut seperti biasanya, Marvel dan Genta sedang berjalan menuju kantin karena memang sudah waktunya untuk istirahat.
“Marvel” panggilan dari seorang perempuan berhasil menganggu pembicaraan keduanya “Naomi” perempuan itu tersenyum “boleh ngobrol sebentar gak?” Genta yang paham dengan lirikan Naomi pun memilih pamit “gua duluan marv” Marvel mengangguk “nanti gua nyusul” ujar Marvel, setelahnya Genta pergi.
Tetapi pemuda itu tidak benar-benar pergi, Genta memperhatikan percakapan keduanya dari ujung lorong. Niatnya hanya ingin menunggu Marvel tetapi berujung hatinya yang panas.
Genta mendengus “kenapa jadi panas gini dah” lirihnya, ia alihkan tatapan nya dari Marvel yang sedang asik berbicara dengan Naomi kearah lain.
Ia memilih berlalu pergi dari tempat tersebut meninggalkan Marvel yang asik dengan Naomi.
Sampai akhirnya Genta paham, perasaan nyamannya kian lama berubah menjadi rasa takut,
Rasa takut kehilangan, rasa ingin menjaga dan melindungi sekaligus rasa egois.
Egois ingin memiliki Marvel seutuhnya walaupun dirinya dan pemuda itu tidak memiliki garis ikatan yang kuat.
“Kata Sania lo belum ngumpulin tugas sejarah ge” Suara Marvel yang tiba-tiba masuk kedalam pendengar nya, berhasil mengembalikan kesadaran Genta. Pemuda itu mengangkat wajahnya kepermukaan. “Emang di kumpulin kapan?” Marvel mendengus “sekarang goblok”
“Lo udah?” Marvel mengangguk “udah lah, gua kan rajin, emangnya lo” ledek Marvel “kumpulin nya nanti aja ya” ujar Genta “bareng gua” lanjut pemuda itu “tapi kata Sania hari ini terakhir”
“Ya udah ayo kerjain di rumah gua” ajak Genta “maksimal nya di kumpulin jam satu tapi gen” timpal Marvel “masih jam sebelas elah marv” bantah Genta “emang keburu” Genta mengangguk “keburu, percaya sama gua”
Genta bergerak cepat membereskan barang-barang nya, ia bangkit dari kursinya dan menarik begitu saja tangan Marvel. “Ayok marv”
“Sabar cuy, tas gua belum di ambil” Genta berhenti, kemudian pemuda itu membiarkan Marvel mengambil tasnya. Setelah Marvel kembali ke hadapan nya, Genta dengan cepat kembali menggenggam tangan putih Marvel.
Berjalan meninggalkan kelas yang terlihat sepi siang itu.
Membicarakan tentang kelas mungkin yang ada di ingatan Marvel adalah hari dimana Genta jatuh sakit.
Hari dimana tiba-tiba saja Marvel merasa cemas kembali kepada seseorang, Marvel kembali peduli kepada orang lain. Marvel terasa lebih berisik daripada biasanya.
Semua dimulai karena ucapan Azka, teman sekelasnya yang berbicara kepada guru seni budaya mereka.
“Bu Genta sakit” Azka berbicara dengan lantang, Marvel yang duduk di depan tentu saja terkejut dengan penuturan Azka “sakit apa?” tanya guru seni budaya mereka “pusing sama mual bu katanya”
“Genta kamu mau ke UKS aja?” Genta menggeleng “dikelas aja boleh bu?” guru perempuan itu mengangguk “boleh, kalau gak kuat langsung ke UKS aja ya” Genta mengangguk “yasudah kamu istirahat dulu saja, tidak usah mengikuti pelajaran terlebih dahulu”
Semua kembali fokus kearah papan tulis, memperhatikan bagaimana guru seni budaya mereka yang terlihat begitu semangat dalam menjelaskan materi. Mungkin hanya Marvel yang merasa tidak fokus, pemuda itu sedaritadi melakukan berbagai usaha untuk sekedar membalikan badannya. Sepanjang waktu pelajaran, hingga waktu istirahat tiba, dan guru keluar dari kelasnya
Marvel langsung berlari menuju tempat Genta, pemuda itu terlelap dalam balutan hoodie hitam yang mereka beli bersama. Marvel memilih duduk di kursi kosong sebelah Genta.
Dengan sabar pemuda itu menunggu Genta bangun.
“Lo gak istirahat?” Marvel yang sedang bermain ponsel terkejut akan suara berat khas bangun tidur milik Genta, Marvel menggeleng “kenapa?” tanya Genta “gua penasaran sama lo”
“Penasaran gimana?” tanya Genta “perasaan tadi pagi lo masih seger, kok sekarang sakit?” Genta mengangkat kedua bahunya “gua juga gak tau tiba-tiba pusing kepala gua” jelas Genta “sekarang apa yang lo rasain?”
“Pusing sama mual dikit” jawab Genta dengan jujur “mau minum obat gak? atau makan dulu gitu biar lo ada tenaga ge” Genta menggeleng “gak nafsu marv, gua eneg” Marvel mendengus “ya kalau gak di paksa gimana mau sembuh Genta”
“Makan dulu ya?” bujuk Marvel “gua beliin deh, lo tunggu sini aja” Marvel bergerak bangkit dari duduknya, tetapi dengan cepat tangan nya di cekal oleh Genta “gak usah Marvel, gua cuma mau tidur aja” Marvel akhirnya kembali duduk “jangan batu kenapa si ge”
“Lo tuh kalau pusing harusnya minum obat dulu, biar enakan habis itu pasti eneg nya juga ilang. kunci nya tuh makan Genta”
“Marvel..”
“Lo bukan superhero kuat yang gak butuh obat, even mereka aja masih bisa sakit, masih harus berobat. lo tuh gak boleh bebal kalau di bilangin, biar cepet sembuh juga”
“Marvel Sagara” Dengan lembut Genta memegang tangan Marvel yang berada di bawah meja. Ucapan Marvel terhenti
“Gua bakal sembuh, gua cuma butuh tidur marv” ungkap Genta, berusaha meyakinkan Marvel “tapi ge–”
“Ssuutt! Gua tau niat lo baik, makasih udah khawatirin gua ya Marvel tapi..” ibu jari Genta bergerak mengusap punggung tangan Marvel “tapi sekarang gua butuh tidur”
“Boleh gak gua tidur?” Marvel menghela nafas “boleh ge” Genta tersenyum “gua tidur dulu ya, nanti bangunin kalau udah jam pulang”
“Lo gak mau pulang sekarang aja?” Genta menggeleng “gua mau pulang bareng lo aja nanti.”
Semenjak hari itu akhirnya Marvel sadar, perasaan khwatir dirinya terhadap Genta berbeda, ia menyadari bahwa dirinya tidak, pernah se perhatian ini dengan teman sebayanya yang lain.
Dan ia harusnya juga paham kalau teman temannya tidak pernah mengenggam tangan miliknya, atau menghampiri rumahnya di jam sebelas malam hanya untuk memberikan dirinya makanan.
Pada akhirnya keduanya paham, rasa ini berbeda dan perasaan salah ini membutakan mereka, keduanya mencoba acuh dengan kata benar maupun salah. Genta dan Marvel hanya terus menciptakan berbagai momentum indah secara bersama sama, tanpa menghiraukan status, ataupun ikatan mereka saat ini.
Mereka bahkan kembali melakukan berbagai kegiatan bersama, Genta dan Marvel sedang menggemari motor. Bahkan kedua pemuda itu ikut turun dalam balapan liar dengan hadiah fantastis.
“Gen, turun lo malem ini?”
Marvel dan Genta sedang berjalan bersama menuju parkiran sekolah. “gua pengen turun tapi motor gua ada yang gak bener”
“Kalau lo sendiri gimana?” Genta menatap orang di sebelahnya “enggak turun gua” balas Marvel “lah kenapa lo?” jelas Genta cukup terkejut akan hal ini.
“Gapapa gua gak pengen aja,” Genta mengangguk mengerti dengan perkataan Marvel “ehh lo pake motor gua aja ge”
“Maksud lo gimana?”
“Lo turun pake motor gua aja, baru kelar servis kemarin” ujar Marvel “serius gapapa?” Marvel mengangguk “gapapa elah”
“okelah kalau gitu, see you nanti malem”
“see you Genta.”
Waktu yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba, tepat pukul sepuluh malam Marvel sampai di tempat balapan. Tempat ini terlihat begitu ramai orang berlalu lalang.
“Yow! Marv” Lucca, nama pemuda yang menyapa dirinya “yow! Lucca, lo liat Genta gak?” tanya Marvel “Genta?” Marvel mengangguk “gua liat tadi dia sama Azka di sana” ujar Lucca sembari menunjuk satu titik
“Thanks infonya, gua kesana dulu ya” setelah pamit Marvel langsung melaju kearah Genta. Dan Lucca menunjuk titik yang tepat, dari sini Marvel sudah bisa melihat tatapan tajam Genta dan kerasnya rahang pemuda itu. Marvel bergerak menghampiri Genta.
“Genta” pemuda itu menoleh kearah nya “Marvel, gua tungguin dari tadi juga lo” Marvel hanya bisa mengucapakan maaf “ada urusan tadi gua” Genta menepuk pundaknya “santai marv” ujar Genta
“Lo udah mau main ya?” Genta mengangguk “bentar lagi kayanya” ucap Genta “yaudah nih” Marvel menyerahkan motornya kepada Genta. Sekarang pengendali kendaraan roda empat itu sudah berbeda
“Oli nya baru gua ganti, jadi pasti enak pas di tarik” Marvel begitu yakin dengan apa yang ia ucapkan “lo pasti menang deh” Genta tertawa “pastilah, kapan gua gak menang”
Obrolan mereka tidak bisa terlalu banyak karena panggilan suara yang menyuruh Genta untuk segera masuk kedalam area balap.
“Genta!” panggil Marvel
“Kenapa?” Marvel berlari menghampiri Genta, tiba-tiba saja pemuda itu berani untuk memeluk Genta “semangat, lo pasti menang” Genta mengangguk “pasti marv, seperti biasanya bukan?” sekarang gantian Marvel yang mengangguk
Pelukan mereka terlepas, “tumben lo meluk gua” ungkap Genta, Marvel hanya bisa mengangkat kedua bahunya keatas “gak tau, pengen aja” Genta tertawa, kemudian jari-jarinya mengusak surai ikal milik Marvel.
“Gua tanding ya” Marvel mengangguk, membiarkan Genta untuk turun malam ini.
“Malam Marvel Sagara,”
“Malam Genta Nawasena”
Wangi ruangan ini sudah menjadi teman hidup nya selama dua tahun kebelakang. Interior ruangan ini juga tidak berubah seperti awal pertama kali dirinya memasuki ruangan ini.
Bunyi derap kaki tidak mengusik dirinya, Marvel dengan penuh keberanian semakin berjalan masuk kedalam ruangan ini.
Bergerak menghampiri satu benda panjang yang ditaruh tepat di tengah ruangan. Netra Marvel begitu fokus dengan titik tersebut, menghiraukan suara mesin-mesin di sekitarnya.
Setelah beberapa waktu akhirnya Marvel bisa menghembuskan nafasnya kembali.
Tangannya mengudara, hingga akhirnya berlabuh di satu tangan lainnya. Satu tangan yang kemarin mengenggam tangannya, yang ibu jarinya dengan begitu lembut mengusap punggung tangan milik dirinya.
Cup..
Bibirnya dengan lembut mencium tangan kecoklatan di genggaman nya.
“Maaf gua baru bisa dateng hari ini, sebulan ini gua sibuk dengan sekolah, tapi sekarang gua udah lega karena segala urusan sekolah udah berhasil gua selesaiin”
“Bahkan tadi siang gua habis Graduation ge, angkatan kita akhirnya graduation kelulusan juga, gua gak nyangka waktu berlalu secepat itu. Rasanya baru kemarin gua di jemur sama lo di bawah tiang bendera, kaya baru kemarin kita kejar-kejaran sama Pak Tono dan rasanya baru kemarin gua mulai semua masa-masa SMA ini”
Marvel tersenyum “ternyata udah dua tahun ya ge..” genggaman tangan itu menguat “udah dua tahun masa sekolah gua tanpa adanya lo ge”
“Udah dua tahun lo tidur” Marvel akhirnya berani untuk menatap wajah Genta, wajah yang selalu dirindukan nya, ia selalu rindu dengan bola mata Genta yang menatap kearah nya atau senyuman tulus pemuda itu untuk nya, dua tahun berlalu tetapi semua masih teringat jelas di dalam benaknya
Bagaimana malam itu merengut kesadaran Genta, bahkan nyawa pemuda itu juga hampir di renggut. Motor yang ia yakinkan akan membawa kemenangan untuk Genta layaknya yang motor itu berikan kepadanya ternyata tidak. Takdir berkata lain, motor itu malah membawa Genta menuju kecelakaan parah yang mengakibatkan pemuda itu tidur selama dua tahun lebih.
Marvel menghembuskan nafasnya, berusaha untuk mengontrol emosinya “Genta, lo gak kangen main futsal lagi?” Marvel selalu berharap Genta akan membalas ucapannya, selama dua tahun kebelakang ini Marvel selalu berharap. “gua yakin kaki lo sekarang masih jago buat cetak gol, yah walaupun masih jagoan gua” Marvel terkekeh, “gua yakin kalo lo denger ini bakalan kesel”
“Tapi Genta, gua di nobatkan sebagai Captain futsal terbaik tahun ini”
“Jangan salahin gua karena ambil posisi lo ya ge, habisan lo tidur nya kelamaan, jadi gua sabet aja deh” suara tawa Marvel menyatu dengan bunyi mesin-mesin pendeteksi detak jantung.
Marvel masih setia menatap wajah Genta, yang tidak sama sekali berubah selain rambut yang memanjang, rambut ikal pemuda itu semakin memanjang. Marvel tergerak untuk mengusap surai Genta.
“Genta,” Marvel menghela nafas, tiba-tiba suara nya berubah menjadi parau “Genta, gua kangen” kedua bola mata itu berkaca-kaca “gua kangen lo Genta”
“Gua kangen dipeluk sama lo ge, gua kangen ngobrol sama lo, gua kangen lo Genta sampai rasanya gua mau mati”
“Mati karena rasa bersalah, sekaligus rindu tuh gak enakin banget ge, bahkan kalau gua gak denger detak jantung lo selama dua puluh empat jam awal, gua bakal langsung bunuh diri gua. Karena gua gak bisa ge”
“Gua ga bisa tanpa lo Genta,”
“Tapi lo masih menjadi pemuda baik, lo masih berdetak sampai hari ini.” Marvel menyentuh dada Genta “ini semua bukti kalau lo kuat Genta, dan jantung ini adalah alasan gua masih bertahan sampai hari ini walaupun lo tau ge gimana frustasi nya gua satu pertama tanpa lo, dan gimana gua mulai bangkit di tahun kedua gua saat denger tingkat kesehatan lo membaik”
“Makasih ya Genta, makasih sudah hadir di hidup gua, terimakasih sudah mau menjadi teman, sahabat, dan pengisi hati” air mata itu akhirnya mengalir keluar, Marvel sudah tidak bisa menahan nya.
“Maaf ya Genta, lagi-lagi baju lo basah karena air mata gua” Marvel berusaha mengusap buliran air mata yang membasahi pipinya.
“Ucapan terakhir untuk kamu Genta, terimakasih untuk tetap hidup demi aku, sudah mau berjuang melawan sakit demi aku, kamu orang yang kuat Genta. Kamu superhero nya aku, maaf Genta dulu aku egois, gak mau kamu pergi tapi sekarang..”
Suara Marvel kembali bergetar, bahkan pemuda itu semakin susah bebicara.
“G-Genta” ucapnya dengan terbata-bata “sekarang kamu bebas ge, kamu bebas untuk pergi kapanpun kamu mau, tidak usah bertahan jika itu menyakitkan kamu, Genta..
Aku ikhlas”
Tit..
Layar monitor di sebelah Genta berubah menjadi lurus, tidak ada lagi gelombang yang menjadi sinyal kehidupan untuk Genta, bahkan Marvel sudah tidak bisa merasakan detak jantung Genta di dada pemuda itu.
Tangisan Marvel pecah, Genta sudah sering seperti ini tetapi untuk kali ini Marvel membiarkan Genta pergi, Marvel tidak lagi berteriak memanggil dokter maupun perawat, untuk kali ini Marvel hanya diam, sembari memperhatikan wajah tertidur milik Genta.
“You’re gonna live forever in me, Genta Nawasena”
Ia kecup kening Genta untuk terakhir kalinya, dan untuk terakhir kalinya juga Marvel memeberikan satu bucket bunga untuk Genta.
Satu bucket bunga Gardenia dengan kartu ucapan
‘Happy graduation, Genta.’