sea

Saat River masuk kedalam mobil Julian, si pengemudi lebih dulu menyapa River.

“Hai” Sapa Julian, River membalas nya dengan sebuah senyuman “hai lo udah nunggu dari tadi?” River menatap pemuda di sebelahnya. Julian menggeleng “enggak, gue baru nyampe kok”

Julian dapat mendengar hembusan nafas yang keluar dari mulut River.

Tawa kecil Julian mengudara, “santai aja Ri lo keliatan grasak grusuk banget tadi” River mengangkat satu alisnya “emang kedengaran ya?” Julian mengangguk, River membuang mukanya ke arah lain.

“Aduh gue takut lo nunggu gue nya kelamaan anjir” Ujar pemuda itu “dibilang santai aja, gue akan selalu nungguin lo kok”

“Nah gue gak mau lo nunggu gue nya kelamaan, masa lo udah jemput gue dari sekolah kesini terus juga harus nunggu lebih lama lagi karna gue nya belum siap”

“Gue sih kalau jadi lo sih ogah ya Jul”

River berceloteh panjang lebar, pemuda itu tampak bingung dengan jalan pikir Julian.

Tetapi Julian sendiri terlihat santai, pemuda tersebut benar-benar tidak keberatan harus menjemput River dari sekolah ke rumah pemuda itu.

“Lagian Jul ya, lo kan ketua Osis, pasti sibuk dong? Terus kok bisa sih lo keluar sekolah cuma buat jemput gue?” River bertanya kepada Julian “temen-temen lo emangnya gak protes?” Kedua manik pemuda itu bertemu.

Bukannya menjawab pertanyaan River, Julian malah mendekat kearah pemuda itu.

River menahan nafas saat wajah Julian berada cukup dekat dengannya, bahkan River dapat merasakan harum parfume milik Julian.

Tanpa sadar River memejamkan matanya.

Click!

“Kita berangkat ya Ri”

Penuturan Julian membuat manik River kembali terbuka, kemudian pandangannya turun ke bawah.

Tepatnya kearah seatbelt yang sudah terpasang di badan River.

Kemudian River menoleh kearah kemudi, wajah Julian tampak lurus mengarah ke jalanan di depan mereka.

“Lo mau denger lagu?” Tanya Julian tanpa menatap River “hah?” Julian kemudian menoleh kearah River “kalau mau denger lagu sambungin aja ke akun spotify lo”

“Oh oke”

Senyum Julian mengembang membuat alis River saling bertautan. “Kenapa lo senyum-senyum sendiri?” Tanya River, Julian menggeleng “gapapa, lucu aja liat muka bingung lo tadi”

River memukul lengan atas Julian, “bangsat lo.”

Julian tidak berniat untuk membalas kelakuan River, karna menurut nya itu tidak memiliki rasa sakit sedikitpun.

River sendiri lebih memilih untuk menikmati lagu kesukaan nya yang sedang dimainkan oleh audio mobil.

Hening menerpa keduanya selama beberapa saat.

“Ri” Panggilan dari Julian membuat River menoleh kearah pemuda itu “kenapa Jul?” Tanya River “lo udah liat lukisan lo sama Bella belum?”

River menggeleng, “gue juga belum liat” Timpal Julian “liat bareng gue mau gak?”

“Boleh” Jawab River tanpa butuh waktu lama “tapi gue ada urusan dulu sama kepsek”

“Santai aja Jul, kalau lo udah ada waktu luang kabarin gue lagi aja”

Julian menatap River yang saat ini sedang tersenyum kearahnya.

Senyuman nya cantik banget

Tint!

“Julian”

Panggilan dari River beserta suara klakson kendaraan lain membuat Julian tersadar dari dalam pikiran nya sendiri.

“Malah bengong, itu lampu nya udah hijau” Ujar River.

“Oh iya,” Julian geleng-geleng kepala, berusaha mengambil fokus nya kembali kearah jalanan ibukota.

“Apa sih yang ada di pikiran lo? Sampe klakson mobil juga gak mempan” Tutur River saat mobil sudah berjalan.

“Kalau jawaban nya lo gimana Ri?”

“Hah? Gimana?” River mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha mencerna perkataan Julian.

“Gak, lupain aja”

River mendengus, “kebiasaan dah anj”

Musik berdentum, membuat banyak orang menggerakkan badannya mengikuti irama.

Termasuk dengan Julian.

Sebelah tangannya memegang gelas dan satu lainnya merengkuh pinggang gadis yang ia ketahui namanya adalah Vanilla.

Perempuan itu sedari tadi memperhatikan wajah Julian.

“I know i’m so fine, but you should blink pretty”

Vanilla menoleh kearah lain, tampak malu saat ketahuan sedang terkagum-kagum oleh wajah Julian.

“Are you shy?” Suara berat itu berada tepat di samping telinga Vanilla “i’m not” gagap perempuan itu.

“Kalau lagi ngomong sama orang itu tatap matanya” Tutur Julian “kecuali kalau emang tebakan gue bener”

Vanilla menatap mata Julian, yang sedari tadi memang sudah memperhatikan perempuan itu.

“I’m not shy” Tutur perempuan itu sekali lagi. Julian menyentuh dagu Vanilla “hm, i know you lie but that's oke because you pretty then i forgive you”

Pandangan keduanya bertemu.

“Say it what in your mind, i wanna know” Bisik Julian tepat di hadapan wajah Vanilla.

“You're fuckin fine and i’m so scared” Tutur Vanilla “scared? Why?”

“Gue takut jatuh ke dalam pesona lo terlalu dalam” Julian tersenyum “why you so sweet?” Tanya Julian “maybe cuz my name is Vanilla?”

Julian mengangguk paham, “are you really like your name?” Tangan Julian bergerak mengusap punggung perempuan itu “maksudnya?”

“Are you really sweet like Vanilla?”

Perempuan itu terkekeh, “I don't know,” Jawab Vanilla, perempuan itu mendekatkan bibirnya ke telinga Julian “maybe you should try it, Ian”

Kemudian semua permainan gila dimulai.

Bibir keduanya menyatu tanpa ragu, si puan menyerah dan membiarkan Julian memimpin permainan bibir mereka.

Kegiatan itu terus berlanjut, bibir Vanilla bergerak menciumi leher Julian sedangkan pemuda itu berusaha menyegerakan pikirannya dengan sebuah jack daniels di gelas nya.

Pandangan nya mengedar dan saat sedang memperhatikan sekitar tiba-tiba saja ada satu sosok yang menarik perhatian Julian.

Haikal.

Pandangan Julian dengan pemuda itu bertemu.

Tampaknya Haikal sudah memperhatikan Julian sedari tadi.

Julian mengeratkan tangannya yang berada di pinggang Vanilla. Kemudian Julian mengangkat wajah Vanilla, agar kedua bibir mereka bisa menyatu kembali.

Vanilla tampak kelabakan karna permainan lidah Julian yang lebih bringas daripada sebelumnya.

Disela cumbuan panas itu mata Julian melirik kearah Haikal, yang tampak masih setia memperhatikan aktivasinya.

“Ian, gimme breathe” Lirih perempuan itu.

Julian turun ke leher Vanilla, menghiasi leher perempuan itu dengan bibirnya. Mengecup tiap jengkal kulit perempuan itu seakan, Vanilla adalah mahakarya terindah malam ini.

Tangan Julian yang lain pun bergerak untuk menyusup masuk ke dalam gaun yang perempuan itu pakai.

“Ian, slowly” Perempuan itu menjambak rambut nya.

Sampai tiba-tiba di sela kegiatan nya.

Seseorang mengacungkan kegiatan keduanya. Vanilla tampak sebal dan bahkan Julian sudah siap meninju orang yang berani menganggu kegiatan nya.

Sampai Julian melihat sosok Haikal di hadapan nya dengan nafas memburu dan wajah yang merah.

“Stop playing with me” Seru pemuda itu, satu alis Julian terangkat “i’m not playing with you. Al” Bantah Julian.

“Ikut gue” Tiba-tiba saja Haikal menarik tangan Julian.

Vanilla tampak tidak Terima, “is okey pretty i will back quickly.” Jawaban Julian membuat perempuan itu memperbolehkan Haikal membawa Julian pergi.

Ternyata Haikal membawa Julian masuk ke dalam toilet, membuat suara bising musik dan orang-orang seketika lenyap dan digantikan oleh keheningan yang panjang.

Julian masih diam di tempat nya, ia menunggu Haikal berbicara.

Sampai beberapa waktu keduanya masih diam di tempat tanpa ada pembicaraan.

Julian mendengus, “kalau lo gak ada yang di omongin gue cabut, gue masih ada urusan” Julian berniat pergi tapi tangannya di tahan oleh Haikal “tunggu, gue mau ngomong sama lo”

Julian kembali berdiri di hadapan Haikal.

“Lo bisa berhenti mainin permainan lo gak sih Jul?” Tanya Haikal “permainan apa? Gue gak pernah memainkan apapun” Haikal mendengus “jelas-jelas lo lagi mempermainkan gue anjing”

“Lo sengaja mesra-mesraan di depan gue sama cewe gak jelas, cuma buat gue cemburu kan?” Tanya Haikal “I know how crazier you’re Ian”

Pemuda itu menunjuk dada Julian.

“So you're jealous?” Suara Julian tidak setinggi Haikal “are you jealous, Haikal?” Julian mendekatkan wajahnya dengan Haikal.

“Don’t call me like that”

“So what name should I call you?”

“You know the answer, Jul” Tutur Haikal “sorry gue lupa Kal, can you tell me what is?” Julian melipat tangannya di depan dada.

Haikal memejamkan matanya, “Baby Al”

Sudut bibir Julian terangkat, “baby Al?” Haikal mengangguk “sound good on you” Ujar Julian kembali “where you daddy?” Julian mengelus dagu Haikal.

Pemuda itu menunjuk Julian.

“Say it baby”

“You’re my daddy, Ian”

Julian tersenyum, kemudian merengkuh pinggang Haikal yang cukup ramping bagi seorang lelaki.

Dengan spontan Haikal menyenderkan wajahnya di bahu bidang Julian.

“Jangan kaya gitu lagi Ian, gue gak suka” Tutur Haikal “lo gak suka apa Al?” Julian bertanya kembali “gue gak suka lo cium orang lain, lo peluk orang lain. Lo cuma boleh ngelakuin semua itu sama gue” Haikal menatap mata Julian.

Julian terkekeh, “did you forgot about your last bubble chat to me?”

“You sworeing me” Tutur Julian “but right now, lo keliatan kaya orang yang gak bisa kehilangan seseorang”

“Lo kalah sama permainan yang lo buat sendiri Al” Julian setia menatap mata coklat itu “iya gue kalah dari lo Jul, lo pemenangnya but please stay with me

“still with me Ian” Haikal menyentuh kedua bahu Julian.

Julian diam sejenak, memperhatikan bagaimana air muka Haikal yang tampak menyedihkan di hadapan nya.

“Don’t cry” Julian mengusap air mata yang mengalir di pipi Haikal.

“But I can stay with you anymore” Perkataan Julian seakan guntur yang tiba-tiba menghantam Haikal “kenapa?” Tanya Haikal dengan terbata-bata.

“You're bored me” Ucap Julian

“Gak, gak. Lo pasti bohong kan? Ini pasti bukan alasan lo yang sebenernya. Jul kalau lo gak suka sama sikap atau sifat gue you can tell me. Gue bisa rubah hal itu buat lo”

Julian menggeleng “gak ada yang perlu dirubah dari lo ataupun gue” Jelas Julian “lo gak perlu ngelakuin apapun Kal seakan-akan lo berkorban buat hubungan ini”

“Karna nyatanya kita gak punya hubungan se kuat itu”

“Lo sama gue cuma temen tidur, lo inget itu kan?”

Haikal terdiam, tanpa bisa menjawab pertanyaan Julian.

Sudut Julian terangkat. “Thank you Al”

Julian beranjak pergi tanpa peduli dengan ekspresi wajah Haikal atau keadaan pemuda itu.

Namun tiba-tiba saja tubuh Julian di dekap dari belakang.

“Don't go Julian, please” Suara Haikal berada tepat di telinga Julian “stop Kal, gue gak mau kasar sama lo” Tutur Julian.

Haikal menggeleng, “for the night Julian, biarin lo jadi milik gue buat malem ini” Julian memejamkan matanya sejenak “setelah itu gue bakal lepasin lo seutuhnya”

“Oke, one night.”

Julian dan Satria sudah duduk di sebuah sofa panjang yang berada di pinggir dancefloor, keduanya sama-sama diam sembari menikmati satu gelas jack daniels yang diminta oleh Satria beberapa waktu lalu.

“Cewek yang di sana daritadi ngeliatin lo mulu Jul” Penuturan Satria membuat manik Julian tertuju pada sebuah perempuan yang berada di table sebelah mereka.

“I know” Tutur Julian.

Sudut bibirnya tertarik keatas, memberi senyum sapaan kepada si puan di sana.

“Hahaha malu tuh orangnya” Satria menyenggol bahu temannya, Julian tampan tidak terlalu peduli “baru gue senyum in padahal”

Satria geleng-geleng kepala.

Satu alis pemuda itu terangkat ke atas saat melihat Julian kembali menuangkan minumannya ke gelas.

“Lo beneran lagi ada masalah?” Tanya Satria, Julian menggeleng “lah terus yang sama Haikal?” Satria lanjut bertanya “gue gak menganggap itu sebuah masalah”

Satria terkekeh, “enggak kaget sih, gue baru kaget kalau lo peduli sama hubungan lo dan dia” Julian memberi senyuman remeh “never.”

“Gue kayaknya mau udahan aja sama Al” Pernyataan Julian menarik perhatian Satria “kenapa? Gue kira lo bakalan lama bareng dia” Ungkap Satria.

“Dia bawel, banyak nuntut seakan-akan dia pacar gue” Jawab Julian “lo tau lah gue gak suka di atur” Satria mengangguk paham “udah gue bilang lo gak boleh terlalu memanjakan dia Jul, dari awal lo turutin mulu sih kemauan tuh bocah”

“Ya awalnya gue nurut biar dia diem aja Sat, tapi gue ga tau kalau dia bisa ngelunjak juga” Sahut Julian “dan gue juga mau fokus ngejar River” Julian meneguk habis minuman nya.

Pandangan Satria kearah Julian tidak bisa dibaca oleh siapapun, Julian menatap balik sahabatnya.

“Kenapa lo?”

Satria menggeleng kemudian tertawa, “gue kaget aja kata fokus keluar dari mulut lo” Jelas Satria “setelah sekian purnama, lo mau fokus sama satu orang?”

“Impressive!”

Julian mendengus, reaksi Satria terlalu berlebihan menurut nya.

“Why not?”

Satria menggeleng, “gak ada yang salah sama pilihan lo but i’m so curious kenapa lo bisa kepikiran buat berhenti main main sama yang lain?”

Julian terdiam selama beberapa waktu, berpikir sejenak dengan otak nya.

I don't know, I just think gue harus perjuangin dia dengan sepenuh hati gue, seluruh tenaga gue” Julian menatap gelas kosong di tangannya “I don’t deserve for him Sat, but i’m so in love with him. So i will become better for him”

“I will make my self deserve for him”

Pandangan kedua mata adam itu bertemu.

Satria geleng-geleng kepala.

“Damn, Julian falling in love”

Julian terkekeh, “lo lebay anjing” Pemuda itu memukul pelan baju Satria “reaksi gue wajar anjing, kalau lo berteman sama orang yang temen hook up nya gonta-ganti terus”

I’m not hore, bangsat” Sela Julian “gue yang milih mereka, bukan mereka yang milih gue” Satria mengangguk paham “iya dah bos”

“Kalau perempuan itu, will you pick up?”

Julian mengikuti arah pandang Satria, yang jatuh pada si puan yang saat ini sedang berjalan kearah meja mereka.

Perempuan bergaun merah satin, yang beberapa waktu lalu Julian goda.

“Hey” Sapa perempuan itu “wanna dance?” Tanpa rasa malu si puan mengajak Julian turun ke lantai dansa.

Julian bangkit berdiri, “sure.”

Julian tidak bisa menahan senyuman nya saat melihat bagaimana ekspresi River yang saat ini sedang meminum strawberry frappuccino hasil pemberian nya.

“Kenapa lo?” River sepertinya sadar dengan tatapan Julian “gapapa gue gak nyangka aja anak bandel kaya lo doyan nya strawberry”

River mengerling, “emang ada apa sama strawberry?” Pandangan pemuda itu penuh telisik “gak ada apa-apa” Jawab Julian “i’m just not expected”

“Mana mata lo bersinar banget lagi pas ngeliat itu minuman”

“Asal lo tau ya Jul, ini minuman paling enak sedunia. Lo harus tau seberapa seger nya rada strawberry, itu buah bahkan bisa buat mood gue jadi bagus after nangis sekalipun”

Strawberry is my pill.”

Julian mengangguk paham,

Kemudian hening menyelimuti mereka. River sibuk menyantap whipped cream yang berada di minuman nya sedangkan Julian sibuk memperhatikan orang di hadapan nya.

“Ri, itu ada whipped cream di bibir lo” Tutur Julian “dimana?” River berusaha mencari letak whipped cream tersebut “di kiri lo, bawah bibir” Tangan River bergerak sesuai perintah Julian.

River mengusap sudut yang menurut nya benar “udah belum?”

Julian terkekeh dan menggeleng, “belum malah tambah banyak” Ucap pemuda itu “dimana sih?” Nada bicara River mulai tak bersahabat.

Tangan Julian kemudian bergerak mendekat kearah wajah River, lebih tepat nya ke titik dimana noda itu berada.

Julian tidak tahu bahwa perilaku nya itu mampu membuat tubuh River membeku tanpa sebab.

River terlalu terkejut akan perilaku Julian hingga pemuda itu hanya bisa diam saat merasakan tangan Julian bergerak mengusap bibir bawahnya.

Julian begitu fokus kepada bibir River, bibir pemuda itu benar-benar merah layaknya strawberry.

Dan terasa kenyal.

Satu persatu suara mulai memasuki pikiran Julian dan jelas itu hal yang berbahaya.

River menepi membiarkan Jericho memainkan giliran nya.

Pemuda itu berhasil memasukkan sebuah bola, membuat skor mereka seri saat ini.

“Gue lagi kan?” Tanya Jericho, River mengangguk “iya lo lagi”

All in langsung menang gue” Sombong pemuda itu “halah gaya lo”

River merapal dalam hati berharap Jericho gagal di kesempatan kedua.

Dan senyum River mengembang saat Jericho gagal membuat bola masuk.

“Hahaha mana tuh all in?” Ledek River “dih ngeremehin gue lo, gue mah santai nanti tiba-tiba ngebantai” River mengerling tampak lelah dengan kesombongan lawannya saat ini.

“Bisa gak itu lo masukin nya?” Tanya Jericho yang sedang melihat River kesusahan.

River berusaha berpikir, mencari sela agar bola bisa masuk.

“Itu bisa Per” Jericho mendekati dirinya. “Yang di pojok masukin aja” Tutur Jericho “iya gue tau, bacot lo”

Jericho terkekeh “mau gue bantuin gak?” Pandangan mereka bertemu “gak perlu” Jawab River “jangan baru River” Suara itu tepat berada di sebelah telinga River.

Dan entah sejak kapan Jericho berada di belakang nya, pemuda itu memerintahkan River untuk menaruh tangan di ujung tongkat.

Kemudian tangan Jericho memeluk nya di atas, pemuda itu membantu River bergerak untuk mendorong cue.

“Santai, dorong pelan aja” Wajah Jericho tepat berada di sebelahan wajah River.

Membuat River dapat merasakan hembusan nafas pemuda itu.

River berusaha fokus dengan bola putih di depannya dan mendorong tongkat sesuai perintah Jericho.

Gotcha!

Bola itu masuk ke sasaran yang River inginkan.

Senyum mengembang bukan hanya di wajah River tetapi juga sang lawan.

“Good boy” Jericho menepuk kepala River selama beberapa kali dengan tangan nya.

River menghindar “gue bukan bocil”

“Emang bukan, kan lo bayi. My baby”

River berniat untuk menyahuti penuturan Jericho sebelum sebuah suara asing mengambil atensi keduanya.

“River”

Panggilan itu membuat River cukup terkejut, lebih tepatnya River terkejut dengan sosok yang memanggilnya.

“Julian..”

Pemuda itu berjalan mendekati River, “kok lo bisa ada disini?” Tanya River “bisa dong kan ini tempat umum” Jawaban Julian sangat tidak memuaskan, River mendengus.

“Lo main billiar?” Julian memperhatikan River dari atas hingga bawah, River mengangguk “yoi nih sama Jericho” River menepuk pundak Jericho.

“Emang lo bisa?” Pertanyaan meremehkan itu membuat dahi Jericho berkerut “lo ngeremehin temen gue?” Jericho maju satu langkah.

Sudut bibir Julian tertarik, “gue gak meremehkan temen lo. I’m just ask

“Pertanyaan lo seakan-akan meremehkan temen gue anjing” Jericho mulai menarik emosi nya, “kalau lo atau temen lo emang bisa main mah harusnya gak usah emosi sih” Satria ikut dalam perbincangan.

Julian memasukkan tangannya ke dalam kantung celana.

“Bener apa kata temen gue”

“Gue liat kalian berdua asik banget mainnya” Pandangan mata Julian bertemu dengan milik River.

“Oh jadi ada yang merhatiin gue daritadi?” River maju menghampiri Julian “atau jangan-jangan lo udah ngikutin gue dari tadi?”

Julian mendengus, kemudian menggeleng kan kepalanya.

“I like your confidence Ri, but actually I will never be slave to someone”

River berdecak, “lo terlalu sombong Jul” Ujar River “some people said it’s my middle name”

Julian bisa melihat wajah keruh dari River dan Jericho.

Julian menepuk pundak River, kemudian tersenyum.

“I’m just kidding Ri”

Perilaku Julian yang berubah-ubah membuat River dan Jericho terkejut.

River mengerling, “lo emang selalu ngeselin” River bergerak mundur.

Dan Julian bergerak maju, “iya terserah lo mau sebut gue kaya gimana” Tutur Julian “gimana kalau kita tanding sekarang”

“Tanding apa?”

Manik Julian menunjuk kearah meja billiard di hadapan mereka.

“Boleh” Jawab River dengan berani.

Pandangan Julian kemudian beralih kearah Jericho.

How about you bro, wanna join?” Tanya Julian “kalau lo emang jago sih” Kalimat tambahan Julian mampu membangkitkan emosi Jericho.

“Gue join” Ujar Jericho.

“Oke kita main team” Sahut Julian, “gue sama River” Sela Jericho sebelum Julian kembali berbicara.

Julian mengigit dinding mulut dalamnya, menahan gertakan giginya.

“Oke gue sama Satria kalau gitu.”

Permainan biliar itu cukup menjadi sengit, beberapa otot dari tiap orang di sana mulai mengencang.

Helaan nafas River membuat orang di sebelah nya menoleh.

“Do you need some water?” River menoleh kearah Julian, ia menggeleng “enggak”

Namun Julian beranjak menuju sebuah meja di belakang River, mengambil sebuah botol kaca berisikan air mineral dan menuang nya ke gelas kosong yang sudah di sediakan.

Julian memberikan gelas ber isi air itu kepada River.

“Minum” Pandangan Julian membuat River ragu untuk menolak.

Pada akhirnya River menenggak habis air mineral tersebut.

“Thanks Jul” River menepuk pundak Julian “my pleasure Ri” Julian mengambil gelas kosong yang berada di tangan River dan kemudian menaruh nya di tempat yang aman.

“Per, lo yang jalan” Jericho sedikit menarik tubuh River, entah dengan tujuan apa.

Satu alis Julian terangkat.

Manik Julian terus mengikuti kemanapun River bergerak.

Termasuk bagaimana Jericho yang mengusap rambut River setelah pemuda itu berhasil memasukkan sebuah bola kelubang.

“Jago juga lo Per” Jericho merangkul River “iyalah, lo kemana aja selama ini?” River menatap temannya kemudian tersenyum.

Jericho membalas senyuman temannya kemudian mata pemuda itu bertemu dengan milik Julian.

Julian paham tatapan apa yang pemuda itu berikan.

Permusuhan dimulai.

Setelah mendapatkan pesan lokasi dari Satria, Julian langsung meluncur ke titik yang di kirim oleh temannya itu.

Meninggalkan Mika dengan brownies buatan wanita itu.

Entah mengapa Julian merasa dia harus segera menghampiri Satria.

Maka sekarang Julian berhenti di depan sebuah bar, bernama Afterhour yang berada di daerah utara ibukota.

Keadaan bar tidak seramai di malam sabtu ataupun minggu. Jadi Julian dengan mudah dapat menemukan temannya.

Satria duduk di meja yang langsung berhadapan dengan bartender si peracik minuman.

Julian menepuk pundak Satria, “Jul, cepet juga lo datengnya” Tutur Satria “gue langsung cabut habis lo kirim shareloc” Jawaban Julian membuat sudut bibir Satria tertarik “segitunya lo mau liat River?”

Julian mengangkat bahunya.

“Arah jam tiga, dua orang cowok pake hoodie biru sama putih”

Julian langsung mengikuti perintah temannya dan Satria benar, di sana terdapat dua pemuda yang sedang sibuk dengan permainan billiard.

Dari tempat nya duduk Julian bisa melihat bagaimana River yang begitu serius dengan bola berwarna itu.

Sesekali pemuda itu akan tersenyum saat Jericho gagal memasukkan bola ke dalam lubang.

“Minimal minum dulu lah” Celetukan Satria membuyarkan fokus Julian “gue pesenin ya?” Tanya Satria.

Julian mengangguk, kemudian membiarkan temannya memilih.

“Make mocktail for him”

Dan tidak lama sebuah gelas kaca berisi minuman dengan beberapa warna berasa di hadapan Julian.

“Gue masih mau lo sober,” Ujar Satria “image lo masih harus bagus di depan mereka” Julian melirik Satria, kemudian diam dan memilih meminum mocktail yang Satria pesan.

“Udah berapa lama mereka disini?” Pertanyaan itu lolos dari mulut Julian, “dari sebelum gue dateng” Jawab Satria “mungkin sekitar dua jam an”

Julian mengangguk paham, pandangan pemuda itu masih fokus kepada dua pemuda di sudut bar.

Manik Julian berubah tajam saat tangan Jericho dengan berani memukul bokong River saat pemuda sedang menyodok bola.

“Clam down bro”

Satria menahan Julian yang tampak akan bangkit menghampiri dua muda di sana.

Julian kembali diam dan memperhatikan permainan River dan Jericho.

Namun diam nya Julian tidak membuat dua pemuda di sudut sana berhenti, Jericho kembali bertindak.

Pemuda itu berdiri di belakang River, tangan Jericho berada di meja billiard, posisi pemuda itu seperti sedang mengurung River.

Jericho seperti sedang mengajari River bagaimana mendorong cue agar bola di sudut bisa masuk.

Tangan Jericho berubah menjadi diatas tangan River yang sedang memegang cue.

River menundukkan badannya dan Jericho pun melakukan hal yang sama.

Gelas kaca di tangan Julian pun ditaruh dengan cukup kencang.

Hingga membuat Satria terkejut.

Julian bangkit berdiri dan berjalan mendekati dua pemuda itu.

Aura gelap Julian bahkan mampu membuat Satria tidak berkutik dan memilih mengikuti langkah Julian.

“Jadi lo pergi ke toko tadi karna toko langganan lo hari ini libur?” River membenarkan analisa Julian.

“Lo sendiri kenapa bisa di sini?” River balik bertanya “gue nemenin anak kelas cari barang-barang miniatur” Jawab Julian “terus mana anak kelas yang lainnya?” River mengedarkan matanya ke sekitar “udah pada balik ke sekolah”

“Kenapa lo gak ikut mereka balik juga?”

“Gue punya urusan di sini, jadi gue suruh mereka duluan” Julian menyesap gelas starbucks yang berisikan caffeine kesukaan nya “eh gak sengaja gue ngeliat anak kucing yang lagi keliling sendirian di toko art materials

River mengerutkan dahinya, “kucing?”

Julian mengangguk, “lo kucing.”

River mengerlingkan pandangannya “kenapa harus disamain sama kucing?” Tanya River “soalnya lo gampang emosian, senggol bacok lagi percis banget kaya kucing garong”

“Bangsat lo” River berniat untuk memukul lengan Julian.

Tetapi Julian berhasil menghindar sebelum kepalan tangan River mendarat.

“Sebenarnya gue gak sendirian” Ungkap River “iya lo bilang lo pergi sama Jericho kan?” Tebak Julian, River mengangguk

“Terus Jericho nya kemana?”

“Dia cabut duluan soalnya harus les, biasalah bokap nya kan rada keras sama dia”

Entah River mendengar atau tidak dengusan kecil yang Julian buat.

“Such a not gentlemen”

“Ninggalin lo sendirian” Tambah Julian “no problem, lagian gue juga udah biasa kemana-mana sendiri”

“Kenapa kemana-mana sendiri? Kan lo punya temen-temen lo itu” Julian tampak bingung.

“Gue gak mau ganggu kegiatan mereka lagipula kemana-mana sendiri itu enak lo gak perlu ngobrol biar gak canggung, lo gak perlu mengimbangi ritme jalan lo sama dia,”

“Lagipula kemana-mana sendiri tuh enak, gak ngerepotin orang”

“Tapi bukannya kalau jalan sendiri itu keliatan ngenes ya?”

River menggeleng, “menurut gue sih enggak. Malah kalau liat orang jalan sendiri tuh kaya keren”

“Keren?”

River mengangguk, “iya keren soalnya gak semua orang berani untuk berkelana sendiri” Tutur River “gak semua orang berani untuk bodo amat sama pandangan orang-orang atau gak semua orang se berani itu untuk ketemu orang lain hanya seorang diri”

Tiba-tiba saja sudut bibir Julian tertarik.

“Lo nyari apa aja di toko tadi?” Julian mengajukan topik pembicaraan baru “gue cuma nyari canvas sama cat sih, tapi khilaf dikit jadi beli kuas juga” Ada nada konyol yang River sertakan di akhir kalimat.

“Lo emang se suka itu sama ngelukis ya Ri?” Tanya Julian “kenapa nanya gitu?” River malah balik bertanya.

“Mata lo” Ungkap Julian “mata lo selalu bersinar tiap gue bahas soal lukisan,”

River tersenyum, “gue suka ngelukis dari sd, awalnya karna nenek gue yang ngasih hadiah alat melukis pas gue ulang tahun di umur yang ke 12”

“Nenek bilang, kalau kamu gak bisa kasih tau apa isi hati kamu lewat tulisan coba kamu taruh di sebuah lukisan”

“Jadi ya gitu, awalnya gue nge lukis cuma buat iseng aja. Pelampiasan dari segala sesuatu yang gak bisa gue utarakan” Julian fokus mendengarkan seseorang di depannya bercerita “eh lama-lama jadi suka, gue suka warna-warna nyatu jadi satu dan menghasilkan gambar yang indah”

“Kaya keren gak sih?”

Julian mengangguk setuju.

River menghembuskan nafasnya, “Nge lukis juga yang ngisi setengah kekosongan hidup gue yang harusnya di isi sama bokap dan nyokap gue”

Entah kenapa River mengucapkan rentetan kalimat itu kepada Julian.

Julian bisa melihat raut kesedihan dari wajah River.

“Gue suka lukisan yang lo buat” Celetuk Julian “yang di dinding ruang tamu rumah lo, itu bikinan lo kan?” Tanya Julian.

River mengangguk “itu hadiah dari gue buat wedding anniversary bokap sama nyokap”

“Kalau kapan-kapan gue mau ngelukis, lo mau ajarin gue gak?”

River diam sejenak, pandangan keduanya bertemu.

“Kalau lo gak mau—

“Mau” Sela River “kapanpun lo mau belajar lukis, lo bisa calling gue”

Julian tersenyum, “kenapa tiba-tiba lo jadi mau?” Tanya Julian.

“Because we’re friend?”

Kaki jenjang River masuk kedalam tokoh bergaya classic dengan warna coklat tua sebagai dominan.

Toko itu tampak tidak terlalu ramai oleh orang-orang, tapi di isi oleh banyaknya peralatan dan bahan-bahan untuk melukis.

Sejak River menginjakkan kakinya kedalam toko itu, pikirannya begitu bercabang, rasanya River ingin menghampiri tiap sisi tempat ini.

“Lo mau nyari apa aja Per?” Suara Jericho sedikit menarik River kembali kepada realita “cat sama canvas” Tutur River.

“Di sana kayanya tempat canvas, mau nge check?”

River mengangguk kemudian mengikuti langkah Jericho menuju tempat itu

River sibuk dengan pemilihan canvas selama beberapa waktu, ia bingung harus memilih ukuran yang seperti apa.

Jericho pun pada akhirnya ikut membantu River.

“Yang ukuran ini pas si menurut gue Per” Jericho menunjukkan sebuah canvas kosong kepada River.

“Oh iya, ini pas gak segede yang ini tapi gak se kecil yang tadi”

“Ambil yang ini berarti?” River mengangguk “mau berapa?” Jericho tampak kembali mengambilkan canvas yang sama untuk River.

“Empat”

“Sini gue pegang” Tawar River, Jericho menggeleng “gak usah ini berat nanti lo gak bebas liat-liat nya”

River tidak banyak membantah karena ia tau seberapa keras kepalanya Jericho.

Mereka kemudian lanjut pergi menuju rak-rak yang berisikan warna-warna untuk melukis sebuah gambar.

Sedang asik dengan kegiatan nya tiba-tiba saja suara dering ponsel cukup mengambil perhatian nya.

River menoleh tepat kearah Jericho.

“Kenapa gak di angkat?” Tanya River saat Jericho malah menolak panggilan tersebut, “gak penting, paling juga guru les gue”

River terkekeh “orang tua lo masih nyuruh lo les?” Jericho mengangguk “lo tau sendiri ambisi bokap gue se besar apa Per, gak mungkin dia nyerah gitu aja”

“Terus kenapa sekarang lo disini?”

“Sengaja, gue mau bolos” Jawab Jericho teramat santai “kalau bokap gue se ambis itu buat bikin gue jadi apa yang dia mau gue bisa lebih gila lagi bertindak untuk menghancurkan impiannya”

“Dasar orang gila”

Jericho mengangkat bahunya dengan acuh.

Jericho ingin kembali berbicara sebelum sebuah dering ponsel menyela dirinya.

River kembali menoleh, “angkat aja” Saran nya.

Jericho mengangguk, “gue tinggal bentar ya” River mempersilakan Jericho untuk pergi.

Sementara menunggu Jericho yang sedang menjawab panggilan telepon, River memilih untuk tetap mencari cat lukis yang ia inginkan.

River cukup bingung dengan pemilihan warna kuning yang ada di kedua tangannya.

“Menurut gue yang ini lebih bagus” Sebuah jari telunjuk menyentuh salah satu warna yang berada di tangan River.

Karna suara asing itu River langsung menolehkan kepalanya ke samping.

“Julian”

Udara siang hari ini cukup sejuk, matahari tidak se terik hari biasanya.

Hal itu mendukung River untuk mengistirahatkan seluruh pikiran nya di atap sekolah. Ruang terbuka yang jarang di kunjungi oleh banyak anak sekolah nya.

River butuh ketenangan sejenak dari tatapan orang-orang, suara bising yang menyebutkan namanya terus menerus.

Lebih dari itu River butuh mengistirahatkan segala kebisingan di kepala nya.

Orang mungkin tau River adalah sosok pendiam, yang tidak banyak bicara.

Tapi mereka tidak tahu seberapa ramai suara di dalam kepalanya yang bahkan kadang River pun lelah sendiri.

Namun ketenangan yang ia kagumi itu tidak berlangsung lama.

Suara pintu besi di ujung rooftop dibuka dengan cukup keras oleh seseorang.

River masih diam, duduk di pinggir beton pembatas, tampak tidak takut dengan kenyataan kalau kaki nya tidak menapak pada apapun.

“Ngapain lo kesini?” Dari ekor matanya River bisa melihat siapa sosok tersebut.

Langkah kaki Julian terhenti di tengah-tengah, “gue mau minta maaf”

“Buat apa?” Sahut River “lo gak ada salah, semua omongan lo bener”

“Ri udah berapa kali gue bilang” Julian berjalan mendekati River “stop di situ, gue gak mau ngeliat muka lo” Langkah kaki Julian terhenti kembali.

“Gada yang bisa dibenarkan dari omongan seseorang yang gak pernah berasa di posisi orang lain”

“Gue salah, tolong akuin itu kaya gue akuin diri gue sendiri Ri” Lanjut Julian “omongan gue terlalu kasar buat lo, gue memang gak membenarkan tindakan lo” Jelas Julian “tapi gue sadar Ri, lo gak seharusnya mendapatkan sangsi sosial se besar itu”

“Kenakalan lo masih bisa di maafkan, dan bahkan lo juga udah di hukum”

“Mereka gak pantes nge hujat lo kaya lo seorang pembunuh”

“Lo gak pantes untuk menerima semua bentuk kejahatan Ri” Julian menatap punggung di depan sana “karna gue tau lo orang baik, lo gak se hina yang mereka kira” Ungkap Julian “lo bukan sampah, lo bukan beban”

“You're something more”

“Lo baru kenal gue Jul, gue nothing dan omongan mereka semua bener”

Julian menggeleng kan kepalanya, “enggak bahkan gue yang baru kenal lo ini tau Ri, lo more then anything”

“Lo baik, lo orang yang jujur. Lo selalu mengutamakan persahabatan lo diatas segalanya, lo selalu peduli teman-teman lo. Bahkan lo selalu jujur ketika lo gak suka sama sesuatu, lo gak perlu pura-pura terlihat baik ke semua orang”

“Satu hal yang harus diperhitungkan karna di zaman sekarang nyari orang yang kaya gitu susah”

River termenung saat mendengar hal itu semua.

“Jadi tolong di ingat ya Ri, lo itu pantas untuk semua hal baik di bumi ini”

Julian mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya.

Ia menaruh dua benda itu di atas meja sekolah yang sudah cukup usang.

Take your time Ri, gue cabut ya”

Waktu semakin larut tapi ada sebuah tempat yang malah semakin ramai di isi oleh para insan muda.

River adalah salah satunya. Pemuda itu seakan lupa waktu dan asik menjelajahi tempat hiburan malam di daerah selatan ini.

Sudah hampir lima belas menit River menggerakkan tubuhnya di tengah-tengah dance floor, bergabung bersama beberapa orang asing yang juga sedang menikmati dentuman musik EDM yang dimainkan oleh seorang DJ di atas panggung.

“Cheers!”

Seru River dan beberapa orang di sekelilingnya.

Ketiga pemuda asing itu, beberapa waktu lalu menawarkan minuman kepada River, yang dengan senang hati ia akan Terima.

Sekarang River sudah berada di tegukan ke dua dari minuman yang mereka berikan.

Lagu-lagu yang dibawakan oleh sang DJ dari atas panggung berhasil membuat tubuh River dan teman-teman barunya itu bergerak lebih lincah.

Vodka adalah pendorong mereka untuk lebih berani melakukan hal-hal gila.

“Hey River, lo masih kuat?” Tanya seorang pemuda yang lebih tenang daripada yang lain. River mengangguk “gue masih sadar kok” Tutur River sesaat sebelum kembali bergoyang menikmati lagu.

Dahi pemuda itu berkerut, River menoleh.

Oh come on, lo harus enjoy dong” River menarik tangan pemuda itu “let's go dance like it’s your last dance in this world”

Penuturan River berhasil membuat pemuda itu lebih santai daripada beberapa saat lalu.

Para lelaki itu benar-benar menikmati kegiatan mereka saat ini.

“Eh minum lagi dong Ver” Pinta seseorang, River tanpa ada paksaan pun mengambil satu gelas vodka dari tangan teman barunya.

Ia teguk habis gelas itu dan kemudian River kembali berjoget seperti semula.

Hanya saja adrenalin River terlihat lebih membara daripada sebelumnya, River bergerak dengan cukup rusuh.

Pemuda itu bukan hanya menggerakkan tubuhnya ke kanan ataupun kiri.

Tapi ke depan dan juga belakang.

Teman-teman River tersenyum melihat hal itu.

“Eh ayok dong joget, masa gue doang sih” Seru River kepada mereka.

Para pemuda itu mengangguk kemudian ikut berjoget bersama River.

Namun disaat River sedang tinggi-tinggi nya, disaat rasa nya tubuh River lepas dari raga dan berkelana tak tentu arah.

Punggung River tertabrak oleh dada seseorang.

“Eh sorry” Spontan kalimat itu keluar dari mulut River.

Kemudian River merasakan tangan seseorang berada di bahu nya, dan tubuh mereka lagi-lagi saling bersentuhan.

“be careful kitten” Suara berat itu berada tepat di sebelah telinga nya.

Ucapan lelaki itu berhasil membuat River memutar tumbuhnya.

Namun belum sempat River melihat wajah orang itu tiba-tiba saja tubuh River terdorong ke depan.

Membuat wajahnya terbentur dada bidang lelaki misterius tersebut.

“Aduh” Keluh River.

Walaupun suara ditempat ini cukup bising tetapi River masih bisa mendengar suara tawa kecil yang berasal dari laki-laki di hadapannya.

Ia memundurkan wajahnya, River cukup pusing dengan wangi citrus yang menguar dari lelaki dihadapan nya

River mengangkat kepala nya keatas, perbedaan tinggi mereka cukup membuat River sedikit iri.

“River!”

River menoleh ke samping, “lo gue cariin juga ayok balik” Ajak Kenzo “gue yang nyariin lo anjir, lo kemana aja?” Sahut River “ada lah tadi urusan sama Laudya” River geleng-geleng kepala.

“Lo udah gue bilang jangan sering cicip sana sini juga anjing” Dumel River yang kali ini perhatian nya diberikan penuh untuk Kenzo.

River bahkan tidak tau sejak kapan lelaki ber harum citrus itu pergi

“Iya-iya besok dah gue ikutin saran lo” Jawab Kenzo “udah ayok balik”

Kenzo merangkul bahu River.

“Bisa jalan gak lo?” Tanya Kenzo.

“Bisa elah, lo kira gue mabok apa?” Kenzo terkekeh “muka lo merah banget itu nyet ya kali sober

“Bacot lah lo, ayok balik” River berjalan meninggalkan Kenzo begitu saja.

Pemuda itu bahkan tidak berpamitan kepada teman-teman barunya atau bahkan mencari tahu lebih jauh tentang lelaki yang dengan begitu lancang nya memanggil dirinya.

‘Kitten’